12. The Dark Past

70.8K 5.4K 737
                                    

Aku membawa Nadira ke kamar hotel yang biasa aku tempati. Tempat ini bisa membuatnya merasa lebih aman lantara memiliki penjagaan 24 jam.

Selama di perjalanan, Nadira tak berbicara apa pun. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya.

Kondisinya saat ini jelas berantakan. Nadira menggunakan pakaian tidur, dengan rambut yang acak-acakan. Mungkin jika ia tidak datang ke hotel bersamaku, ia akan langsung diusir sejak melewati gerbang satpam.

Aku segera mengatur posisi bantal yang ada di tempat tidur, agar ia dapat menyandarkan tubuhnya dengan nyaman saat tiba di dalam kamar.

"Kamu udah makan?" tanyaku.

Nadira menggeleng.

"Kamu mau makan apa? Biar aku pesenin."

Wanita itu menggeleng lagi.

"Nad, kalo kamu nggak makan, nanti kamu malah sakit."

"Pintunya udah dikunci?" Nadira tak menyahuti ucapanku, ia justru berbicara hal lain.

"Udah."

Nadira terdiam untuk beberapa saat, lalu kembali bersuara.

"Di kulkas kamu ada makanan?" tanya Nadira.

"Cuma ada buah sama frozen food."

"Nanti kalo laper, aku ambil makanan yang ada di kulkas aja," katanya lagi, seraya memerosotkan tubuhnya untuk berbaring.

Aku menarik selimut yang semula hanya menutupi bagian kaki Nadira, lalu menyelimuti bagian tubuhnya.

"Yaudah, kamu istirahat aja dulu," ucapku seraya tersenyum lembut.

Aku baru akan beranjak dari sana. Namun, aku mendapati Nadira yang menahan pergelangan tanganku.

"Kamu mau kemana?" tanyanya, dengan suara ekspresi yang masih ketakutan.

"Aku tidur di sofa."

Aku pun mengambil salah satu bantal yang ada di tempat tidur, demi meyakinkannya bahwa aku tidak akan pergi.

Nadira akhirnya melepaskan tanganku.

Aku berjalan menuju sofa yang menempel dengan tempat tidur. Bukannya aku segitu relanya membiarkan punggungku pegal-pegal dengan tidur di sofa alih-alih tidur bersama Nadira, tapi tipe sofa yang digunakan dalam kamar hotel kami memang sofa bed, sehingga sangat nyaman meski harus tidur di sofa.

Aku tidak bermaksud promosi, tapi hotel kami memang masuk ke dalam jajaran hotel terbaik yang ada di Jakarta. Dari segi fasilitas hingga berdasrakan penilaian pengunjung yang di dukung dengan berbagai data.

"Arsal?"

Suara Nadira membuatku yang sudah berbaring kembali bangkit untuk melihat ke arahnya. "Kenapa, Nad?"

"Aku boleh pinjem telepon? Aku mau ngabarin Fando, kalo aku nggak di rumah dan hp aku rusak."

Aku tersenyum getir, saat kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa Nadira sudah memiliki suami. Lalu apa yang sedang aku lakukan di sini?

Oke. Aku hanya berusaha menolongnya. Tidak lebih. Tidak mungkin lebih, kecuali aku sudah gila.

"Oh, boleh. Nih ... pake aja." Aku pun menyodorkan ponselku pada Nadira.

Nadira menggeleng. "Maksud aku, telepon hotel. Bukan hp kamu."

"Oh ... pake aja, Nad."

Aku memundurkan tanganku. Seharusnya aku paham kan, tidak mungkin Nadira menghubungi suaminya dengan nomor ponselku dan mengatakan ia tengah bersamaku di kamar hotel.

My Gorgeous Sissy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang