"Gimana kabar kalian?"
"Baik selalu kok, Bun." Alda melemparkan senyuman usai menyalami tangan Erlin. Tak jauh beda dengan yang dilakukan Ardian.
"Lama baru ke sini," sindir Erlin terutama pada Ardian.
"Namanya juga lagi sibuk urus resto, Bun. Kayak nggak tau orang udah berumah tangga aja." Yang dibalas pemuda itu dengan cengiran.
Erlin memutar bola mata. "Mana nih kabar baiknya? Bunda sama ayah udah nunggu lama tau!"
Ardian yang sudah paham ke mana arah pembahasan tanpa perlu dijelaskan langsung menyahut. "Masih proses. Tunggu sekitar dua tahun lagi."
"Lama banget!" Erlin mencibir. Namun tak urung menarik tangan menantunya untuk duduk di sisinya. "Kamu bahagia nggak sama anak bunda yang nyebelin itu?" tanyanya sengaja menyindir Ardian.
"Itu mah nggak usah ditanya lagi." Bukan Alda yang menjawab. Tapi Ardian.
"Bunda bukan tanya sama kamu, ya!"
Alda terkekeh pelan. "Bahagia kok, Bun. Kak Ardian baik. Cuma ngeselin dikit."
Sementara yang jadi topik pembicaraan memutar bola mata. "Nah, mulai. Ngadu lagi sama bunda!"
"Kenapa kamu? Iri?" Erlin yang menyahut.
"Anak Bunda sebenarnya siapa, sih? Aku atau Alda?" tanya Ardian kesal.
"Kalau disuruh milih, bunda sih maunya Alda aja yang jadi anak bunda. Kamu yang jadi menantu." Erlin mengusap rambut Alda lembut. Sementara matanya menatap Ardian tajam. Nampak sekali di sini Ardian yang ternistakan.
Sore itu, Alda tertawa bersamaan dengan Erlin. Senang sekali agaknya melihat wajah masam Ardian.
"Sabar, sabar. Untung sayang." Pemuda itu menghela pasrah. Tak lupa mengusap-usap dadanya begitu nelangsa.
~♡♡♡~
"Halo, Bro. Apa kabar?"
Meira yang kini sedang menyamar sebagai cleaning service merapatkan topinya agar menutupi wajah. Geo? Entah di mana anak itu. Meira pening mendengar ocehannya lewat sambungan earpiece.
"Kabar baik. Lo sendiri gimana?"
"Dia?" Mata Meira memicing. Bukankah dua lelaki yang sedang berbincang di sana salah satunya adalah mantan pacarnya dulu? Ada apa gerangan dia ada di sini?
"Baik selalu. Gimana nih sama progresnya? Lancar?"
Meira mencoba menajamkan telinga. Sialnya, dua orang itu malah berjalan memasuki sebuah ruangan. Terpaksa Meira mengikuti mereka dari belakang.
"Akhir-akhir ini ada sedikit kendala. Tapi, tenang aja. Semua akan segera terkendali." Samar-samar Meira masih mendengar percakapan itu. Juga nada angkuh dari sang penutur.
"Ah, lo mah paling bisa kalo soal ginian."
BRUK!!
"Maaf, Bu. Saya nggak sengaja!" Meira menurunkan topinya. Semakin menunduk saat menyadari dua orang yang tengah berbincang-bincang di sana berbalik ke arahnya.
"Biasalah, Bro. Palingan anak baru. Emang pada nggak becus mereka ini." Samar Meira masih mendengar kalimat ini. Diam-diam dalam hati gadis itu mengumpat. Sialan, ia kehilangan jejak.
"Lain kali hati-hati kalau lagi kerja."
Meira mengangguk pelan. "Maaf sekali lagi ya, Bu. Tadi, saya kurang fokus kerjanya," ujarnya sembari tetap mempertahankan topinya.
Interaksi itu akhirnya berakhir saat sosok yang Meira yakini sebagai orang penting di perusahaan itu melangkah menjauh.
"Bos, Bos, saya nemu sesuatu!"
Meira menekankan earpiece tersebut ke telinganya bersiap untuk mendengarkan laporan Geo.
"Katakan!"
"Saya menemukan foto mbak Alda di ruangan ini. Juga foto yang sempat booming beberapa bulan lalu. Foto mbak Alda dan Mr. X yang sedang tidur bersama di hotel Amanda."
Meira buru-buru menyimpan pel dan sapu yang digenggamnya.
"Tunggu saya di sana."
~♡♡♡~
"Hm, kalau di foto ini adalah seorang laki-laki muda, akan sangat mustahil kalau sosok itu adalah direktur Arhatama Company yang botak dan gendut."
Meira tampak mengamati foto yang barusan disodorkan Geo. Foto yang menyulitkan untuk menebak-nebak siapa gerangan pria itu. Yang Meira tahu, ia tidak botak dan tidak juga gendut. Diperkirakan usianya juga masih muda.
"Apa sudah tidak ada lagi petunjuk lain yang kamu dapat?"
Geo menggeleng. Ia sudah menggeledah hampir seluruh ruangan ini. Tapi, hanya dua foto itu yang berhasil ia dapatkan.
"Kalau begitu, apa hubungannya Mr. X ini sama direktur Arthatama Company? Apa mereka juga sekongkol? Atau bergerak masing-masing?"
"Yang jelas, mereka punya tujuan yang hampir sejalan. Bekerja sama atau tidak, kita sudah menemukan bukti yang mengukuhkan kalau Citramaya Media dan Perusahaan Arthatama Company ada campur tangannya dalam kasus ini. Mr. X sudah pasti pelaku utama. Hanya saja kita masih perlu mengungkap siapa sosok itu sebenarnya." Meira manggut-manggut untuk asumsi Geo.
"Bos, kita sepertinya harus segera pergi. Kalau berlama-lama di sini, akan sangat tidak aman untuk kita."
Begitu saja Meira mengetuk kepala Geo. "Dasar penakut! Kamu saja yang pergi. Sisanya saya yang urus. Saya mau memastikan kecurigaan saya sama seseorang."
Seketika mata cowok itu berbinar. "Beneran nih, Bos?"
"Iya, cepat sana pergi."
Meira menatap kepergian Geo dengan helaan napas panjang. Ada satu hal yang harus segera ia pastikan.
"Mr. X, saya ikuti permainan kamu!"
~♡♡♡~
Halo, aku balik lagi. Jangan lupa vote dan komennya yaa. Bantu rekomendasikan juga cerita ini ke teman dan sahabat kalian☺️
See you next part.....
Salam hangat,
Brownisgosong
Sabtu, 6 Januari 2024
08.27 WITA
KAMU SEDANG MEMBACA
ARALDA [END]
RomanceSiap untuk petualangan yang penuh teka-teki, romansa, dan komedi? Cerita ini mengisahkan seorang pemuda konglomerat yang hidup dalam kemewahan dan seorang gadis mahasiswi biasa yang hidup sederhana. Keduanya terjebak dalam pernikahan yang tak terdug...