ARSAL
Saat melihat mobil Papa terparkir di garasi, aku pun bergegas untuk mempersiapkan diri sebelum menghadapi Papa dan memberitahukan kabar mengejutkan ini.
Meminta izin menikah pada Papa mungkin tidak terlalu sulit. Papa tidak pernah menyuruhku untuk mendekati anak dari pengusaha lainnya yang mana bertujuan untuk menyatukan dua perusahaan agar semakin kuat.
Singkatnya, Papa tidak pernah ikut campur dengan kehidupan asmaraku. Semoga saja dalam kasus ini juga masih begitu.
Aku mengetuk pintu ruangan kerja yang berada di dalam kamar Papa, yang langsung disahuti suara Papa dari dalam.
"Ya, masuk."
Papa mengangkat kepalanya dari layar laptop yang semula menjadi fokusnya. Tatapannya yang terkenal seringkali mengintimidasi lawan bicaranya kini mulai terasa menerobos isi pikiranku, berupaya untuk menebak kedatanganku ke tempat ini yang mana sangat jarang aku lakukan.
"Ada apa, Arsal? Tumben kamu nyamperin Papa."
"Ada kabar penting yang mau aku kasih tahu ke Papa."
Aku duduk di sofa yang ada di ruangan ini, sementara Papa tetap duduk di kursi kerjanya.
Aku benar-benar tidak habis pikir, apa lagi yang Papa kerjakan setelah pulang bekerja seharian penuh. Seolah waktu selama di kantor masih belum cukup untuk menyelesaikan semuanya.
Aku bisa memahami betapa muaknya Mamanya Audy menghadapi jam kerja Papa yang semakin tak kenal waktu.
"Good news or bad news?"
"Good news."
Well, aku tidak bohong.
Kabar ini sangat baik untukku. Jika menurut Papa nantinya itu bukan kabar yang cukup baik, itu tentu menjadi urusan lain.
"Kamu mau mulai pegang—"
"Bukan itu." Aku langsung memotong cepat, sebelum Papa menyelesaikan kalimatnya yang sudah dapat aku tebak.
Rupanya Papa masih berharap bahwa aku tertarik untuk mengambil alih posisi-posisi penting di perusahaan.
"Ok, then?"
"Aku mau nikah bulan depan."
Mata Papa membesar untuk beberapa saat, tapi di detik berikutnya, ia tidak terlalu terkejut.
"Kamu hamilin anak orang?"
Sial. Bisa-bisanya Papa langsung menebak ke arah sana.
Oke, meski tidak sulit menebaknya saat aku mengumumkan kabar pernikahan secara mendadak begini.
"Iya." Aku menyahut singkat. "Anak mantan istri Papa. Aku mau nikah sama Audy."
Ekspresi Papa kini baru benar-benar terkejut medengar lanjutan kalimatku.
Papa sampai tidak mampu berkata-kata untuk beberapa saat. Tangannya kini mulai terangkat untuk memijat pelipisnya yang mendadak pening.
"Kamu jangan bercanda ya, Arsal!"
"Aku nggak becanda. Usia kandungannya udah tiga bulan."
"Arsal, nikah itu nggak main-main!"
"Aku nggak bilang mau main-main. Aku serius mau nikah sama Audy! Kita udah punya hubungan jauh sebelum Papa nikah sama Mamanya Audy."
Aku tidak sepenuhnya berbohong. Kami sudah pernah tidur bersama sebelum kembali bertemu menjadi saudara tiri.
"Mamanya Audy sudah tahu tentang ini?" tanya Papa, berusaha untuk tetap waras setelah mendengar kabar dariku yang ternyata tidak cukup baik untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Sissy
Romance**CERITA MASIH LENGKAP** Audy membenci Arsal, si anak orang kaya berengsek yang pernah tidur dengannya, lalu muncul dengan wajah tak berdosa seraya menggandeng pacarnya yang ternyata adalah musuh Audy. Saat Audy ingin memusnahkan sosok Arsal dari p...