36: teman?

83 9 0
                                    

"Arin tenanglah"

"Don't try to touch me!"
Ancam Arin dengan mata yang begitu menusuk. Ia menepis keras tangan Evans.

Evans terlihat langsung menurunkan tangannya sambil menelan saliva.

Suara telpon berdering mengambil tempat di tengah mereka berdua. Arin masih saja menatap sinis dan penasaran.

"Siapa? Angel?"

Evans merogoh sakunya dan melihat dari ekpresi yang Evans tampilkan, nampaknya ucapan Arin benar.

"Tak mau menjawabnya? Sini biar aku yang menjawabnya"
Arin hampir meraih ponsel itu. Evans yang tinggi langsung mengacungkan lengannya.
Arin sedang dalam keadaan panas.

Tau tidak bisa mengambil handphone Evans, Arin langsung berbalik dan keluar dari apartemennya. Meninggalkan Evans yang diam membisu seribu bahasa.
Evans dalam masalah. Wanita memang sensitif terhadap wanita lain.

Kesal sekali rasanya, ingin Arin robek semua hal, mencakar sesuatu agar ia bisa melampiaskan amarahnya.

Siapa Angel dan mengapa ia harus muncul sekarang.

"Olivia!"
Panggil Arin sedikit tegas, Olivia langsung bergegas mendatangi Arin.

"Cari tau siapa Angel, berikan informasi tentangnya besok pagi"

"Dimengerti Miss"

Olivia lantas menghubungi seseorang sambil berjalan menjauh.
Penjelasan Evans sama sekali tak membuat hatinya lega. Dan ini adalah Cara yang Arin pilih untuk mengetahui segalanya.

Suara bell apartemen terdengar dan Arin menoleh ke arah pintu. Jika itu Caya seharusnya dia langsung masuk atau sekadar menjahilinya dengan terus menekan bell berkali-kali. Itu berati bukan Caya.

Jeda beberapa detik bell kembali berbunyi. Arin lantas mendekat untuk mengintip siapa orang tersebut.

Itu Evans, Arin kemudian menyinyir. Tak akan ia temui pria itu. Biarkan saja dia di sana.

Arin tak perduli ia memilih masuk ke dalam kamarnya, tapi kini dering telepon menganggu dirinya.
Evans lagi, pria itu menginginkan apa?

Arin men- silent ponsel dan meninggalkannya di dalam laci kerja.

"Jangan biarkan Evans masuk, aku tidak ingin menemuinya"
Jelas Arin pada Olivia.

"Baik Miss"

• • •

"Aku tidak ingin bersama Alex, kau mengerti dia telah membohongiku selama ini Evi"
Evans kembali menemui Angel di sebuah restoran keluarga.

Evans mengusap keningnya. Ia harus bagaimana. Evans sudah mengatakannya berkali-kali jika ia akan menikah. Tapi Angel terlihat dalam keadaan yang kebingungan.

"Bagaimanapun itu Angel, kau tidak bisa terus berbohong jika itu anakku. Aku akan mengalami banyak masalah dengan Arin nanti"

"Jadi nama wanita itu Arin"

Evans hanya mengatakan ia akan menikah tapi tidak mengatakan dengan siapa. Kini Angel tau siapa nama itu.
"Kau pasti sangat mencintainya"

Evans tidak mengatakan apapun untuk menimpalinya.

"Kau harus istirahat Angel, kau masih perlu menemui dokter. Riko akan mengantar mu dan Jason, berhati-hati lah."

"Terimakasih sudah mau menemuiku Evans"

Evans hanya mengangguk, ia masih ada di sana sambil berpikir.
Arin jadi marah padanya, bahkan Arin tak menjawab telepon atau pesan darinya.

Entah bagaimana lagi cara untuk menjelaskan bahwa ia tak lagi ingin bersama Angel. Apa Arin kira dia pria yang tak bertanggung jawab dan labil?

Tak lama kemudian Riko kembali untuk menjemput Evans, mereka masih harus bekerja terlepas dari banyaknya hal menganggu. Pekerjaan tetap harus berjalan.

