9...

85 12 4
                                    

_________________

_______

Malam Sabtu selanjutnya.
Cahaya yang menerangi jalan terlihat begitu lembut.
Arin di antar oleh pak Agus menuju restoran yang Rion katakan.

Seperti yang sudah mereka rencanakan.
Makan malam romantis? Mungkin akan sedikit kurang cocok untuk dirinya.

Arin menggunakan dress warna nude berjalan menuju ke meja yang pelayan tunjukan padanya.
Rion tampil sempurna dengan stelan jas. Bukankah ini kali pertamanya Arin melihat Rion dengan jas.
Pria itu tersenyum menyambut datangnya Arin, berdiri untuk menarik kursi selayaknya gentelman dan mereka saling menyapa.

Karena keadaan ini ia menjadi merasa lebih berbeda. Kondisi ini yang membuat mereka menjadi canggung.

"Jadi hari ini harusnya aku bersyukur duduk bersama wanita cantik yang cerdas"
Kata Rion bermaksud memuji sekaligus menggodanya.

Arin terkekeh, malu sekali rasanya saat pujian seperti itu datang padanya. Sayang sekali Arin tidak tahu cara untuk memuji Rion jika dia sangat menawan sejak dulu.
Makan malam yang akan mereka mulai
setelah menu makanan datang.

Suara musik yang begitu membangkitkan suasana yang tenang untuk menikmati makanan.

Kota malam, kerlap kerlip yang indah. Ia ada di lantai dua restoran itu. Lapisan kaca tebal yang dingin, udara mungkin akan berubah.
Pesawat terbang yang melintas bisa Arin lihat dari tempatnya duduk. Rion hebat dalam memilih tempat.

Sedangkan di tempat lain, beat keras musik yang ada di dalam ruangan besar yang remang. Kerlap kerlip di sini cukup berbeda.
Setiap orang terhanyut pada suara musik keras dan menikmati segala kedinamisan dengan kegilaan.

Pukul 10 malam dan lantai dansa mulai memanas. Mereka akan melakukannya sampai pagi, berjoget sampai lelah.

Evans hanya tertawa kecil melihat anak buahnya seperti anak remaja. Mereka mendapatkan traktiran darinya bersama wanita yang Andre berikan di casino waktu itu.
Bukankah jika ada kesenangan harus di rasakan?

Evans menyalakan sigaret nya, sambil menatap kehebohan di hadapannya.
Banyak anak buahnya yang sudah mabuk dan masih memaksakan untuk menenggak lebih banyak lagi.

"Kau bisa minum Riko, jangan memasang wajah serius seperti itu"
Kata Evans sambil menepuk pundak Riko yang hanya diam sejak tadi.

"Aku harus menyetir tuan, jadi mungkin tidak untuk malam ini"

Evans tersenyum ejek menyepakati hal itu. Ia mengambil satu gelas alkohol di atas meja dan memberikannya pada Riko.

"Aku bisa meminta Virgo untuk datang jadi nikmatilah hari ini. Bersenang-senanglah"
Perintah Evans, masih sambil melanjutkan kegiatannya.

Riko menghela nafas dan berdiri. Jika bos sudah mengatakan hal itu mengapa tidak untuk perintahnya.

Baru saja Riko pergi dua wanita cantik duduk di masing-masing sisi kosong di sebelahnya.
Evans melirik keduanya secara bergantian dengan ujung matanya.
Apa mereka sedang menggoda diri dirinya untuk bersenang-senang?

"Hmm, menarik"
Gumam Evans lalu merangkul keduanya sambil tersenyum.

"Kau yakin tidak mau ku antar?"
Tanya Rion sudah berada di kursi kemudi bertanya padanya yang masih berada di depan gedung.
Saat itu hujan sedang mengguyur deras membuat Rion sedikit khawatir pada Arin.

'Tentu saja tidak, aku wanita yang berkelas. Kita hanya makan malam dan tak ada yang terjadi selanjutnya'
Batin Arin.

"Tidak terima kasih, supir ku akan datang sebentar lagi"
Tolak Arin dengan senyuman manis.

"Kamu yakin?"
Rion masih merasa belum puas.

"Iya, tentu saja"

"Baiklah, aku akan pulang. Hati-hati ya"
Rion tidak bisa melakukan banyak karena ia tidak ingin menjadi seorang yang pemaksa. Ia juga tak bisa menemani Arin sampai supirnya datang karena ia memiliki urusan penting yang mendadak.

"Aku yang harusnya bilang begitu. Hati-hati"

Arin melambaikan tangan dan mobil Rion mulai bergerak menjauh.
Arin memeluk tubuhnya yang terasa dingin.
Ia melihat waktu di handphone-nya.
Pukul 11.30. udara malam yang dingin bercampur dengan air hujan.

Arin bisa sakit jika begini caranya. Ia menelpon sang supir untuk mengetahui kapan dia sampai.

"Halo non"

"Halo pak, sudah sampai di mana?"

"Maaf banget ya non, maaf banget ini mobilnya pecah ban di jalan. Jadi harus di ganti dulu. Non mau menunggu atau saya jemput pakai mobil yang lain?"

"Oh, ya udah pak urus aja mobilnya saja. Saya bisa minta tolong Caya nanti"

"Baik non, maaf ya."

"Iya pak gak papa"
Arin menutup telpon dan menghela nafas setelahnya.
Ia harus menghubungi Caya.

Arin sudah siap menekan nomor temanya tapi lupa akan sesuatu.
Tangannya langsung menepuk dahi kesal.

"Caya keluar kota.... Bagus Arin kamu lupa itu"
Arin tersenyum bodoh, dia payah melupakan hal ini.

Ia hampir menyesal menolak tawaran Rion untuk diantar pulang.
Dia masih bertanya-tanya adakah hal yang lebih buruk dari ini.

Arin merasakan seorang keluar dari pintu yang ada di belakangnya. Tak lama aroma asap rokok tercium.
Ia menoleh untuk memberikan tatapan kesal tapi ia malah terdiam menjadi lebih kesal.

Evans.

Arin terkejut bukan main melihat pria itu di sini. Arin langsung saja menoleh ke sekitarnya hingga menatap ke atas mencari tahu apakah ia berada di tempat yang salah sehingga bertemu pria itu di sini.

Pakaian yang dia pakai berbanding terbalik dengan yang Arin pakai. Pria itu menggunakan jaket kulit warna hitam dan juga menguarkan aroma lain selain Aqua.
Apakah itu aroma alkohol?

Evans ikut menoleh dan kedua mata mereka bertemu. Jantung Arin kemudian hampir meledak, detak yang sama sekali berubah ketika hal itu terjadi.

Ada apa ini?
Saat itu mereka hanya diam tanpa bicara apapun.
Arin menelusuri wajah Evans dengan matanya. Ada bekas lipstik merah di pipi pria itu.

'Apa yang pria itu lakukan di sini'
Batin Arin. Pikiran Arin langsung bergerak sewajarnya wanita lainnya.
'Apakah dia habis bertemu dengan kekasihnya? Seharusnya dia berkaca

Tak lama Arin sadar dan ia langsung mengalihkan pandangannya.
Menatap Evans terlalu lama bukanlah hal yang baik.

Evans ikut membuang pandangannya sambil menghembuskan asap dengan sangat keras dan melempar sisa rokok terakhir dengan jarinya.
Setelahnya pria itu melipat kedua tangannya di depan dada.

Arin dengan gaun nude? Wanita pendek itu selalu saja tampil menarik.

'Apakah dia habis melakukan bisnis?'
Batin Evans melihat Arin sebagai wanita yang selalu sibuk pada urusan pekerjaan seperti tidak ada pria yang harus di kencani di dunia ini.

Apa ini?
Mereka berdua bertemu kembali dan kini menjadi orang asing.

Tak lama mobil hitam datang dan berhenti di depan Evans. Pria itu langsung masuk, ada sedikit lirik mata yang terarahkan pada Arin sebelum ia benar-benar ada di dalam mobil.
Mobil Evans langsung bergerak dan pergi jauh.

"SIAL!"
Geram Arin berusaha menahannya. Ini perasaan campur aduk yang parah.
Untuk apa mereka harus bertemu dalam keadaan seperti ini.
Ya ampun Arin seperti orang bodoh sekarang.
"Bagaimana cara ku pulang!"
Arin yang tadinya tak marah seperti ini seperti mendapat lonjakan perasaan yang aneh.

Wanita itu gila dan ikut menularkan kegilaannya padaku. Sial! Dia benar-benar membuat ku kebingungan.

Evans Le Guilloux

.

.

.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang