30...

89 10 6
                                    


Arin masih berada di Milan. Ia memaksa Evans untuk menemaninya berbelanja. Mereka akan menikah dan itu sudah menjadi rencana Arin untuk menikmati uang Evans. Pria itu tidak akan keberatan bukan? Tentu saja, apa yang tidak untuk calon istrinya.

Ia memasuki toko pakaian. Melihat semua pakaian yang bagus itu membuat Arin tak tahan untuk membelinya.

"Apakah berbelanja itu harus?"
Tanya Evans

"Tentu, kau tak mau aku menolak pernikahan ini kan?"
Arin masih bos di sini Evans harus mau ikut dengannya.

Evans menghela nafas. Baiklah dia akan menemani Arin.

Toko baju, sepatu, es krim dan semua yang berjejer. Arin masuki dengan senang. Anak buah Evans sampai di repot kan dengan banyak paper bag juga kotak baju.

Arin masih terus mau berbelanja.

"Ini atau ini?"
Ia sedang memilih kaus yang akan cocok untuk musim panas di Indonesia.

"Kanan"
Kata Evans

"Bagus kiri, lihat ini bahannya tidak terlalu tebal"
Arin beralih pada celana jins panjang.
Ia menatap Evans sebagai kode untuk membantunya memilih.

"Kanan terlihat bagus"
Kata Evans berharap ini jawaban yang bisa di hargai.

"Aku pakai ini terlihat gemuk"
Arin lantas meletakkan kedua celana itu kembali.

Ia masih berjalan untuk melihat yang lain.

Evans menghela nafas, rasanya ia lebih senang menghitung kayu Lagan bras ketimbang terus berjalan seperti ini.

"Apa ini terlihat bagus di kulit ku?"
Dua syal untuk musim dingin.

"Sampai kapan kita akan melakukan ini?"

"Sampai aku lelah"
Jawab Arin kemudian pergi ke bagian lain.

Evan lagi-lagi membuang nafas. Menemani perempuan berbelanja adalah sebuah kesalahan terbesar yang ia lakukan.
Yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu sampai selesai.

Arin hampir selesai, tapi ia melihat ke bagian pakaian dalam wanita. Ia seharusnya membeli satu atau dua, karena tak ada pakaian dalam yang bersih di keranjang pakaian yang di berikan padanya.

"Yang kanan terlihat bagus"

Jantung nya terasa hampir meloncat ketika suara itu terdengar.
Evans tertarik pada pakaian seksi itu, model belahan dada yang rendah dan celana yang menerawang. Pikiran pria yang kotor.

"Aku tidak bertanya padamu"
Geram Arin.

Evans menaikan kedua alisnya pada Arin. Kalau tak salah dengan Arin wanita yang mampu menggoda tanpa pakaian begitu bukan. Itu sangat menarik untuk Evans, dia dan otak kotornya.

Arin meninggalkan Evans.
Pria itu hanya terkekeh lalu menyusulnya.

"Aku punya syarat lainnya"
Kata Arin, ini sudah ia pertimbangan sebelumnya.

"Apa?"

"Kita tidak akan berhubungan suami istri sampai aku mencintaimu"

Evans menatapnya dengan wajah datar tapi kesal.
"Kau bercanda?"

Arin menggeleng.

"Bagaimana bisa pria setua ku menahan nafsu ha?!"
Karena itu akan sangat menyiksa. Ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.

"Ohh, sayang sekali. Apa perlu kita membatalkan pernikahan nya? Aku takut membuat mu tersiksa"

Evans mengehela nafas dengan perasaan jengkel. Ia berjanji akan membalas perbuatannya dengan kejam. Ini sudah membuat dirinya menjadi lebih kesal.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang