Ketika mereka bertengkar, om-om berbadan gendut itu justru menyingkir dari hadapan mereka. Sementara Aurora masih ngoceh panjang dan Aran menatap wanita itu penuh kekecewaan.
"Aku nyesel pacaran sama kamu." Aran melangkah cepat. Aurora duduk dengan wajah makan bawang. Ia menarik nafas panjang sembari memegang kening. Di luar Angku sudah menunggu.
"Ayo kita pulang!"
Angku buru-buru menyalakan motor, mereka pergi sedangkan Aran masih dirundung sakit hati. Ketika di perjalanan Aran meminta berhenti.
"Kurang ajar!"
"Bisa-bisanya gua percaya aja sama dia sih."
Aran menjerit keras, kakinya menendang tanah dengan amarah. Aran merasa dikhianati oleh Aurora. "Gua dari awal emang gak percaya sama dia. Cewek cantik kayak dia mana mungkin suka sama gua. Sekarang benerkan?" Aran merentangkan tangan.
"Mas, tenang dulu, jangan marah-marah di sini gak enak di liatin sama orang," ujar Angku.
Aran memperhatikan area tersebut, matanya tertuju pada anak-anak pengamen berjumlah empat orang tengah menonton Aran sedang marah.
"Kenapa gak dilanjutin marahnya Bang? Bagus lho," cakap salah satu dari mereka.
"Bagus? Lu pikir topeng monyet? Pegi sana," usir Aran. Ketika itu mereka justru meledek sampai-sampai membuat Aran jengkel.
"Wek!!"
Aran hendak melempar mereka dengan sandal namun lupa bahwa ia sekarang pakai sepatu. Angku malah ketawa melihat Aran sewot.
"Kenapa, lucu?"
"Mas sabar dulu, mending kita ke minimarket beli minuman tuh, deket tinggla jalan aja."
Aran menoleh arah yang ditunjuk Angku. Ia menatap wajah Angku kemudian berjalan menuju minimarket. Ia duduk di kursi depan, sementara Angku masuk ke dalam. Keluar-keluar Angku membawa dua botol air mineral.
"Nih minum dulu Mas." Angku memberikan minuman. Aran mengambil botol yang berisi cairan bening lalu meneguk hingga beberapa kali. Angku juga minum sampai habis setengah botol.
"Makasih ya, maaf tadi gua sempat emosi," lafal Aran lirih.
"Ya gak apa-apa Mas."
"Kaki lu gimana?"
"Ah, kaki saya mah gak apa-apa Mas, tenang." Angku memamerkan barisan gigi.
"Gua gak nyangka kalo Aurora bakal lakuin itu ke gua. Ini tuh di luar dugaan gua." Aran menatap arah jalan dengan tatapan kosong. "Ya sudah, mending kita pulang dulu Mas, lagian saya belum mandi dari tadi sore."
"Ya udah, anterin gua pulang ya."
"Oke."
Mereka menuju motor, tak lama Angku memainkan gas motor. Aran naik di belakang, Angku tancap gas meninggalkan area itu. Sementara Juli baru saja muncul menemui Aurora. Dia datang dan disambut mesra oleh Aurora sebuah kecupan dan pelukan tak luput Juli dapatkan.
"Sayang, kamu udah pesen?"
"Belum, ya udah aku pesenin ya," ujar Aurora manja.
Aurora memanggil salah satu pelayan lalu terdengar kalimat Aurora memesan beberapa makanan dan minuman.
Juli senyum bahagia, kemudian tangannya membelai Aurora. Aurora melebarkan mulut sambil memegang lengan Juli. Mereka berpegangan tangan di atas meja. Jari Juli mengusap tangan Aurora yang ia genggam, sementara mereka saling pandang.
"Liat cewek itu, kek cewek gak bener? Soalnya baru aja ketemu sama om-om terus dilabrak sama cowok, sekarang datang lagi, huh dasar," cakap salah satu ibu-ibu.
"Kayaknya sih begitu Ma," sahut suaminya.
"Awasnya kalo kamu selingkuh!"
"Gaklah, mana mungkin aku sama kek cewek itu."
Wanita tua itu menatap sinis Aurora yang sedang asyik dengan Juli. Lalu muncul pelayan meletakkan sejumlah makanan dan dua minuman. Aurora dan Juli jadi perhatian bagi sepasang suami istri yang berjarak 15 meter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalur Pelet
Horror"Kamu tidak perlu menggunakan cara ini karena aku sebenarnya juga suka sama kamu Aurora!" Aurora terpaksa menggunakan ajian Jaran Goyang untuk mendapatkan Aran, namun tindakannya justru membawa petaka hingga melukai dirinya sendiri. Selain itu Juli...