45. Haruskah?

4.3K 368 38
                                        

28 Juni 2024

“Siapa yang nggak tau coba?” respons Bima enteng.

Liliana tercekat dengan tanggapan teman-teman Niana yang kelewat santai. Seakan hal yang baru disampaikannya bukan hal besar yang patut dibicarakan.

Tak seperti ini. Seharusnya tak seperti ini. Seharusnya mereka takut dengan Niana dan mulai meninggalkannya. Mereka terlampau santai, seharusnya mereka memasang wajah terkejut seperti yang lainnya. Misalnya seperti Satria yang menatap Niana dengan pandangan nanar. Dan Liliana tahu jika tatapan itu bukan pertanda yang baik untuknya.

“Ayo pergi!” ajak Dirga pada Niana yang masih saja sibuk berebut makanan dengan Bima dan Pargata di situasi seperti ini.

Pargata dan Bima senyum kemenangan pada Niana yang menatap sedih makanannya. Makanan yang dibelinya adalah makanan limited edition yang dibuat oleh siswa jurusan tata boga, belum tentu akan ada lagi nantinya karena mereka hanya mencari nilai tugas. Sebenarnya tak hanya dia yang memesan makanan anak jurusan tata boga, tapi kebetulan makanan yang dipesannyalah yang paling cocok dengan lidah mereka.

Baru saja berdiri seseorang telah mencekal tangan Cantika, menariknya dengan paksa agar Cantika semakin mendekat padanya. Mengetahui siapa pelakunya, tak tinggal diam, Cantika berusaha melepaskan tangannya dari cekalan orang tersebut. Namun sesuatu menghentikan berontakan Cantika. Sebuah tatapan. Tatapan kasihan yang Cantika benci, terutama datang dari seorang seperti Satria.

Dirga dan Liliana dengan sigap memisahkan keduanya dengan alasan berbeda. Dirga untuk menyelamatkan Niana sedangkan Liliana untuk menyelamatkan hubungannya. Satu misi beda visi.

Mengetahui jika keadaan akan semakin memburuk, Dirga menarik lembut tangan Niana untuk pergi menjauh dari dua orang yang pasti akan menyeret Niana dalam pertengkaran mereka. Mengetahui niat Dirga, Satria berusaha menggapai Niana kembali namun Liliana dengan sigap menghentikan Satria.

“Minggir Li!” perintah Satria dengan menahan kesal.

“Nggak” jawab Liliana dengan menahan tangis.

“Minggir!” Satria mulai tak sabaran karena melihat Niana sudah keluar dari area kantin.

Liliana bergeming tak mengindahkan kemarahan Satria. Liliana memiliki firasat jika saat ini dia membiarkan Satria menyusul Niana, maka tak akan ada harapan untuk hubungannya dengan Satria di masa depan. Maka dari itu saat ini Liliana akan melakukan apapun agar Satria tidak meninggalkannya bahkan jika dia harus mengorbankan harga dirinya di hadapan hampir seluruh warga sekolah.

“Kita bicarakan masalah kita nanti!”

“Kenapa nggak sekarang? Kamu mau nyusul Kak Niana? Setelah nyusul kamu mau apa? Mau ngajak dia balikan?”

“Liliana stop! BERHENTI BERTINGKAH KEKANAKAN!”

Bentakan Satria berhasil membuat air mata Liliana lolos dengan derasnya. Dibentak Satria memang menakutkan, tapi bukan bentakan Satria yang membuat Liliana menangis. Fakta bahwa Satria yang selalu bersikap manis padanya kini mulai membentaknyalah yang membuat hatinya sakit. Mau tidak mau Liliana harus mengakui jika ada ruang untuk Niana di hati Satria, terlepas dari besar-kecilnya ruang tersebut.

“Maaf aku nggak bermaksud ngebentak kamu” Satria dengan lembut menghapus air mata yang terus mengalir dari mata Liliana.

“Kamu mau ninggalin aku?”

“Enggak Li”

“Kamu mau ninggalin aku kan?!” Liliana sedikit meninggikan nada suaranya.

“Aku nggak akan pernah ninggalin kamu”

Leave me aloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang