25: Romance Paris

120 9 3
                                    


Arin membongkar kopernya, ia merasa kesulitan karena tidak membawa pakaian yang cocok untuk sebuah Dinner

Sayang sekali tas nya yang berisikan handphone dan dompet serta alat pembayaran lain lupa ia ambil dari Caya.

Tadi saja ia menelpon menggunakan telpon hotel, menghubungi Olivia untuk meminta nomer Evans.

"Kenapa aku ngomong jam tujuh tadi, jika aku belum selesai sampai jam itu bagaimana?"
Ia sedikit menyesali ucapannya.

"Lalalalalala"
Pintu terbuka dan menampakkan Caya yang akhirnya kembali setelah hampir pergi seharian.

"Hai, kenapa kau ngobrak-abrik koper?"
Tanya Caya keheranan sambil menaruh Paper bag.

"Nih tas mu, aku lupa tadi."
Kata Caya.

"Caya sepertinya aku gak bisa ikut kamu malam ini"
Arin harus membatalkan acaranya bukan.

"Kenapa?!"
Tapi wanita itu tidak terlihat sedih tak seperti yang Arin bayangkan.
Dan tiba-tiba ia berubah kembali.
"Em, kenapa? Apa kau ada janji lain?"

"Aku harus makan malam dengan salah satu mitra ku"
Arin tidak berbohong, Evans memang mitranya bukan?

"Ouh, oke. Aku juga harus em, melakukan beberapa hal dan pastinya itu akan membuat mu bosan mami. Pergilah"
Caya tersenyum seperti mendukung.

"Maaf ya"

"It's okey, apa yang akan kamu pakai?"

Arin yang sudah memegang dress navi di tangannya menempelkan kain itu di tubuhnya.
Ia bertanya dengan gerak tubuh apakah baju itu akan bagus.

"Em, apa mitra mu orang kaya yang terkenal? Atau pria tua yang punya anak CEO? Atau artis ganteng yang punya brand besar"

"Ya sejenisnya"

"Tunggu sebentar"
Caya meraih handphone-nya dan melakukan panggilan.

"Helo Jekiees, gimana fashion week mu?
Oh my God this so great...... Oh baby, aku gak baik hari ini, aku butuh bantuan mu. Apa para penata rias masih di Colmar? Yap betul! Ada Belle yang harus kau dandani di sini. Oke aku kirim alamat hotel. Thank you very much, oke see yaa muah"
Caya mengedipkan sebelah matanya.

Arin terkekeh, Jakiees pria yang sedikit ngondek itu adalah penata rias dan pemilik butik yang sangat terkenal di Indonesia. Arin mengenalnya tapi Caya lebih dekat karena ia yang sering bertemu.

Waktu berjalan lebih cepat. Beruntung saja para penata rias datang lebih awal. Caya sudah pergi dari hotel sejak sore. Entahlah dia tidak menjelaskan sesuatu dengan tuntas.

Pasti ada sesuatu yang di sembunyikan wanita itu.
Arin hanya akan menunggu dia menjelaskannya saja.

Ia benar-benar cantik, gaun berlapis berbahan sifon. Pesona yang hampir sama seperti Eiffel tower. Bahkan para perias itu takjub akan hasil mereka sendiri.
Arin mengambil cincin di dalam kotak dan memakainya. Itu sangat indah, kerlip cahaya yang berpendar tak arah.

"Oh cincin yang cantik"
Puji salah satu perias.
Arin hanya tersenyum, bukan hanya cantik namun juga istimewa.

Ia berjalan menuju ke bawah setelah siap.
Saat lift hotel terbuka ia mendapat kejutan karena Evans ada di depan sana.

"Baru saja aku ingin ke kamar mu"
Katanya.

Pria ini biasanya memiliki rambut yang acak-acakan dan kadang hanya di sisir dengan jari. Namun kali ini ia punya aura seorang bangsawan dengan rambut yang rapih.
Tubuh tingginya gagahnya seakan di pertegas dengan tuxido itu, ia makin tampan dan mempesona.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang