10: bertemu lagi

136 13 2
                                    

Yang terjadi di club malam itu, saat Evans sedang menikmati suasana di sana meskipun otaknya tak bisa berhenti dari segala kebisingannya. Tentang pekerjaan, tentang kapal dan tentang Arin Dewanti.
Meskipun ia sudah berusaha untuk tidak menghiraukan penolakan tersebut, otaknya tak mau berhenti memikirkan wanita itu.

Meskipun ada dua orang wanita di sampingnya, apapun itu Evans tetap gagal. Salah satu wanita itu menyentuh pipinya dan mendaratkan satu ciuman di sana lalu tersenyum penuh arti.

Evans menautkan satu alisnya, oh dia tak bisa terlalu lama di sini, karena bukannnya merasa terhibur ia malah merasa semakin kesal. Ia kemudian bangkit setelah mendorong kedua wanita itu menjauh. Sambil berjalan menuju lift ia menelpon virgo untuk menjemputnya.

Setelahnya ia mulai memantik api untuk rokoknya. Evans sampai di bawah dan mendapati udara terasa dingin bersamaan dengan suara hujan yang terdengar lebih berisik dari isi kepalanya.

Ada seorang wanita dengan gaun nude menunggu jemputannya sambil memeluk tubuhnya.

Evans tak menghiraukannya sampai tersadar wanita itu adalah Arin.
Kebetulan macam apa ini.
Detik itu juga isi kepalanya langsung senyap. Bola mata yang membalas tatapannya cukup menggetarkan sesuatu di dalam tubuhnya. Evans yakin ini bukan karena udara.

Ia amat penasaran dengan apa yang habis wanita itu lakukan dengan wajah yang sangat cantik juga gaun itu. Apakah bisnis? Ataukah kencan?

Evans segera membuang wajahnya. Ia kaku, tak punya kosa kata untuk menanggapi hal ini. Apakah ia perlu menyapa wanita itu setelah membuatnya kesal karena terus menerus menteror pikirannya atau bersikap acuh.

Evans melirik Arin dan dari sudut matanya ia kembali menatap wajah wanita itu.

Ia sempat berpikir untuk melepaskan jaketnya untuk Arin yang nampak kedinginan akan tetapi saat itu virgo sudah datang mendahului niatnya.

Evans segera naik ke dalam mobil. Dan pandangannya tak teralihkan dari wanita bernama Arin.

"Kendaraan mobil ini pelan-pelan virgo, hanya sampai kita keluar gerbang" Perintah Evans masih berusaha menatap Arin dari kaca mobilnya.

Ia tau Arin mungkin memikirkan hal buruk tentangnya.

•••

Arin terfokus pada layar laptop tapi pikirannya melayang kemana-mana. Suara ketikan yang terdengar keras karena perasaan Arin yang berantakan membuat Olivia melirik penuh tanya.

Arin berhenti mengetik karena lelah.

'mengapa kita harus bertemu!'
Batin Arin kemudian menyenderkan punggungnya sambil memejamkan mata. Pertemuan kemarin nampaknya sangat berbekas di ingatannya.

Terbayang jelas, wajahnya yang selalu tegas setiap incinya. Matanya yang Arin anggap selalu menyimpan sesuatu, dan sempat saja ia memperhatikan bibir Evans yang begitu menggiurkan.

"Aaaaa!"
Arin membuka matanya. Bagaimana mungkin ia bisa memikirkan hal itu. Ia gila, Arin yakin dirinya sudah gila.

"Miss, mungkin Anda mau kopi?"
Olivia menawarkan hal itu berpikir Arin sedikit tertekan pada pekerjaannya yang banyak itu.

"Tolong bawakan jus dingin aja"
Minta Arin sambil berusaha menetralkan perasaan aneh yang bergelayut dalam dirinya.

'Ayolah Arin, dia hanya sekedar penjahat. Berhentilah memikirkan si preman itu'
Itu yang Arin tegaskan. Ia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.

Sekarang ia tersenyum dan mulai bekerja lagi, Arin percaya ia akan baik baik saja.

Setelah itu juga Olivia datang membawa jus dan barang lain di tangannya.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang