Perkara Pelet dan Cinta

155 7 4
                                    


Aran terlihat galau, ia menopang kepala dengan kedua tangan. Setelah itu, Aran mengangkat cangkir kopi. Tiba-tiba Angku muncul dengan suara lantang memanggil Aran.

"Mas!"

Sontak Aran kaget, pemuda itu menyemburkan air kopi. Cairan hitam memenuhi wajah Angku.

"Buih!" Angku mengusap wajah.

Awalnya Angku hendak berbicara dengan Aran tetapi karena insiden barusan Angku mengurungkan niatnya. Dirinya pergi dengan muka kusut, sementara Aran masih sock dengan mengelus-elus dada.

Orang-orang di sekitar memperhatikan aksi mereka berdua seperti tontonan topeng monyet. Kemudian muncul Johar yang memerintahkan mereka kembali bekerja yang tak mau tahu alasan mereka berkerumun.

"Pada ngapain kalian ngumpul-ngumpul? Ayo bubar, kerja lagi!"

Saat itu juga Juli muncul dengan wajah berseri. Ia mendekat lantas disambut oleh Johar seakan baru saja menerima prestasi hebat hingga pimpinan itu menyanjung Juli.

Juli berbicara seakan ia terlihat paling bisa di bidang marketing yang tanpa sadar oleh Johar bahwa dirinya sedang dalam pengaruh.

"Lihat! Saya telah membuktikan pada perusahaan ini, Pak."

"Naiknya omset karena kerja keras saya."

Memang beberapa hari belakangan ini omset dari perusahan tersebut meningkat hingga pujian dari Johar sepatutnya dilontarkan pada karyawan baru itu.

"Kerjamu memang bagus, selamat ya." Johar bangga. Juli menyambut dengan menunduk.

Sementara, suasana di ruang kerja lain.

"Aku sebel sama Aran, masa dia nolak gua lagi! Padahal semua cowok di sini semuanya aku tolak karena aku tau mereka para cowok jelalatan. Lah sekarang giliran gua yang ditolak oleh laki-laki."

Mendengar kalimat Aurora, Ina hanya tertawa senang melihat temannya sedang gusar.

"Makanya, jangan pilih-pilih, itu namanya karma!"

"Besok aku coba dengan cara lain." Aurora menatap sebentar.

Ina hanya mengangguk berulang sambil mulut melebar. Aurora menyusun kertas-kertas di meja kemudian menjadikan satu di dalam map biru.

Benar saja, hari telah bergulir.

Aurora telah mempersiapkan kotak kuning dengan penutup gambar mickey mouse. Di dalam kotak tersebut adalah nasi goreng spesial untuk Aran sebagai makan siangnya. Ia percaya diri mendatangi pemuda idaman. Ia berdiri di depan meja Aran yang saat itu sedang mendesain layout website.

Aurora menyodorkan kotak itu, awalnya Aran kaget karena tiba-tiba wanita itu justru tampil lebih cantik dengan semerbak aroma wangi.

"Kalo gak ada waktu buat makan bersama, aku bikinin nasi goreng plus telor mata sapi dan sosis." Aurora tebar pesona.

Aran menggelengkan kepala karena aura kecantikan wanita membuatnya hilang fokus. Apalagi, postur tubuh wanita itu padat berisi, gairahnya bangun. Ia mengambil kotak kuning itu ragu-ragu.

"Dimakan ya!"

Aurora mendekatkan wajahnya ke Aran sementara tubuhnya sedikit bergoyang sembari kedua tangannya ia lipat ke belakang.

"I-iya, pasti dimakan." Mata Aran cemas

Melihat perempuan baru saja dari meja kerja Aran. Beberapa karyawan laki-laki berdiri lalu terpesona dengan kecantikan Aurora.

"Seksi banget," kata salah satu dari mereka, terlihat air ludahnya menetes.

Aran membuka kotak tersebut, terlihat nasi goreng dengan toping telur, sosis, serta sayuran seperti mentimun dan tomat. Aran hendak menyendok namun, tindakan pemuda itu berhenti. Perasaannya mulai tidak enak hingga mengurungkan niatnya untuk menyuap. Ia diam namun matanya seperti boneka barbie hanya larak-lirik. Ia buru-buru menutup kotak nasi tersebut. Aran beranggapan perempuan seksi itu main curang, ia mengira di dalam nasi tersebut berisi pelet karena telah beberapa kali menolak ajakan Aurora.

Di saat itu muncul Angku, pucuk cinta ulam pun tiba, Aran memberikan kotak tersebut.

"Sebagai minta maafku, ini aku kasih nasi goreng spesial." Aran buru-buru menyodorkan.

Angku justru terlihat tidak enak karena ia mengetahui bahwa kotak tersebut berasal dari Aurora. Angku garuk-garuk kepala sambil menunjukkan ekspresi kusut.

"Mas, ini kan dari Mbak Rora, sayangnya lho mas, kalau gak dimakan. Kok malah dikasih ke saya, memangnya kenapa?"

"Takut ada peletnya, kalo kamu yang makan kan kamu nanti yang jatuh cinta sama Aurora." Aran berkata enteng.

Ucapan Aran barusan membuat wajah Angku berubah bahagia. Angku berpikir bahwa ini kesempatan dapat pacar bidadari seperti Aurora, karena selama ini juga masih melajang. Angku senang sampai cium tangan, ia pamit sambil berangan-angan apa yang diucapkan oleh Aran barusan benar.

Jalur PeletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang