31. Detektif Rahasia

1.2K 105 1
                                    

“Sial!” Meira dengan cepat memalingkan wajah. Sebisa mungkin mengusahakan agar wajahnya tak terlihat CCTV selama Ardian masih berusaha menutupi CCTV tersebut.

“Ini kalo identitas aku sebagai pencetus Black Eagle terbongkar, akan bahaya.”

“Terus gimana?” Alda ikutan panik.

Meira menghela sebentar, “Aku akan berusaha menghancurkan bukti itu sebelum dilihat sama yang memata-matai kita,” sahutnya sembari mengotak-atik ponselnya dengan cepat. Tampak sedang menghubungi seseorang.

“Irwan, ada yang sedang berusaha memata-matai rumah Ardian dan Alda, tolong kamu suruh anak-anak untuk jaga di sekitar sini. Nanti saya sharelok lokasinya. Terus, satu lagi, CCTV yang mereka pasang bisa saja mengungkap identitas saya, bereskan itu. Jangan biarkan rekaman itu sampai dilihat sama mereka!”

“Siap, Bu Bos!”

“Saya tunggu kabar baiknya.” Lalu Meira mematikan sambungan telepon.

“Aku curiga CCTV ini bukan hanya 2 saja seperti yang kita lihat sekarang.” Meira menatap Ardian dan Alda bergantian. Suasana taman saat itu mulai mendung. “Kalian coba cek di seluruh ruangan yang ada di rumah ini. Takutnya mereka sudah memasang CCTV di banyak tempat.”

Maka sesuai Arahan Meira, Ardian dan Alda mengelilingi rumah mereka. Mencari tempat-tempat di mana CCTV yang bertujuan untuk mengawasi mereka kemungkinan terpasang. Dan benar saja. Ada sedikitnya 16 CCTV yang mereka temukan hampir di setiap sudut rumah. Bahkan sampai ada juga yang terpasang di kamar mereka.

“Kalian ceroboh sekali! Kenapa bisa CCTV sebanyak itu sampai lolos masuk dan mengawasi setiap inci rumah ini?” Meira mengurut pelipisnya pelan. “Pantas saja teror-teror itu tidak pernah ada habisnya.”

Alda menundukkan kepalanya. Tak lama ia akhirnya membuat sebuah pengakuan. “Memang ada satu hari aku sendirian di rumah. Tiba-tiba Vivi ngajakin jalan. Kami pergi dan... aku lupa kunci pintu.”

Maka tak ada yang bisa dilakukan Meira selain geleng kepala. Tak jauh beda dengan Ardian yang menghela pasrah. Pemuda itu agaknya sudah terlalu kenyang dengan fakta akan istrinya yang terlalu pelupa dan sangat ceroboh.

Hening untuk beberapa detik setidaknya sebelum Meira kembali bersuara. “Boleh aku kasih saran?” tanyanya yang ditanggapi Ardian dengan menaikkan sebelah alisnya.

“Rumah ini sepertinya tidak aman lagi terutama untuk keselamatan Alda. Ada baiknya kalian pindah dan mencari tempat yang lebih aman.”

Ardian menatap Alda meminta pendapat.

“Aku terserah Kakak,” balas gadis itu.

“Aku ikut apapun keputusan kamu.”

Meira yang melihat tingkah pasangan itu lantas berdehem singkat. “Kalian bisa pertimbangkan dulu baik-baik. Sementara kalian masih berunding, aku akan suruh beberapa anggota Black Eagle untuk mengawasi rumah ini dan berjaga-jaga.”

“Untuk kasus ini kamu minta berapa?”

Meira menatap Ardian yang baru saja mengajukan tanya itu. Turut Alda yang tatapannya juga mengisyaratkan tanda tanya.

“Eh, nggak perlu. Alda sudah seperti adik aku sendiri. Untuk kasus ini aku ikhlas bantu.” Ada jeda sejenak sebelum Meira menutup kalimatnya dengan nada candaan. “Untuk anggota Black Eagle cukup ditraktir makan mereka pasti pada seneng.”

Ardian mengeluarkan amplop kuning yang lumayan tebal. Menyerahkannya pada Meira yang langsung menolak dengan halus.

“Beneran, Ar. Nggak usah. Lagian, suatu hari nanti aku mungkin juga akan minta bantuan sama kalian. Jadi, santai aja.”

ARALDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang