Berubah Drastis

45 1 0
                                    


Aran dan Angku menuju rumah Aurora. Aran kaget melihat mobil Aurora terparkir di depan rumah. Aran menuntun motor mendekati mobil tersebut. 

"Kenapa Mas?"

"Lu gak liat ini mobilnya Aurora?"

Aran memperhatikan mobil itu tidak ada yang aneh. Tak lama kemudian Aran mengetuk pintu. Bi Ijah membuka pintu.

"Bi apa betul Aurora sudah pulang?"

"Betul Den, dia pulang siang tadi. Lho apa gak ngabarin?"

"Gak Bi." Aran menatap Angku aneh.

"Sebentar biar Bibi panggilin."

Aran mengangguk. Kedua orang itu menunggu di luar sembari bersandar di motor. Tak lama terdengar suara sepatu menuju pintu keluar. Aran langsung menyambutnya. Aurora memandang heran pemuda yang telah menunggunya itu. Aran langsung memeluk erat tubuh wanita itu.

"Sayang, syukurlah kamu gak apa-apa. Aku khawatir banget sama kamu." Aran melepaskan kerinduan tapi Aurora justru terlihat bingung.

"Kamu kenapa sih?" Aurora melepaskan pelukan dan mencoba menjauh. Angku melongo melihat tindakan Aurora barusan.

"Mending pulang aja, lebay banget ih!"

"Sayang kamu kenapa kok berubah gini?" Aran mengejar Aurora yang melangkah masuk ke dalam.

"Ih, lepasin! Aku pengen sendiri masih capek," ujar Aurora menatap. Pemuda itu hanya diam.

"Minggir!"

Aran memposisikan tubuhnya ke samping, saat itu Aurora melangkah ke kamar. Aran hanya memandang Aurora penuh tanda tanya terkait tingkah Aurora yang tiba-tiba tak ramah. Aran menyeret tubuhnya ke depan. Angku hanya bengong situasi yang tak biasa baginya. Angku garuk-garuk kepala menyambut Aran kembali.

"Mbak Rora kok jadi jutek gitu Mas?"

"Kagak tau gua Ang. Gua juga bingung kenapa setelah ilang tiba-tiba ia berubah gitu. Mending kita pulang aja, lagian Aurora udah pulang kan?" Aran menyalakan motor kemudian Angku bergerak naik di belakang sembari matanya memperhatikan depan pintu rumah. Ketika Aurora naik tangga, Sayuh bertanya pada anaknya tersebut. 

"Siapa tadi Sayang?"

"Aran Ma."

"Oh, udah ketemu kalian?"

"Udah Ma, aku masuk kamar dulu Ma." Aurora memaling wajah dan melangkah. Aurora membuka pintu lalu masuk dan menutup pintu kamar. Besoknya pada jam kantor, Di ruangan Aurora terlihat normal. Aurora bekerja seperti biasa. Ia menuju ke ruangan Johar sambil membawa map biru. Kebetulan ia bertemu dengan Johar di jalan.

"Maaf Pak, saya mau ngasih laporan yang sempat tertunda kemarin."

"Ya sudah, mana?" Aurora menyodorkan map tersebut, Johar membuka sebentar kemudian menutup kembali. "Memangnya kamu kemana? Aran aja gak tau kamu pergi." Johar menatap wanita itu.

"Saya ke puncak Pak, saya gak bisa ngabarin soalnya dadakan lagi di puncak gak ada sinyal," lafal alasan Aurora.

"Ya sudah, saya mau pergi dulu, tolong kamu anter ke ruangan saya ya, saya mau meeting sama klien." Johar memberikan map itu pada Aurora. Setelah Johar pergi, Aurora meletakkan map tersebut ke ruangan Johar. Setelah keluar, baru saja menutup pintu ruangan Johar, Aran muncul menghadap.

"Aurora kita entar makan siang bareng yuk!"

"Gak mau, aku lagi banyak kerjaan," balas Aurora sambil berlalu. Aran mengikuti dari belakang seraya membujuk. "Kalo aku bilang gak ya gak, kamu keras kepala ya?" Aurora melotot marah.

"Kamu kenapa sih? Cuma makan siang lho, biasanya juga kita makan bareng kan?" kata Aran pelan.

"Aku gak laper."

Aurora angkat kaki. Aran diam seribu bahasa namun terasa sakit hati atas penolakan Aurora barusan. Ketika waktu istirahat tiba, Aran berjalan dekat tempat kerja Aurora. Ia berhenti sebentar lalu memperhatikan Aurora masih sibuk telponan dengan seseorang sambil senyam-senyum. Aran meninggalkan tempat tersebut kemudian melangkah menuju kantin. Ia telah memesan dua es teh dan nasi goreng. Ia menikmati makan siang bersama Angku.

Aran terlihat gelisah. Meski makanan dan minuman telah tersaji Aran tak kunjung menyentuhnya. "Makanlah Mas, Sampean yang traktir saya masa saya makan sendirian," buka Angku sembari mulutnya penuh dengan nasi.

"Ya udah abisin aja, entar gua yang bayar." Aran memaling wajah ke kiri.

Angku hanya menarik nafas panjang, kemudian ia meminum cairan dingin di depannya. Terdengar suara Angku mengeluarkan suara segar dari mulut. Namun, matanya tertuju pada Aurora yang tengah makan sendiri. Angku menepuk lengan Aran beberapa kali tanpa ucapan apa pun. Aran menoleh dan melihat arah yang ditunjuk oleh Angku. Aran melihatnya, Ia kaget, tanpa pikir panjang lagi Aran menghampiri Aurora.

"Katanya gak laper?"

"Aku males makan bareng kamu," ucap Aurora tanpa dosa.

"Kamu kenapa sih tiba-tiba berubah gini? Gak ngerti deh sama kamu." Aran menunjuk wajah Aurora.

"Kamu yang kenapa? Udah pergi makan sama Angku sana!"

Aurora mengambil kentang lalu melahap dengan santai. Aran balik badan dan kembali ke kursi. Pandanganya terus mengarah ke wanita itu. Ketika itu ponsel Aurora berbunyi, tingkahnya cukup mencurigakan dan menarik perhatian Aran. Aurora terlihat bahagia ketika seseorang berbicara dengan orang di telepon tersebut. Terlihat sesekali Aurora tertawa tanpa beban, berbeda jika ia bertemu dengannya, pikiran Aran mulai negatif.

"Apa jangan-jangan Aurora selingkuh?"

Pikiran tersebut mulai muncul di benak Aran. Usai menerima telepon itu. Aurora sempat menatap Aran seolah ada kebencian, lalu wanita itu pergi. Beberapa orang di area tersebut mulai bisik-bisik tentang Aurora dan Aran.

"Kenapa mereka?"

"Apa mereka sedang berantem atau putus?"

Suara-suara tak jelas itu mengundang Aran melihat sekumpulan laki-laki yang sedang membicarakan Aran. Aran menatap mereka tajam hingga mereka menyadari dan berhenti bersuara.

"Ada yang gak beres sama Aurora."

"Saya pikir begitu," sambung Angku.

"Gua harus selidiki," gumam Aran. "Hem sebaik Mas ikuti waktu dia pergi. Mungkin nanti malam dia pergi. Coba ikuti diem-diem!" 

Aran melirik Angku. Ia beberapa kali mengangguk lalu tersenyum. Aran menepuk pundak Angku dengan keras.

"Ide lu emang keren. Gua demen gaya lu."

Angku justru meringis ngelus-ngelus pundak. Melihat Angku kesakitan Aran berhenti kemudian terucap kalimat permintaan maaf.

"Maaf, gak sengaja, saking seneng soalnya." Aran nyengir.

"Padahal waktu jadian kek gak seseneng ini dah," ujar Angku.

"Kok tau?"

"Bodo."

Angku sedikit jengkel. Kemudian dia menghabiskan minuman. Melihat minuman Angku habis, Aran menyodorkan minuman miliknya. Angku menoleh, Aran justru menambahkan piring yang belum tersentuh olehnya.

"Gimana, ilang sakitnya?

"Hehe oke juga." Angku menyambar pemberian tersebut. Aran memangku kedua tangannya di meja sambil menatap Angku yang sedang asyik makan. Sedangkan pikirannya fokus pada rencananya nanti malam.

Usai menghabiskan makanan tersebut, Aran membayar semua tagihan. Setelah itu mereka menuju ke kantor. Saat melintas di depan Aurora ia menatap tajam namun langkahnya terus bergerak. Aurora terlihat sedang asyik ngobrol dengan seseorang, wajahnya berseri-seri sambil jarinya memainkan rambut. Angku mendorong Aran yang langkahnya melambat. Aurora sempat melirik mereka namun acuh tak acuh.

Jalur PeletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang