75. The Fearful Dominoes

24.6K 2.1K 211
                                    

AUDY

Rumah kami menggelar konser dadakan dengan menampilkan musisi yang tengah aku idam-idamkan.

Di samping kolam renang yang ada di rumah ini, Bilal Indrajaya dengan timnya kini sedang menyanyikan lagu andalan mereka yang membuat aku dan teman-temanku menyayi bersama-sama.

Jantungku berdebar kencang, meletup-letup bahagia karena keinginanku untuk menonton penampilan panggung Bilal tercapai juga. Meski sempat nyaris digagalkan Arsal, tapi berakhir dengan Arsal pula lah yang mengangkut sosok penyanyi ini ke dalam rumah.

Ini cukup gila. Entah bagaimana cara Arsal membawakan musisi yang baru saja tampil di acara lain, tiba-tiba bertandang ke rumah kami. Aku juga enggan pusing-pusing memikirkannya, biarkan itu menjadi kepusingan Arsal.

"Biar tertawa, ia peduli, meskipun ditinggal lari. Berbisik lirih di ujung malam, tanpa arah dan tanpa tujuan, berbisik lirih di ujung malam, tanpa arah dan tanpa tujuan. Oh, bunga termekar yang ia temui..."

Aku dan teman-temanku ikut bernyanyi bersama sosok musisi yang lagunya masuk ke dalam playlist sspotify kami.

Hanya Arsal yang tampak tidak ikut bernyanyi, yang sepertinya ia memang tidak tahu lagu-lagu Bilal Indrajaya. Tidak aneh sih, sosok Bilal memang belum banyak dikenal di industri musik umum. Bukannya aku sok skena atau sok indie, tapi faktanya memang begitu, kebetulan saja aku tahu karena diracuni oleh playlist Dion.

"Dy, lo nggak ada rencana ngidam nonton JKT 48?" kata Erlan, di tengah suara musik yang menemani malam syahdu kami ini.

Oke, aku harus mengakui hal ini, alasan sosok Bilal sampai bernyanyi khusus di dalam rumahku tentu tak luput dari agenda ngidam yang sepertinya belum berakhir ini.

"Jangan mau, Dy! Yang ada rumah lo nanti kayak diserang ormas, mereka 'kan rame banget." Marsha buru-buru menyanggah pertanyaan Erlan.

(Baca cerita Marsha - Erlan : Heart of Harmony di karya karsa)

"Gue juga nggak suka sih, nggak paham juga konsep grup mereka gimana, kenapa orangnya beda-beda terus."

"Nanti gue jelasin."

"Nggak! Nggak! Maksudnya kamu nyuruh Audy undang ke sini, biar kamu bisa kenalan secara langsung, gitu? Iya, kan?" Marsha langsung berkacak pinggang, menatap kesal ke arah Erlan.

Aku buru-buru menarik Arsal agar menjauh dari pasangan prik itu. Bayi di dalam kandunganku tidak boleh dekat-dekat dengan aura aur-auran mereka.

Tepuk tangan meriah seketika riuh saat Bilal mengakhiri lagu Biar yang merupakan single pertamanya di permusikan tanah air.

Bilal menyapa kami sekadarnya, menceritakan perjalanannya ke tempat ini yang sesungguhnya tidak ada di dalam jadwal, lalu lanjut menyanyikan lagu terbarunya.

"Sal," panggilku.

Arsal yang tengah bersenandung, berusaha mengikuti musik yang tengah dibawakan, menoleh ke arahku.

"Ya, Sayang?"

Aku tersenyum pelan, jika dipikir-pikir, panggilan 'Sayang' ini lebih banyak keluar dari mulutnya dibanding aku yang masih lebih sering memanggil namanya.

"Thank you, Sayang."

Aku menghambur ke pelukannya, diiringi instrumen musik yang mendayu-dayu, seolah menjadi latar untuk kami saling melepas lelah atas banyaknya pertengkaran yang terjadi belakangan ini.

"Anytime, Babe." Arsal mendaratkan kecupan hangat di keningku, membuat mataku refleks terpejam.

Tangannya terasa mengusap bagian belakang kepalaku, seraya mengeratkan pelukan kami, hingga suara Dion yang menghancurkan moment syahdu ini.

My Gorgeous Sissy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang