Malam minggu, suasana Sky Life tampak ramai dipadati oleh para pengunjung yang meningkat tiga kali lipat dibanding hari kerja. Aku dapat melihat beberapa wajah familier penghias timeline sosial media, alias para circle selebgram yang kini tampak seliweran di setiap sudut night club ini.
Aku baru ingat bahwa malam ini ada DJ tamu yang merupakan anak dari artis terkenal, yang memiliki circle pertemanan dengan para selebgram dan artis-artis muda lainnya. Pantas saja suasana hari ini tampak penuh sesak.
Aku jadi membayangkan berapa keuntungan permalam dari tempat ini, mengingat bahwa founder tempat hiburan malam ini umurnya tak jauh berbeda denganku – malah dengar-dengar, lebih muda dariku – mungkin berkisar di umur 25 atau 26.
Ketika aku masih diperbudak oleh bangsa asing, si pemilik tempat ini sepertinya sudah bermandikan uang hasil usahanya sendiri. Well, meski aku yakin, untuk membuat bisnis ini menjadi semakin besar, ia juga pasti bekerja sama dengan banyak pihak dan tidak menutup kemungkinan ada investasi dari perusahaan asing juga.
Aku tidak tahu sih, meski katanya wanita bernama Tania, yang merupakan pendiri awal club malam ini terbilang friendly dan banyak mengenal para pengunjung tempat ini yang awalnya hanya teman-temannya saja, aku tetap tidak mengenalnya.
Lupakan keuntungan pemilik tempat ini, toh aku tidak kecipratan uangnya juga.
Mataku kini fokus untuk mencari keberadaan teman-temanku, sambil mengeratkan genggaman tanganku dengan Dion yang baru datang bersamaku.
"Pada di mana, Dy?"
Aku berusaha membuka ponselku untuk membaca pesan dari Marsha.
"Table deket bar katanya."
"Wow, hebat amat lagi rame gini bisa open table. Mana saingannya sama selebgram juga," komentar Dion, yang juga menyadari sejak tadi banyak selebgram yang berkeliaran di tempat ini.
"Iya juga, biasa kalo ada acara, pasti table-nya udah pada dibooking."
Kami berjalan menuju meja yang ditempati teman-temanku, lalu melihat ada Marsha dan Lunar yang duduk di sana. Di tengah keramaian ini, sofa mereka tampak lengang lantaran hanya diisi oleh dua orang.
"Buset, lo mau dugem kok pake batik sih, Yon?" cetus Marsha, saat melihat outfit yang digunakan Dion.
"Abis kondangan."
"Sama lo, Dy?" tanya Lunar.
Aku mengangguk, seraya duduk di sebelah Lunar.
"Iya nih. Tapi outfit gue masih oke, kan?"
Aku menunjukkan outfit yang tengah aku gunakan saat ini, yang menggunakan dress berwarna hitam dengan panjang selutut, serta bagian tangan yang bertali tipis, hingga mampu mengekspose bahu dan leherku.
"Emang nggak dipelototin ibu-ibu, lo kondangan pake baju kayak gitu?"
"Tadi pake scraft sih, buat nutup dada sama bahu, biar nggak dipelototin ibu-ibu."
"Cewek lo kemana emang, Yon? Kok tumben, kondangan ngajak Audy?" tanya Lunar.
"Udah putus."
Marsha yang sedang minum, seketika tersedak mendengar berita terbaru yang keluar dari mulut Dion.
"Serius? Sejak kapan? Kok bisa?"
"Minggu kemarin ... yah, gitu deh. Katanya gue nggak perhatian, nggak peduli, nggak serius. Tau ah! Pusing."
"Lo kalo bales chat kelamaan sih, kayaknya. Itu masuk ke bentuk nggak perhatian." Lunar merespon.
"Lo nggak bahas mau nikah kapan, makanya dibilang nggak serius!" Aku turut menimpali, mengingat cerita Dion yang enggan menanggapi saat pacarnya membahas pernikahan, lantaran teman-teman cewek itu sudah menikah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Sissy
Storie d'amore**CERITA MASIH LENGKAP** Audy membenci Arsal, si anak orang kaya berengsek yang pernah tidur dengannya, lalu muncul dengan wajah tak berdosa seraya menggandeng pacarnya yang ternyata adalah musuh Audy. Saat Audy ingin memusnahkan sosok Arsal dari p...