"Ada yang mengikuti nona Angel, Tuan"
Itu laporan yang Riko ajukan saat Evans baru duduk di dalam mobil.

"Cari tau siapa dia. Aku harus segera bicara dengan Alex, that damn man. "
Karena Alex juga membuat semuanya jadi rumit.

Ia mendatangi kediaman Alex, di mansion besar yang mewah. Pria yang sempurna tapi sayang sekali kisah cintanya tak begitu beruntung. Sama seperti Evans, mereka tak berbeda jauh sebenarnya.

Kedatangan Evans sepertinya masih di tanggapi sama seperti dulu. Tatapan sinis dan waspada terlempar padanya.

"Untuk apa kau di sini?"
Alex yang baru kembali dari lapangan golf pribadi menatap heran.
"Apa Angel menemui mu lagi?"
Alex terlihat panik, pria bodoh itu tidak pernah berubah atau belajar.

"Tentu saja bodoh, ini semua salah mu. Jika kau memang menginginkannya kau harus terus berusaha"

"Bahkan dia tak mau bertemu dengan ku"
Pria ini menjadi bodoh, apa dia habis minum.

"Kau masih suka memaksa kan? Kenapa kau tak melakukan itu ha?"
Muak sekali, ia seperti bicara dengan seorang wanita. Perlukah ia memukul rahang Alex untuk menyadarkannya.

"Berhentilah bicara, bahkan kau sendiri pergi setelah kecelakaan itu. Mengapa kini kau menjadi marah"

"PERNIKAHAN KU TERANCAM BRENGSEK!"
Maki Evans dengan keras, para anak buah Alex terlihat bersiaga. Mereka takut Evans menyerang Alex.

"Wah, kau akan menikah?"
Alex terlihat jadi pria yang aneh. Dia menampilkan ekspresi terkejut tapi juga sedih.

"Ada apa dengan ekspresi mu? Kenapa, kau merasa iri dengan kehidupan ku?"
Evans tau pasti Alex juga ingin menikah tapi dia gagal. Pria yang malang.

"Dengan siapa kau menikah?" Alex mengalihkan ucapannya agar ucapan Evans yang sebenarnya fakta tak terlihat merendahkan dirinya.

"Itu bukan urusanmu. Cepat bawa Angel ke pelukan mu lagi. Aku serius tentang ini, aku ingin Arin berhenti marah padaku"

"Kau akan menikahi Miss Arin?!"

Evans keceplosan bicara, dua pria ini nampaknya payah dan bodoh.

"Mana mungkin wanita hebat sepertinya mau menikahi brengsek seperti mu"
Celanya dengan wajah yang sangat meremehkan.

"Berkacalah, bahkan Angel meninggalkan mu"

Nampaknya peluru kembali pada tuannya.
Alex menatap datar lalu melemparkan tas golfnya. Beruntung saja Evans bisa menghindar dengan mudah.

"ENYAH KAU!"
Alex lantas bergegas masuk ke mansionnya meninggalkan Evans di luar yang puas bisa membalas pria itu.

"Siapapun cepat hubungi Miss Gerbera SEKARANG!" Bentaknya pada seluruh pelayan saat masuk ke dalam rumah dengan wajah frustasi.

Bahkan teriakan itu bisa ia dengar, Riko menahan tawanya. Padahal mereka bukan teman, tapi ini terlihat sangat menggelikan.

Tapi tak lama tawa itu menghilang. Melihat kemurkaan Arin. Evans di landa dilema begitu besar.

Ia berusaha menemui Arin. Sejujurnya kedatangan Angel sedikit mengagetkan dirinya. Namun, akhirnya ia tersadarkan kembali jika Arin adalah segalanya untuk dirinya.

Arin terlihat membenci dirinya dan saat ia merasa Arin jauh darinya itu adalah sebuah kemunduran yang besar.

Ia begitu terluka melihat wanita itu menangis. Ia ingin menjelaskan tapi Arin terus menerus mengindari dirinya.

.

.

.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang