46: Cassano

116 6 3
                                    


Mereka dalam perjalanan pulang ketika matahari sudah bersembunyi di belahan lain.

Saat membuka handphone, Arin mendapati jika akan terjadi hujan deras sekitar 89%. Hujan badai dan petir akan terjadi.

Udara pasti akan sangat dingin. Arin harap itu tidak membuat asmanya kambuh. Terkadang ia merasa bersalah ketika menjadi sangat lemah.

Mereka belum keluar dari area pelabuhan. Keadaan masih baik-baik saja waktu itu.
Gerimis menyerang mobil dengan butiran air yang terlihat menempel di kaca mobil.

"Apakah kita masih bakal jalan-jalan?"

Ia tidak mengharapkan perjalanannya berakhir cukup hari itu saja. Evans harus membuat dirinya senang dengan membawanya ke tempat lain.

"Kamu masih belum lelah?"
Pria itu menoleh ke Arin sejenak sebelum fokus pada jalan.

"Arin, lelah? No, no, no"
Jalanan di area keluar dari kawasan laut cukup sepi. Ini bukan bulan liburan, jadi wajar saja tidak begitu ramai.

Pria itu melirik spion, matanya menjadi tajam dan mobil melaju semakin kencang tanpa Arin sadari pada awalnya.

Mereka mengambil jalan yang asing. Jalannya gelap, membuat Arin bingung. Mengapa mereka mengambil jalan yang jauh dari area perumahan.

"Arin--"

"Apa kenapa, apa lagi ini? Jangan bilang ada musuh mu"
Arin mencium bau tak baik. Terakhir kali ia berkendara dengan Evans Arin pikir ia akan mati.

"Cukup tenang dan kencangkan sabuk pengaman"

Mobil melesat seperti angin. Evans mengambil jalan acak agar bisa mengetahui apakah dua mobil di belakangnya sedang mengikuti atau tidak.
Jawabannya bisa di pastikan.

Dua mobil? Sialan entah berisi berapa orang di dalam sana.
Evans merogoh bawah jok mobilnya. Ia menyimpan kaliber 22 di sana. Hanya ada 4 peluru. Jika milik musuh lebih dari empat, Evans dan Arin bisa mati.

Ia tidak bisa berhenti mengumpat dalam hati. Berusaha agar Arin gak takut ia menekan dirinya agar tenang.

Suara mesin menjadi sesuatu yang mencekam saat ini.
Jalanan yang semakin kehilangan lampu jalan. Dan mereka masih dalam area laut.

Tak ada suara tembakan tapi ia bisa mendengar aduan besi mengenai mobil. Mereka pasti menggunakan peredam.

Mereka tidak bisa berhenti. Jika berhenti akan ada hal serius terjadi. Apapun itu, Arin tetap harus aman.

Wanita itu terlihat ketakutan dengan mata nyalangnya.

Baiklah, Evans akan mengambil sedikit resiko.

"Arin"

"Apa?"
Suaranya terdengar bergetar, ia takut tapi sama-sama menahannya.

"Tenang, I'm going to shoot one of them so, you better cover your ears"
(Aku akan menembak salah satu dari mereka, Jadi lebih baik kau tutup telinga mu)

Arin langsung melaksanakan perintah. Melihat itu Evans kemudian menurunkan jendela dan mengeluarkan pistolnya.

Ini butuh perhitungan dan fokus.
Satu tembakan meleset. Suara yang menggema tetap saja membuat terkejut.

Ia menembak untuk kedua kalinya. Itu tembakan untuk mengecoh. Evans tahu ada tebing dangkal di sekitar sana.
Hujan seakan menjadi penghalang lain. Derasnya menghalangi pandangan.

Ban mobilnya pecah, kendali mobil hampir hilang. Mereka berhasil membidik nampaknya.

Arin berteriak dan langsung membungkam mulutnya sendiri.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang