Sisi lain Angku

32 2 0
                                    


"Ah, aku gak ngerti, pake bahasa manusia!" Ina menepuk pundak Angku. "Mereka berantem," kata Angku. Angin seperti puting beliung mengitari Juli dan Aran.

Aran dan Juli mengeluarkan suara keras sambil memperlihatkan barisan gigi. Aurora pelan-pelan merangkak menjauh dengan suara ketakutan. Mereka saling hentak, kemudian melayang ke belakang, kali ini mereka terpental lebih keras. Aran menyapu barang-barang di belakangnya. Dari mulutnya muntah darah segar hingga membasahi leher. Juli juga tak luput, tetes darah itu merubah giginya yang putih.

Juli menghapus darah itu dengan tangan namun, ia masih sempat berdiri, Juli berjalan ke tengah-tengah lalu berseru, "Sehebat apa pun kalian tidak akan mampu melawanku, hehehe!"

"Kurang ajar, dia meremehkan manusia," ucap Angku pelan.

Aran pun bangkit kemudian memberi serangan dadakan, dia seperti mencakar-cakar tubuh Juli. Terlintas goresan luka dengan jejak darah pun muncul. Pakaian Juli pun robek-robek. Aran memukul wajah Juli hingga terdorong dekat Angku dan Ina berdiri. Terdengar Juli mengerang kesakitan, luka di tubuh Juli semakin banyak, darah di mulutnya menetes ke lantai.

Angku memejamkan mata, terdengar oleh Ina Angku sedang membaca sesuatu. Tetapi tidak terdengar jelas oleh Ina karena Angku membacanya pelan. "Angku kamu lagi ngapain sih?" Ina menjawil punggung Angku tetapi Angku tidak bereaksi.

"Angku, jangan bikin aku takut dong."

Kemudian Angku buka mata, ia juga tengah melakukan gerakan aneh, Ina mundur. Angku menatap Juli yang tengah mengerang kesakitan. Tiba-tiba Angku melakukan gerakan seperti mengeluarkan sesuatu dari kedua telapak tangan.

Akibatnya Juli terpental serta menambah penderitaannya. Tubuh Juli membentur lemari hingga rusak parah. Ia duduk pelan-pelan sedangkan muntahan darah ke lantai semakin banyak. Angku langsung mendekati kemudian Angku melakukan gerakan seperti menarik sesuatu dari tubuh Juli.

Juli menjerit kesakitan, tubuh Juli pun meronta-ronta tak karuan, sebentar saja Juli tak bergerak. Angku masih berdiri, menatap Juli seraya mengatur nafas sedangkan tubuhnya telah basah dengan keringat.

Angku mundur pelan dengan nafas yang belum menentu. Ina tercengang melihat tindakan Angku. Seketika itu Ina memeluk Angku dari belakang. Adegan mesra-mesraan itu berhenti ketik Aran bergerak mundur sambil memegang kepalanya.

"Aduh!"

Aran kunang-kunang hingga ia mundur bersandar di dinding. Aran tak sengaja mengelap wajahnya. "Kok gua berdarah?" Aran melotot tangannya telah berubah merah.

Ina menghampiri Aran. "Lu gak apa-apa?" Ina meraba-raba tubuh Aran yang masih bingung.

"Na, kok gua berdarah sih? Apa yang terjadi ma gua?"

"Lu tadi berantem sama Juli. Lu gak sadar kayak malam itu."

Aran hanya bungkam, tetapi tatapannya melihat ke sekitar tersebut. Ina memperhatikan Angku sedang mendekati Juli yang telah tak sadarkan diri. Angku memeriksa isi saku Juli. 

"Angku kamu ngapain?" Ina heran.

Angku tidak memperdulikan, tangan Angku meraba-raba pakaian Juli, Kemudian Angku menemukan sebuah benda aneh. Angku keluar ruangan, tak lama ia kembali membawa botol mineral. Angku menyiram benda itu dengan air.

Ketika itu, Aurora merasa pusing, wanita itu merintih merasa tak nyaman pada kepalanya. Angku mendekati Aurora kemudian memberikan botol minum tersebut.

"Mbak Rora boleh minum dulu?"

"Air apa ini?"

"Udah minum aja dulu biar tenang," cetusnya.

Aurora terlihat ragu tetapi ia tetap minum. Usai minum sedikit-sedikit merasa tenang. Ia memperhatikan Angku yang tiba-tiba ada di depannya.

"Angku?"

"Hai."

Mata Aurora melotot melihat Aran yang berlumuran darah. Ia shock kemudian mendekat dan memeluk Aran. "Sayang, kamu kenapa kok berdarah?" Aurora panik dan meneteskan air mata. Aran tercengang melihat Aurora telah kembali. Ina tersenyum kemudian Angku mengambil ponsel. Angku terlihat melakukan panggilan suara.

"Sayang, ini beneran Aurora? Kamu gak marah-marah lagi kan?"

"Iya ini aku."

Aran mempererat pelukan. Kedua pasangan itu meneteskan air mata dengan suasana haru tak berlangsung lama. Kemudian muncul sekelompok polisi dan menyeret Juli ke polisi.

"Kamu lapor polisi?" Ina memandang Angku.

"Iya."

Usai Aurora dan Aran melepas rindu, kini Aurora juga memeluk Ina dan meminta maaf. "Maafin gua selama Ini, gua banyak salah banget sama lu," kata Aurora. Ina tak menjawab, dia menyambut dengan baik.

Jalur PeletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang