21. Definisi Kita

1.9K 217 7
                                    

______________

Mau tahu definisi sederhana tapi bahagia menurut versiku?

Bersamamu dan menjadi bagian dari hidupmu. Itulah kebahagiaan terbesar di hidupku

~Zia Miralda~

●●> ♡♡♡ <●●


-Happy reading-

"Udah mulai gerimis. Pulang, yuk!"

Jam sudah menunjukkan pukul 21.10 ketika Ardian menatap langit yang mulai menjatuhkan tetesan airnya. Di restoran ini, tersisa dirinya dan sang istri. Dua karyawannya sudah pulang beberapa menit yang lalu. Dan ya, usai pulang kuliah Alda selalu singgah di sini alih-alih pulang ke rumah. Ardian sebenarnya sudah berkali-kali menyuruhnya agar langsung pulang saja. Tapi, namanya juga Alda si kepala batu. Ia tetap bersikukuh untuk berada di restoran dengan alasan ingin membantu Ardian.

Dan ngomong-ngomong, restoran ini sudah mulai beroperasi sejak sebulan yang lalu. Untuk masa renovasi sendiri tidak memakan waktu yang lama karena mereka yang hanya membuka restoran kecil-kecilan. Kalau kata Ardian sih, hal yang besar itu dimulai dari yang kecil-kecil dulu.

"Ayo." Gadis itu mengangguk semangat. Satu tangannya meraih tangan Ardian untuk ia genggam.

"Sebentar, aku ambil payung dulu."

"Yaudah, buruan gih."

Pemuda itu mengangguk. Setelahnya masuk kembali ke dalam resto untuk mengambil payung yang sebelumnya ia bawa dari rumah.

"Kak Ardian, cepetan! Hujan makin deras nih!" teriak Alda tidak sabaran. "Mobil juga terparkir jauh kan dari sini?"

"Teriak-teriak mulu. Aku tadi nyariin payungnya dulu. Soalnya lupa naroh di mana." Barulah Ardian keluar dengan payung di tangannya usai dua menit berlalu.

"Kebiasaan. Belum tua udah pikun!"

"Kayak kamu nggak aja!" Ardian mencibir balik. Setelahnya, ia berjongkok di hadapan Alda. "Buruan naik."

"Dih, aku juga bisa kali jalan sendiri."

"Nggak usah bawel. Aku bawa payung cuma satu. Nanti, tugas kamu pegangin payungnya."

"Heleh, modusnya nggak berkelas banget." Walau bibirnya tak henti mencibir, gadis itu tetap juga naik ke atas punggung Ardian. Mengambil alih payung tersebut dan memeganginya.

"Seterah!"

"Apa seterah?"

"Terserah, sayang."

"Hilih, sayang katanya." Alda lagi-lagi mencibir. "Ayo pulang!"

Ardian mengangguk. Ia mulai berjalan meninggalkan restoran. Bersama dengan Alda yang kini berada di punggungnya. "Megang payungnya yang bener dong. Aku masih kena hujan tau!"

Gadis itu berdecak. Ia arahkan payungnya untuk melindungi sang suami dari guyuran hujan. "Lagian, payungnya kecil gini. Jelas lah nggak muat kalo buat berdua."

"Iya, iya. Besok aku beli payung yang lebih gede. Kalo perlu yang muat buat bertiga," balas Ardian seraya memperbaiki posisi Alda di punggungnya.

"Bertiga sama siapa? Selingkuhan Kakak?" Namun, ucapannya tadi malah membuat Alda overthinking duluan. Tak segan tangan gadis itu menggampar bahu sang suami. Satu hal yang menuai decakan langsung dari sang empu.

"Kurang-kurangin suudzon sama suami. Lagian, aku mau selingkuh sama siapa? Mbak kunti?"

"Mantan Kakak ada dua kalo Kakak lupa!"

ARALDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang