62...

71 8 3
                                    

Arin kembali melamun saat masih mengunyah makanan. Ia berpikir tentang hal ini, jika ia memang ingin meminta Virgo menceritakan sesuatu Arin tidak bisa membiarkan Caya ada dan mendengar semua itu juga.

Ada banyak kemungkinan dan alasan mengapa Caya lebih baik tidak tahu apapun. Pertama karena ia tidak pernah tahu seberapa heboh dan khawatir Caya saat tahu apa yang telah Evans lakukan.
Kemudian belum lagi kejelas apa yang akan Virgo ceritakan, apakah lebih baik atau buruk.

Dan satu hal yang lebih penting, ini masalah keluarga mereka, masalah rumah tangga mereka. Caya pasti akan mengerti tapi wanita itu tetap akan bertanya-tanya.

Arin melirik ke meja tempat Evans duduk tadi. Ada banyak sekali bungkus permen berserakan memenuhinya, pria itu sakau? Atau stress.

Caya sejak tadi terus melirik Arin, wanita itu pasti sudah mengendus bau yang aneh dari gelagatnya. Wajah Arin sudah memperjelas semua itu.
Apa yang harus ia lakukan? Bertanya tidak mungkin akan di jawab jujur, Evans juga tidak ada entah sampai kapan, dan lagi ada anak buah Evans menjaga di luar.

Pertanyaannya membuat otaknya seakan-akan menjadi mesin ketik yang berisik sebelum akhirnya berhenti saat mendengar dering telepon dari gawai miliknya.

Calon suami Caya, Felix.
Ia mengangkatnya, mendengar apa yang pria itu mau.
Caya hanya berdengung, berkata iya, dan menutup telpon.

"Mami"
Caya berdiri sambil mengantongi ponselnya.
"Aku gak mau merusak suasana, aku yakin sebenarnya kamu sedang dalam masalah tapi aku tidak mau kepo. Intinya, aku akan selalu menjawab telepon mu okay. Aku pergi"

Arin harusnya tidak terkejut mendengar Caya yang suka berkata apapun yang ada pikirannya begitu mudah. Termasuk hal tadi, tetapi untuk yang satu itu terasa berbeda. Ia merasa berdebar karena khawatir tapi ia tahu Caya yang sudah dewasa ini mengerti, jika ia tak baik-baik saja.

"Okey thanks, hati-hati"

Caya tersenyum dan mendekat ke Arin, sedikit pelukan penyemangat sebelum wanita itu keluar.

Baiklah ini saatnya ia bertanya pada Virgo, pria itu pasti tak sekedar menjaganya kan?
Jika benar itu pasti omong kosong.

"Virgo"
Panggil Arin saat membuka pintu dan tidak terlalu heran benar-benar ada Virgo di sana.

"Ma'am, Anda perlu sesuatu?"

Nampaknya saat ini ia bisa tau Virgo juga terlihat khawatir, apakah mungkin karena kejadian malam lalu.
Apakah harusnya ia tidak tahu apapun malam lalu.

"Masuklah, aku mau tanya banyak hal"

Mata pria muda itu terlihat menatap ke bawah dan tidak terarah sebelum akhirnya mengangguk dan mengikuti perintah.

"Silahkan duduk"

Arin masih urung membersihkan seluruh bungkus permen itu, tapi entah mengapa hatinya terasa pedih menatap sampah plastik di depannya.

Virgo menipiskan bibirnya, dia terlihat resah. Tapi matanya berani menatap Arin, di baliknya ada banyak kebingungan.

Arin menghela nafas, ia begitu bingung harus memulai. Tapi akan mengawalinya dengan hal yang sederhana.

"Kemana Evans pergi?"
Karena pria itu hanya mengajarkan akan mengirim barang tapi tidak menjelaskan.

"Singapura, mengantarkan batu dan logam mulia ke sana. Hanya pengiriman biasa ma'am"

"Apa dia menyuruh mu untuk menjaga ku?"
Jika iya kenapa hanya Virgo seorang, mengapa tidak ada yang lainnya.

Virgo diam, matanya terlihat lebih membesar.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang