Audy
Semesta memang gemar bercanda.
Oke, aku tidak se-indie itu sebenarnya sampai membawa-bawa semesta. Namun, jika ini ulah semesta yang sedang bercanda, aku akan mengatakan padanya bahwa bercandaannya sama sekali tidak lucu.
Berengsek! Aku masih mengingat kalimat itu dengan jelas, yang membuat emosiku yang belum reda ini kembali tersulut.
Sialnya, si penyebab emosiku yang tak kunjung reda itu, kini harus berbagi udara di tempat yang sama denganku dalam beberapa jam ini.
Tanganku meraih pintu belakang mobil, berniat untuk membukanya dan segera masuk ke dalam.
"Lo ngapain duduk di belakang? Gue bukan supir." Suara Arsal segera memprotes tindakanku.
"Cowok gue posesif, gue nggak boleh deket-deket sama cowok lain."
Arsal berdecak pelan. "Gue bukan cowok lain. I'm your brother."
"Halah, bacot! Ya, lo pikir aja, emang gue masih sudi duduk di sebelah lo setelah kejadian kemarin?"
"Udah seminggu yang lalu loh, Dy. Kita nggak bisa baikan aja? Ini perjalanan kita lumayan jauh, masa mau marahan gini terus?"
"Jauh apanya, cuma ke Sentul doang. Paling lama juga dua jam."
"Kalo di jalan gue ngantuk, terus butuh temen ngobrol, gimana?"
"Telpon temen-temen lo lah, kalo ada."
Arsal tersenyum kecut, saat mendengar ucapanku yang sarat akan satir.
"Oke, kalo lo mau duduk di belakang." Arsal akhirnya menyerah. "Gue cari Pak Man dulu, biar gue bisa nemenin lo duduk di belakang."
Arsal memang berengsek!
Dia tidak paham bahasa manusia atau gimana? Aku tidak mau duduk di depan, karena enggan berada di sebelahnya. Apa bedanya jika lelaki itu ikut duduk di belakang?
"Yaudah, gue naik bus aja. Lebih aman dari polusi napas lo."
"Oh, God! Oke-oke, lo duduk di belakang. Gue yang nyetir."
Setelah Arsal benar-benar menyerah, aku pun melanjutkan langkahku untuk masuk ke kursi belakang dari mobil Arsal.
Ingat perkataanku yang membahas semesta tadi? Well, ini lah ulah semesta yang malah mempersatukanku dengan Arsal dalam sebuah acara yang bahkan tidak aku kenal-kenal amat si penyelenggaranya.
Papa tiriku yang seharusnya menghadiri acara salah satu kerabat dekat keluarga mereka ini mendadak tidak bisa hadir, karena jadwal pesawatnya yang delay. Aku bahkan tidak tahu, sosok papa tiriku itu sedang berada di kota atau negara mana. Suami baru Mama itu terlalu sibuk, sampai aku jarang melihatnya ada di rumah.
Sepertinya, aku hanya melihatnya satu atau dua kali dalam setiap minggu. Wah, hebat juga Mama tahan ditinggal-tinggal begini. Padahal, Mama menikah lagi agar tidak kesepian.
Eh, tidak tahu juga sih. Siapa tahu, Mama memang menikah demi harta.
Alhasil, Papa Ardio jadi meminta Arsal untuk menghadirinya. Yang mana acaranya itu adalah pertunangan teman sekolah Arsal. Katanya sih masih ada ikatan keluarga jauh, meski aku tidak tahu sejauh apa.
Papa Ardio secara langsung menelponku, untuk memintaku menemani Arsal hari ini. Aku sudah berusaha menolak, tapi Papa terus memohon-mohon sampai menjanjikan untuk membelikanku luxury bag.
Lihat lah perbuatan semesta yang kejam ini. Aku kesulitan untuk menolak sogokan yang menggiurkan begini, dan rela menahan emosiku dalam beberapa jam terjebak dengan Arsal, demi Louis Vuitton yang tidak mampu aku beli dengan gajiku itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Sissy
Romance**CERITA MASIH LENGKAP** Audy membenci Arsal, si anak orang kaya berengsek yang pernah tidur dengannya, lalu muncul dengan wajah tak berdosa seraya menggandeng pacarnya yang ternyata adalah musuh Audy. Saat Audy ingin memusnahkan sosok Arsal dari p...