"Berengsek! Nih pintu, kenapa sih?"
Pukul dua dini hari, aku terbangun dari tidur saat mendengar suara Audy yang merapalkan sumpah serapah, diiringi beberapa kali gebrakan pada pintu kamarnya.
Aku yang merasa terganggu pun keluar dari kamar, lalu melihat sosok Audy yang berdiri di depan pintu kamarnya seraya mengotak-atik kenop pintu agar bisa terdorong ke belakang.
Audy menoleh ke arahku, saat mendengar suara pintu di kamar sebelah yang terbuka.
Aku dapat melihat sosoknya yang setengah sadar, yang aku perkirakan baru pulang dari night club. Entah kapan Audy keluar dari rumah, tapi sejak aku pulang kerja tadi, Audy sudah tidak ada di rumah dan aku baru melihatnya sekarang.
"Kenapa, Dy?" tanyaku.
"Pintu kamar gue nggak bisa kebuka!" keluh Audy, seraya menggebrak pintu kamarnya dengan kesal.
Aku pun berjalan mendekat, untuk memeriksa pintu kamarnya yang dikatakan tidak bisa terbuka itu.
"Coba minggir."
Audy menyingkir dari depan pintu, membiarkanku untuk mencoba membuka pintu kamarnya.
Kunci kamar Audy masih tergantung pada kenop pintunya, aku mencoba memutarnya sebagaimana fungsi kunci itu seharusnya. Lagi pula, kenapa sih kamar ini pakai dikunci? Aku tidak pernah mengunci kamarku agar mudah untuk dibersihkan, kamarku juga tidak seperti kamar Papa yang menyimpan banyak banyak brankas.
Dan aku cukup yakin di kamar Audy tidak mungkin ada brankas, kan?
"Bisa nggak?" tanya Audy.
Aku masih berusaha memutar kunci tersebut sambil menggenggam gagang pintu dan mendorongnya.
"Nggak bisa."
Aku pun menyerah dan enggan berkutat lagi dengan pintu tersebut yang sulit dibuka.
"Masa nggak bisa sih? Terus gue tidur dimana?"
"Di kamar gue aja."
Audy langsung melotot, mendengar ide yang baru aku cetuskan.
"Di rumah ini, nggak ada kamar tamu?" tanyanya.
"Kamar yang lo pake, itu kamar tamu. Ada satu kamar lagi, tapi berantakan banget, nyaris kayak gudang karena banyak ditaro barang-barang."
Audy berpikir sebentar, aku dapat menangkap aroma alkohol dari bibirnya, tapi kesadarannya masih cukup baik untuk memperdebatkan masalah kamar ini.
"Oh ... Mama sama Papa lagi pergi, kan? Gue tidur di kamar mereka aja."
Aku menggeleng. "Kamar Papa selalu dikunci, kalo lagi nggak di rumah."
Seperti penjelasanku di atas, banyak sesuatu yang penting dan berharga di kamar Papa. Sehingga Papa selalu mengunci kamarnya setiap kali tidak di rumah dan hanya mengijinkan ART membersihkan kamarnya saat ia sedang di rumah.
Aku cukup mengetahui bahwa Papa memiliki trust issue terhadap barang-barang pribadinya sejak kasus penangkapan dulu. Kejadian yang cukup membuat rumah ini menjadi suram dan berantakan.
Wajah Audy tampak kelelahan, mungkin jika ia dalam kondisi fresh, aku yakin ia akan memilih untuk menginap di rumah salah satu temannya.
"Dobrak aja deh," kata Audy lagi, yang masih berusaha untuk membuka pintu kamarnya.
"Kalo di dobrak, ngebenerin pintu malah lebih ribet lagi. Mending nunggu besok dan panggil tukang kunci."
"Yaudah, iya! Gue tidur di kamar lo! Awas lo macem-macem!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Sissy
Romance**CERITA MASIH LENGKAP** Audy membenci Arsal, si anak orang kaya berengsek yang pernah tidur dengannya, lalu muncul dengan wajah tak berdosa seraya menggandeng pacarnya yang ternyata adalah musuh Audy. Saat Audy ingin memusnahkan sosok Arsal dari p...