22: setelah makan malam

108 11 2
                                    

___________________

________

Mereka ada di penghujung makan malam. Arin telah menyelesaikan dessert yang sangat menarik itu.

Evans memainkan gelasnya dan Arin berusaha mengabaikan pria itu. Dia berdiri untuk melihat pemandangan yang mungkin tidak akan ia lihat lagi.

Evans menatap kepergian Arin menuju pinggir kapal, meletakkan gelasnya lalu berdiri mengikuti Arin yang sedang menikmati suasana.

Gelap di sekitarnya, berisik suara angin dan samar-samar suara orkestra kecil yang mulai berhenti. Ada tawa para kru kapal di dalam sana, itu tawa yang terdengar begitu bahagia. Arin menduga mereka sedang mengobrol seru.

Sedikit suara air yang menabrak kapal, Arin masih penasaran apa yang akan terjadi padanya jika jatuh ke dalam dingin benda itu.
Air yang pasti terasa membekukan dan gelap.

Makan malam yang ia lalui sangat berkesan. Evans dia ketahui memiliki sifat pria baik dan romantis. Mungkin karena dulu dia punya wanita yang di cintai, maka Evans tau bagaimana cara menyenangkan wanita.

Agak sedikit klise saat memikirkannya.
Tapi Evans masih ada di sampingnya menatap ke arah yang sama. Jas yang ada di pundaknya, menghalau rasa dingin. Ini baik untuk dirinya yang tidak bisa terkena angin malam.

Tak ada perbincangan di antara mereka.
Kemudian, suara peluit kembali terdengar bersamaan dengan suara kapten yang berbicara.

Kapal akan kembali ke dermaga dan para penumpang terkhusus dirinya dan Evans di silahkan untuk duduk di dalam kapal.

Mereka kembali ke dalam kapal dan menunggu untuk kapal bersandar di pelabuhan.

Lebih lanjut dari mereka. Benar-benar tak ada perbincangan apapun. Kedua orang itu berada di pikiran mereka masing-masing.

Singkat perjalanan mereka akhirnya pulang ke apartemen. Dan Arin telah sampai pada lantai yang ia tuju.

Ia melepaskan jas yang sempat ia pakai dan memberikannya pada Evans.

"Terimakasih makan malamnya Mr. Guilloux. Tadi sangat luar biasa"
Pungkas Arin lalu berjalan lurus tanpa menoleh ke belakang.

Melihat sikap Arin yang begitu. Evans jadi mereka makan malam mereka gagal. Ia seakan belum berhasil membuat wanita itu terkesan padanya. Hal buruk, nampaknya Evans harus berusaha lebih keras, atau menyerah.
Ia tidak suka opsi kedua, itu hanya untuk keadaan yang darurat.

.

Olivia menelpon Arin ketika wanita itu baru saja masuk ke dalam apartemennya.

"Maaf Miss, aku sedang berada di luar tanpa membawa handphone. Adakah sesuatu yang perlu anda bicarakan?"

"Hai live, apa kau yang membereskan meja ku?"
Tanyanya sambil melepaskan high heels yang ia pakai.
Rasanya seperti menginjak awan setelah melepasnya dan menyentuh lantai yang dingin.

"Benar"

"Apa kau lihat dompet kulit di sana, dimana kau menyimpannya?"

"Ada di dalam laci kaca Anda Miss. Bersama jam tangan dan kacamata lainnya"

"Oke, itu saja. Terimakasih"
Arin menutup telpon, lalu berjalan menuju closet untuk mencari dompet Evans.

Ia sambil melepas apa yang ia kenakan.
Jam tangan, lantas menyimpan tas yang tadi ia bawa.

Arin benar-benar menemukan dompet itu di dalam kotak kacanya. Padahal tadi ia tidak menemukannya di manapun. Mungkin karena dirinya terlalu panik sehingga ia tidak fokus.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang