AUDY
Teman-teman tercintaku yang tidak tahu adab bertamu ini mulai berdatangan pada pukul sepuluh malam, sesuai dugaanku.
Dion yang datang lebih dulu , mengaku habis lembur ekstra keras demi mengais rezeki yang katanya tetap tak akan mampu menandingi warisan calon anakku.
Berselang 20 menit, Lunar datang dengan berbagai kantong berisi makanan yang dibawanya, yang membuatku tidak jadi untuk mengomel karena sogokan ini. Sial, aku semakin yakin tidak akan bercita-cita menjadi pejabat negara, sebab aku sangat mudah untuk disogok hal-hal seperti ini.
Yang terakhir, tentu saja Marsha dan Erlan, yang aku yakin sudah sempat menghabiskan satu ronde bercinta di apartemen Erlan sebelum bertandang ke sini. Terbukti dari aroma segar mereka berdua yang tercium jelas, bahwa mereka baru habis mandi. Bukan baru pulang kerja seperti yang lainnya.
"Sal, lo nggak ikut join?" ajak Lunar, saat Arsal datang ke kamarku untuk sekadar menyapa teman-temanku.
"Besok pagi aja deh, gue capek banget hari ini, Lun."
"Pasti capek banget sih jadi suami Audy, lo udah diapain aja, Sal?"
Aku langsung melotot pada Dion yang menuduhku sembarangan.
Yaah, perasaan aku tidak banyak tingkah. Mungkin sedikit sih.
"Uh, mantep lah pokoknya." Arsal tertawa pelan, menanggapi ucapan Dion dengan santai.
Arsal yang duduk di tepi ranjang pun beranjak, untuk kembali ke kamar kami.
Untuk yang masih bingung tentang penyebutan kamar-kamar di rumah ini, biar aku perjelas sekali lagi.
Kamar kami, adalah kamar utama yang aku tempati bersama Arsal.
Kamar aku, tentu kamar yang sebelumnya aku tempati di rumah ini. Begitu pun dengan kamar Arsal, yang berada di sebelahku, akan tetap menjadi kamarnya.
Mungkin kami akan mengubah kepemilikan kamar-kamar ini saat nanti anak kami sudah lahir, atau saat kami memiliki beberapa anak yang akan berebut kamar.
Oke, hamil saat ini saja, aku sudah stres. Bisa-bisanya aku berpikir untuk hamil-hamil berikutnya agar memperoleh beberapa anak.
"Pintu kamar nggak aku kunci ya. Kamu tidur sama aku, kan?" tanya Arsal memastikan, sebelum ia benar-benar pergi.
Aku mengangguk. "Iya, kalo aku tidur di sini, formasinya bahaya."
"Bahaya gimana?"
"Nanti Erlan sama Marsha maksa minta sekamar, terus kayak biasanya, aku tidur bareng Lunar dan Dion."
"Jadi setelah nikah, lo udah nggak mau tidur bareng gue lagi, Dy?" Dion tampak berekspresi sok sedih dengan pertanyaannya yang ambigu, seolah kami sering tidur bersama dalam artian lain.
"Jadi, selama ini kamu suka tidur bareng Dion?" Arsal ikut terpancing dan menatapku histeris.
"Diem lo!" Aku melempar salah satu bantal ke arah Dion. "Maksudnya tidur bareng ya tidur aja, nggak ngapa-ngapain."
"Emang bisa, cewek-cowok tidur bareng seranjang nggak ngapa-ngapain?"
"Kamu doang sih yang nggak bisa!" Aku membalikan ucapan Arsal yang skpetis, agar ia tidak perlu memusingkan celotehan asal teman-temanku.
"Sumpah, Sal! Gue nggak pernah ngapa-ngapain sama Audy! Ya kali, gue juga nggak gila, temen sendiri ditidurin! Nidurun cewek gue aja nggak pernah!"
Dion yang akhirnya tidak nyaman juga, karena Arsal masih sesekali meliriknya dengan tatapan siap untuk menendangnya dari rumah ini, langsung mengklarifikasi kalimat sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Sissy
Romansa**CERITA MASIH LENGKAP** Audy membenci Arsal, si anak orang kaya berengsek yang pernah tidur dengannya, lalu muncul dengan wajah tak berdosa seraya menggandeng pacarnya yang ternyata adalah musuh Audy. Saat Audy ingin memusnahkan sosok Arsal dari p...