74...

62 5 2
                                    

____________________

_________

Arin tau, saat mendengar telpon dari pria tua itu beratikan sesuatu yang buruk akan menghampiri dirinya- sesuatu yang amat mengerikan.

"Aku senang mendengar mu sudah menikah, sangat di sayangkan kau tidak mengundang ku"
Katanya sedangkan Arin masih tetap diam.

Sesuatu yang besar tampaknya sudah ia lupakan. Jika Ali adalah pria yang telah mengejar suaminya selama ini.

"Bisakah kita bertemu? Sekedar untuk memberikan hadiah, kita adalah partner yang cukup dekat bukan?"

Arin menatap Evans yang masih menunggu dirinya. Ia kesulitan menelan saliva bahkan bernafas.

"Nona Arin?"

Ia menelan saliva untuk kedua kalinya.
"Aku akan datang"
Tubuhnya bergetar bersama dengan keringat dingin yang sudah membasahi tubuhnya terutama tangannya.

"Sungguh hal yang menyenangkan. Sampai bertemu nanti"

Mereka selesai bicara. Sampai saat ini ia masih bisa merasakan sesak di dadanya. Baru beberapa waktu ketika ia tau pria ini adalah penyebab segala kecelakaan untuk suaminya.

Seorang pembunuh sedang mengajaknya berunding, sungguh menyakitkan mengetahui hal yang mengerikan seperti ini. Ketika partner yang ia anggap baik selama ini ternyata adalah orang yang harusnya ia jauhi rasanya Arin tak bisa berkata apapun lagi.

Ia masih melanjutkan langkah tanpa menyadari jika ia sudah lebih dekat dengan suaminya.

"Aku datang menjemput" katanya dengan senyuman bahagia.

Tapi raut Arin yang terlihat tertekan menghapus senyum itu dan membuat Evans kebingungan.

"Honey? Kamu gak papa? Apa mereka udah membuat mu gak nyaman?"

Saat mendengar pertanyaan itu dengan cepat Arin menghapus segalanya, kesah di wajahnya. Memasang senyum palsu sekali lagi seakan semuanya memang baik-baik saja.

"Iya aku gak bakal mau wawancara lagi"
Katanya, sungguh dirinya berusaha untuk tetap terlihat normal meskipun jantungnya tak sependapat.

Evans tersenyum kembali saat melihat itu.

"Ayo, aku memasak sesuatu yang kamu sukai"
Ajaknya sambil menggenggam tangannya.

"Aku... Harus rapat Evans"

Itu bohong, ia harus bertemu Ali Sadikin. Dengan kesadaran penuh Arin melakukan ini, masuk kedalam kandang buaya untuk memberikan mereka makan yaitu sebuah kepuasan.

Evans terlihat sadar akan sesuatu tapi berusaha menyanggahnya.

"Apakah lama? Aku bisa menunggu"

Arin menggeleng keras.
"Tidak, kau tidak perlu menunggu ku. Akan aku kabarin lagi nanti. Sekarang kamu pulang ya. Aku bakal menyelesaikan ini dengan cepat"

Iya itu yang ia harapkan- pulang dengan ceoat, meskipun takut dan tidak yakin.

"Okey, aku bisa menjemput mu kapan pun. Jangan lupa telpon aku ya"
Dia mencium kepalanya dan melangkah masuk ke dalam mobil.
Sebelum pergi dia membuka jendela mobil dan tersenyum.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang