33. Maaf

12.4K 1.3K 93
                                        

1 Juni 2022. Jeng.. Jeng.. Jeng..

Di sisa pendakian menuju puncak gunung, Cantika tak lagi fokus pada pendakian dan sibuk sendiri dengan pemikirannya setelah mengetahui bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang disebut dengan ‘kuliah'. Beberapa kali tersandung batu dan hampir terjatuh, untungnya ada Dirga yang selalu sigap menangkap. Kejadian tersebut terus berlangsung bahkan ketika mereka telah sampai di puncak gunung yang tingginya tidak seberapa itu.

Merasa tak tahan melihat Niana yang terus merenung dan menyendiri, akhirnya Dirga menghampiri Niana yang tengah duduk termenung sendiri di atas batu besar. Beda dengan Pargata yang malah berpikir jika Niana makin mirip dengan patung yang ada di rumahnya.

“Sayang banget pemandangan indah kayak gini dicuekin” ucap Dirga sembari mengambil duduk di samping Niana.

Cantika menoleh ke arah Dirga yang tengah asik memandang pemandangan alam yang ada di depannya. Cantika tak memberikan tanggapan apapun pada perkataan Dirga. Sempat membuka mulut namun ditutup kembali karena enggan. Merasa bingung harus berbicara apa.

“Jangan lupa ya kalau gue akan selalu ada buat lo” ucap Dirga sembari tersenyum tanpa mengalihkan atensinya dari pemandangan yang ada di depannya “Apapun itu yang akan terjadi kedepannya, lo nggak sendiri”

Cantika menatap Dirga dalam. Dan Dirga yang tahu jika diperhatikan, dengan sengaja tak membalas tatapan yang diberikan oleh Cantika.

Hening selama beberapa menit hingga akhirnya Cantika beranjak pergi dari Dirga. Tak ada niat dari Dirga untuk menghentikan kepergian Niana. Hanya mengamati setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh Niana.

PLAK!!

“Aduh” mendapat geplakan ringan di belakang kepalanya membuat Pargata mengaduh lirih.

“Gue minta maaf” Cantika mengulurkan tangan meminta maaf kepada Pargata.

Semua yang melihat tingkah Niana menjadi bingung sendiri.

“Sopan banget lo abis mukul langsung minta maaf” gerutu Pargata sembari mengusap-usap kepalanya yang masih terasa sakit.

“Gue minta maaf karena udah mukul lo kemarin. Gue nyesel mukul lo. Harusnya gue juga nendang, jambak sama nyekik lo, bahkan kalo bisa gue pengen buang lo ke rawa-rawa. Nyesel banget gue kemarin cuma mukul lo”

“Lo minta maaf apa minta ribut?” tanya Rando yang mendengar cerocosan Niana.

“Ya, abis gue masih belum bisa maafin perkataan dia kemarin”

“Kalau lo masih marah, kenapa minta maaf?” bingung Rando.

“Kan yang minta maaf gue, jadi kalau dimaafin berarti gue udah nggak ada salah sama dia dan dia nggak berhak marah sama gue lagi. Tapi karena dia belum minta maaf dan gue belum maafin dia, gue masih berhak marah”

“Gue nggak paham sama logika lo” Anjas menatap aneh Niana.

“Hmmm dapat dipahami” Pargata manggut-manggut.

“Darimananya?” tanya Anjas dan Rando hampir bersamaan.

“Udahlah nggak usah dengerin omongan mereka, ikutan gila nanti” Bima dan mulut pedasnya.

Dimulai dari Bima dan diikuti oleh Anjas dan Rando mereka meninggalkan Niana dan Pargata bertiga. Iya bertiga, satunya ada Adimas yang sedari tadi dengan setia mendengarkan dengan seksama interaksi antara Niana dan Pargata.

“Ketinggalan” Bima kembali lagi dan mengangkat Adimas seperti karung beras. Adimas yang tenaganya sudah habis hanya bisa pasrah meski enggan pergi.

Leave me aloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang