2:pertemuan

643 32 5
                                    

Pagi yang cerah dan begitu mengerikan.
Ia masih ingin bertanya-tanya mengapa hidupnya yang indah dan tenang menjadi berisikan segudang jadwal padat.

Arin terbangun dari tidurnya yang menyenangkan, rambutnya yang berwarna coklat berantakan seperti habis menaiki roller coaster.
Menggaruk beberapa bagian tubuhnya Sambil berjalan menuju dapur untuk minum air.
Terhidrasi setiap saat adalah suatu tatanan yang penting. Dulu ketika ia masih menjadi perawat yang aktif, Arin selalu membawa botol besar untuk air minum.

Olivia masuk ke dalam sambil membawakannya sarapan. Wanita cantik itu sudah rapih dan harum, pasti juga ada banyak laporan pekerjaan di tangannya.

"Thank you"
Ujar Arin saat bungkusan itu di berikan dan Arin duduk di dekat pastry.

"Kamu udah sarapan?"

"Sudah Miss"

Arin memulai sarapan pagi sebelum seluruh tenaganya terkuras oleh pekerjaan yang sudah mengantri sejak sebulan lalu.

"Apa ada min dana saat acara kemarin?"

Memulai observasi karena Arin terlalu lelah untuk mengikuti rapat penutupan. Lagipula ia terlalu sibuk untuk itu.
Ia tidak bermaksud sombong tetapi ada hal yang lebih ia pentingkan dan beruntung saja ada yang bisa mewakilkan dirinya.

"Hanya sedikit kelebihan dana dalam dana konsumsi tetapi semua lebih dari cukup"

Arin tidak menghiraukan jika ada kelebihan dana dalam konsumsi acara, dana yang tersisa bisa di alihkan untuk konsumsi sehat di rumah sakit atau menjadikan itu uang traktir untuk perayaan kesuksesan acara mereka.

setelah selesai makan Arin berangkat menuju ke rumah sakit di saat sore, kebetulan saja setelah bertemu seseorang Arin hendak pergi ke sana.
Bukan, dia bukan seorang dokter, bukan juga Pegawai resepsionis.

"Selamat datang Bu Arin"
Sapa seorang satpam yang menjaga pintu, ia memang memiliki banyak panggilan dari orang orang yang berbeda tempat.

"Terimakasih pak Rasdi"
Balas Arin ramah.

Dari sini semua orang bisa menebak dengan sangat mudah.
Benar, rumah sakit ini miliknya.
Rumah sakit lokal yang sudah ia ambil alih tiga tahun lalu.
Saat rumah sakit ini hampir bangkrut karena keadaan dan pasien yang kurang tertarik untuk berobat ke sana, pelayanan yang sebelumnya memang sangat buruk.

Rumah sakit yang hampir mengalami kehancuran dan Arin berani mengambil keputusan untuk mendanai dan mengambil hak milik rumah sakit itu meskipun beresiko.

Saat itu ia mengeluarkan banyak sekali uang hanya demi bisa membangun kembali dan melengkapi fasilitas rumah sakit ini.
Mereka bilang rumah sakit itu sudah berada di ujung tanduk.
Bahkan ketika ia mengatakan akan mendanai rumah sakit ini sang petinggi rumah sakit mengatakan hal itu akan berakhir sia-sia.
Memang benar sulit, rumah sakit yang berada dalam kehancuran itu berhasil bangkit perlahan.

"Selamat sore Bu Arin"
Para dokter muda dan anak anak yang sedang koas juga akan menyapa dirinya saat bertemu atau berpapasan.

Arin adalah orang yang ramah, hanya saja karisma yang ia miliki lebih kepada wanita mandiri yang dingin dan itu sisi umum yang di lihat banyak orang.
Penilaian luar tentang seorang Dewanti.

Seorang laki laki tua, sebagai kepala rumah sakit ini datang dengan terburu-buru hendak berhadapan dengan Arin.
Ia tersenyum sambil mengelap tangannya ke jas dokter sebelum menjabat tangan Arin.

"Wah, acara kemarin sukses sekali ya"

Arin mengangguk dan menimpali ucapannya.
"Ya, semua juga berkat bapak yang ikut berpartisipasi dalam banyak hal"
Ucapan yang ringan seperti itu bisa membuat seorang laki laki kepala 5 tersanjung senang.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang