ARSAL
"Arsal, tunggu!"
Panggilan tersebut membuat gerakanku yang hendak memasuki mobil terhenti, lalu mencari asal suara yang barusan memanggil namaku.
Seorang lelaki tampak mempercepat langkahnya untuk berjalan ke arahku. Mataku memicing untuk beberapa saat, menyadari siapa sosok yang sok akrab memanggil-manggilku di parkiran begini.
"Gue nebeng pulang dong, sopir gue nggak jadi jemput karena harus nganter istri gue ke bandara."
Aku masih terdiam, memandangi sosok tersebut yang sudah bersikap kelewat sok akrab lagi.
Aku tidak terlalu keberatan apabila ada yang nebeng di mobilku, selama aku memang mengenalnya dan hubungan yang terjalin di antara kami cukup baik.
Namun, lelaki ini siapa? Aku bahkan tidak kenal-kenal amat sampai harus memberikan tumpangan untuknya.
"Lo nggak bisa pesen taksi?" Aku yang jelas keberatan, segera memberikan opsi yang lebih logis untuk Romeo, teman dari mantannya istriku ini, yang tidak mungkin tidak memiliki uang untuk membayar taksi.
"Emang lo nggak bisa nganter gue? Kayaknya kita searah."
"Nggak. Gue nggak searah sama lo."
"Tadi gue nanya ke bokap lo, katanya lo tinggal di Pondok Indah. Kayaknya kita tetangga komplek deh."
"Rumah lo di mana, biar gue yang pesenin taksi."
Aku mengeluarkan ponsel untuk menyelesaikan interaksi dengan orang aneh yang masih berdiri di samping mobilku.
Malam ini, aku menghadiri acara perjamuan makan malam yang diadakan oleh Syadiran Group, perusahaan milik keluarga dari sosok sok akrab di hadapanku ini.
"Nggak usah, gue nebeng sama lo aja, nggak papa."
Si berengsek ini tiba-tiba saja sudah masuk ke dalam mobilku, yang membuat mataku langsung melotot.
Aku segera memasuki mobil untuk memprotes aksi Romeo yang cenderung memaksa ini.
"Lo ngapain sih? Keluar! Gue nggak mau nganter lo."
Romeo malah memasang sabuk pengaman di kursi penumpang mobilku.
"Gue cuma mau memperbaiki hubungan baik sama lo aja sih, mengingat proyek gue lagi banyak sama Garafiant."
Aku berdecak pelan, entah sudah berapa banyak orang yang terobsesi untuk mengakrabkan diri denganku untuk hal-hal semacam ini. Padahal aku sama sekali tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terkait proyek-proyek besar di luar jobdesc-ku.
"Gue nggak ngurusin proyek lo, jadi mending lo keluar!"
"Bokap lo yang nyuruh gue buat akrab sama lo, katanya biar lo punya temen yang beguna dikit buat bisnisnya."
Aku mendengus kesal.
Papa masih berusaha untuk menarikku ke dalam hireaki bisnis yang sudah sering aku tolak.
Aku yang sudah malas berdebat lebih panjang, akhirnya membiarkan Romeo tetap di posisinya. Mengomel pada Romeo jelas tidak akan berguna, saat dalang semua ini adalah papaku.
"Lo masih dendam masalah Gibran, ya?"
Ternyata mulut Romeo memang tidak bisa diam, baru beberapa menit aku mengemudikan mobil menuju rumahnya yang memang searah dengan rumahku, ia sudah membahas hal tidak penting.
"Nggak, gue juga udah nikah sama Audy."
"Nah itu! Akhirnya lo juga 'kan yang nikah sama Audy, kenapa lo masih dendam sama gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Sissy
Romansa**CERITA MASIH LENGKAP** Audy membenci Arsal, si anak orang kaya berengsek yang pernah tidur dengannya, lalu muncul dengan wajah tak berdosa seraya menggandeng pacarnya yang ternyata adalah musuh Audy. Saat Audy ingin memusnahkan sosok Arsal dari p...