6:curiga

205 16 3
                                    


•••

"Jadi, dia penjahat atau bukan?"
Caya menyenderkan tubuhnya pada rak buku di ruang kerja Arin.
Sedangkan Arin terlihat sedang berpikir dengan mata yang terlihat begitu serius.

Caya jadi ikut berpikir tentang hal ini.
"Hah, jangan-jangan dia penyelundup! Buronan internasional atau-"
Caya duduk di kursi yang ada di hadapan Arin.
"Dia menjual manusia"
Kata Caya begitu dramatis langsung di tanggapi oleh Arin dengan cubitan di pipi.

"Aku pikir dia lebih mirip seperti preman. Dan juga, ia punya akses untuk menahan barang jadi aku pikir dia bukan buronan"

Caya menghela nafas dan menyenderkan tubuhnya pada kursi.
"Yang mana sih, aku penasaran"

"Orang yang pernah nabrak aku loh. Yang ada di hotel malam itu"
Arin memaksa otak Caya untuk memutar ingatnya.

"Ihs, gak inget. Lagian aku ketemu banyak orang hari itu"
Caya menguap karena mengantuk, ia masih belum paham jelas apa yang Arin khawatirkan.

Arin masih pada pikirnya, Caya yang iseng mengobrak-abrik isi surat milik Arin.
Tapi matanya terlayangkan pada surat yang sudah terbuka.

"Ini apa?"
Tanya Caya sambil membaca isi surat itu.

Arin menatap lembaran kertas warna berisi beberapa kata di tangan Caya.
"Surat dari anak kecil ku pikir"

Caya tersenyum meskipun tidak mengerti maksud surat tersebut, bukankah anak kecil memang sulit di pahami. Caya sendiri sering menemukan surat-surat dari anak kecil yang di kirimkan padanya berisi tentang imajinasi dan mimpi mereka.

"Wajar aja sih ada anak kecil yang mengirim mu ini. Mereka menganggap mu superhero sekarang. Banyak yang kau selamatkan dari jalan dan dari keterbatasan mereka"

Tapi Arin masih merasa belum puas. Andaikan ia bisa menolong semua orang, bukan hanya anak-anak, makanya ia merasa Kata superhero akan menjadi berlebihan untuk dirinya.

Caya sekarang sibuk pada ponselnya ketika Arin masih sibuk memikirkan hal yang bahkan belum pernah ia pusingkan sebelumnya.

"Ha, ya ampun. Rion look so handsome, dia baru aja bikin postingan di story"
Caya menunjukkan layar ponselnya, Rion terlihat tersenyum di dalam cafe miliknya.
Caya juga tersenyum pada Arin sebagai ungkapan yang tersirat.

"Why?" Tanya Arin.

"He so handsome, rich, gentelman, and cute" ujar Caya dengan pipi yang meninggi karena tersenyum.

"Kamu kira dia suka sama aku juga?"
Cetus Arin, ia tahu apa yang sedang temanya pikirkan.
Caya hanya menghela nafas tapi senyumannya tak hilang dari wajah.

Mata hijau yang berkilau. Ia belum pernah bertemu mata hijau penuh misteri seperti itu sebelumnya.
Di mana matanya membuat pandangan Arin terkunci dan tak ingin memalingkannya pada apapun.

"Aaggghhhh!!!"
Arin benci saat mengingat itu lagi.

"Hello Miss, can you be quiet? Kenapa sih? Kamu jadi aneh sekarang"
Caya terkejut tapi tidak sampai membuat jantung nya berdetak kencang.
Arin menjawabnya dengan gelengan lalu mengacak-acak rambut.
Jangan sampai pria itu mampir dalam pikirnya lagi.

Esoknya...

Arin punya waktu beberapa menit saja untuk berkunjung ke rumah sakit. Ia hendak mengantarkan Caya bertemu dengan anak-anak pejuang kanker, mereka di tempatkan di ruang khusus.

Arin dan Caya membawa beberapa hadiah untuk mereka, menyiram kembali senyuman yang mungkin sedikit layu.
Caya membawa sebuah buku cerita untuk ia bacakan pada mereka, bukankah anak-anak sangat menyukai cerita? Mereka adalah pendengar terbaik.
Karena mereka akan menelan mentah-mentah apapun yang orang dewasa ucapakan.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang