31:hari

89 11 0
                                    


         Semua ini terasa singkat. Mereka akan menikah dalam tiga Minggu dan tak ada satupun yang tahu tentang hal ini. Termasuk Olivia sebagai sekretarisnya apalagi Caya sahabatnya.
Arin bisa dituding melakukan tindak penghianat karena hal ini. Semoga saja ia bisa menghadapi Caya.

Evans akan pergi keluar kota, sedangkan pria itu sudah merancang apa yang di butuhkan saat pernikahan.

Sedangkan Arin pulang ke rumahnya untuk membicarakan tentang pernikahan ini, ada banyak hal yang perlu di bahas.
Ia sudah mengirimkan alamat rumahnya pada Evans. Arin tetap harus mengenalkan Evans pada keluarganya bukan.

Saat baru sampai saja ia langsung di sambut oleh keponakannya. Keluarganya yang hangat dan baik. Ibunya hanya tersenyum sejak awal, Arin tebak sang ibu sudah memasang mimik wajah bahagia sejak awal mendengar niatnya dan itu terjadi sampai detik ini.

Ia masih mengadakan ritual makan cemilan, karena ibunya yang sangat pengertian selalu menyediakan banyak cemilan.

"Dia orang mana?"
Pertanyaan yang terlontar dari kakaknya membuat Arin berpikir sejenak untuk merangkai kata. Ia harus membuat Evans berkesan untuk keluarganya.

"Dia tinggal di sekitar apartemen ku." Sejujurnya Arin belum mengetahui Evans berasal dari mana hingga menjawab pertanyaan kakaknya dengan kalimat tak nyambung seperti itu.

"Apa pekerjaannya?"

'Dia Mafia' kata Arin di dalam hati. Tapi tentu saja ia tidak akan mengatakan hal bodoh itu. Karena keluarga nya mungkin akan tertawa karena mengira itu sebuah candaan.
"Dia punya bisnis barang yang lumayan besar"
Jika dilihat lagi atau dibayangkan bagaimana pekerjaan Evans selama ini itu cukup mengagumkan.

Suara ketukan pintu membuat mereka saling bertatapan. Arin segera mengintip siapa tamu yang datang sepagi ini.

Kejutan untuknya, Evans datang dan ayahnya sudah menyabut di depan, dengan tatapan heran pastinya. Walaupun Arin sudah mengatakan berkali-kali pada ayahnya untuk bersikap biasa saja. Nampaknya itu tidak dilakukan oleh ayah Arin.

Arin melemparkan senyum canggung pada Evans, ia harap ini bisa berjalan lancar.

Sementara Arin di dapur bersama kakak dan ibunya. Ia meninggalkan Evans bersama ayahnya.

"Dia ganteng banget, kamu ketemu dia di mana?"
Kakaknya sudah heboh, ya detik ini ia merasa sedikit sombong. Ya memang dirinya sangat beruntung bukan.

"Siapa namamu?"
Ayah Arin memiliki postur tubuh yang besar dan tinggi. Wajahnya sedikit menyeramkan tapi beliau sangat baik hati. Namun, Evans tetap saja merasa canggung.

Ini lebih terasa gugup daripada menjalankan penawaran senjata bersama agen Korea Utara.

"Evans pak"
Ujarnya sedikit kaku. Tangan yang terkepal di atas kedua paha dengan tubuh yang kikuk. Arin yang baru saja datang mentertawakan dalam batin.

Rasanya Evans yang mengerikan seakan sudah menghilang. Sedangkan yang di depannya, Arin mungkin tidak mengenalnya.

Tapi pria itu tetap saja punya tatapan yang mematikan dan misterius.
Dia mengenakan celana kantor dan kaus putih. Dandanan yang terlihat tidak begitu istimewa, tapi Arin sangat menyukainya. Melihat kesederhanaan pria itu atau, karena kebetulan saja dia habis bekerja.

"Evans aja? Gak ada kepanjangannya?"

"Evans Le Guilloux"
Terangnya kembali.

Ayah Arin menatap ke arah ibu Arin.
Nama pria itu memang sedikit asing dan nyentrik, ia harap keluarganya sadar jika Evans adalah pria blasteran.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang