12: pekerjaan

134 13 0
                                    

Padahal Arin baru saja menutup matanya beberapa saat lalu ketika alarm berbunyi setelahnya.

Rasanya beberapa jam saja tidak cukup untuk dirinya istirahat. Mata Arin bahkan masih terlihat merah dan terasa pedih. Sungguh tak bisa di percaya.

Dan saat ia meminum Air pun masih dengan mata terpejam. Di saat itu Olivia datang dalam keadaan yang sudah rapih dan wangi. Dia menatap Arin sedikit keheranan.

"Miss, apa Anda butuh kopi?"
Olivia menawarkan.

Arin menggeleng sambil menggaruk kepalanya kesal.

"Apa aku sibuk hari ini?"
Rasanya seperti tak ada lagi tenaga untuk dirinya.

"Aku yakin tidak akan punya jadwal penuh Miss, pak Andi akan mengajak Anda pergi untuk melihat pasar hari ini. Setelahnya ada acara donor darah di rumah sakit, dan ada dokumen pembangunan yang perlu Anda tanda tangani. saham juga kembali naik setelah mengalami penurunan. Itu terjadi secara signifikan miss, dan tuan Ali baru saja memberikan dana untuk fasilitas rumah sakit. "
Olivia menjelaskannya lalu meletakkan surat di dalam kotak beralih membereskan meja Arin yang seperti habis diterpa badai topan.

Ali Sadikin, adalah penguasa tembakau dan kelapa sawit juga kolektor barang antik. Ia punya lebih banyak usaha yang mungkin tidak diketahui Arin.

Pria itu berumur sekitar 65 tahun. Pria kaya itu memiliki seorang anak yang menjadi seorang kepala dinas kesehatan nasional. Pria yang Arin kenal sangat baik hati itu sering memberikan perhatian pada orang yang sakit.
Dan beberapa program kesehatan masyarakat.

"Ah, baiklah akan ku sempatkan ke rumah sakit nanti"

Seperti yang harus ia lakukan. Pak Andi sudah menunggu dirinya, mereka akan mengunjungi pasar bursa untuk melihat dan melakukan beberapa penawaran.

Arin membawa tas Louis Vuitton miliknya, hanya sekedar hal normal. Ia pikir tas-tasnya harus ikut juga dalam pekerjaannya. Bukankah itu lebih baik daripada membiarkan mereka tua di closet.

Ia menggunakan kaca mata hitam, sedikit tameng menutupi matanya yang seperti habis di hantam. Pekerjaan selalu membuat tampilannya menjadi mengerikan.
Ia harus pergi ke tempat perawatan wajah akhir Minggu ini.
Mana mungkin masuk akal jika harta yang ia miliki berlimpah tetapi, wajahnya seperti orang yang punya banyak hutang bukanya uang.

Mereka menghabiskan seluruh pagi untuk melihat pasar dan mengakhirinya dengan makan siang bersama.

Pak Andi mengajak mereka makan di sebuah restoran terbuka. Tempat yang nyaman dan tenang.

Ia melihat sekitarnya yang jarak tempat duduknya juga berjauhan.
Hal yang sama sekali tidak Arin harapkan, mengapa tiba-tiba ia memikirkan Evans.

Tak ayal, pria itu sangat aneh dan misterius. Bagaimana mungkin Arin tidak kepikiran melihat ia belum tahu seberapa berbahayanya Evans.

"Mungkinkah pak Andi tau tentang gerombolan orang yang bisa di sewa untuk menjaga barang di pelabuhan?"

Pak Andi yang sedang menikmati kopinya langsung meletakkan gelas yang di tangannya.

"Apa yang anda maksud beacukai Nona?"

Arin menggeleng dengan dahi berkerut.
"Bukan, ini lebih seperti kumpulan preman yang aneh. Pernahkah pak Andi tahu tentang itu?"

Pak Andi terlihat berpikir, namun dari raut wajahnya bisa Arin tebak bila pria itu juga baru mendengar hal tersebut.

"Tidak Nona, memangnya ada apa?"

Arin mengehela nafas sambil tersenyum.
"Tidak aku hanya penasaran"
Balas Arin.

Mereka telah menyelesaikan makan siang. Arin memiliki waktu luang untuk pergi melihat donor darah di rumah sakit. Ia pikir malam ini Arin akan terbebas dari pekerjaan, akhirnya hari hari sibuknya akan berakhir menjadi hari normal.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang