Pagi-pagi Aran datang ke rumah Ina. Ketika itu Sulis sedang beres-beres, ia mendengar suara motor berhenti di depan rumah. Ia penasaran kemudian membuka pintu depan. "Aran?" Sulis menatap Aran yang baru saja membuka helm.
"Pagi Tante."
"Kok pagi-pagi udah ke sini, ada apa?"
"Bagini Tante, saya mau tanya apa semalam Aurora ke sini? Soalnya sejak tadi malam dia belum pulang."
"Gak ada Aurora datang ke sini kok." Sulis bingung.
"Saya khawatir kalo terjadi sesuatu sama Aurora Tante, saya takut kalo dia dalam hal sama dengan Ina."
"Kamu sudah lapor polisi?"
"Sudah, Tapi sampe sekarang belum ada informasi lebih lanjut. Padahal seharian kemarin-kemarin kita berdua mencari Ina," kata Aran.
"Kalian cari di mana?"
"Kami mencari di tempat Ina terakhir ditemukan, di rumah yang sekarang gak ada penghuninya."
"Kamu gak perlu repot-repot, biar polisi aja yang bekerja," balas Sulis.
"Kami hanya khawatir Tante." Aran menunduk.
"Ya udah Tante saya mau berangkat kerja dulu, nanti kalo Aurora ke sini tolong kabarin saya ya Tan." Aran pamit. "Iya, kita doakan supaya mereka cepat ditemukan, Tante juga beberapa hari tak tenang," tutur Sulis.
Aran mengontrol motornya, Usai sampai ia langsung menuju ruang kerja. Sebelum itu sempat menatap ruang kerja Aurora dan Ina tanpa awak. Aran menggelengkan wajah kemudian melangkah. Dia duduk kemudian meletakkan tas di atas meja. Aran menyalakan komputer, kemudian membuka halaman yang memperlihatkan barisan bahasa pemrograman PHP. Kemudian Johar datang dan memberikan kalimat pembuka.
"Aran, kamu tau kenapa Aurora tidak masuk hari ini?"
"Hem, begini Pak, semalam Aurora tidak pulang, kemungkinan dia hilang, tapi pihak keluarga sudah lapor polisi."
"Kok bisa? Padahal Ina aja belum ditemukan. Saya yakin Juli pasti berbuat nekat setelah saya keluarkan dari kantor. Tapi yakin gak kalo hilangnya Aurora ada hubungannya dengan Juli?"
"Saya sih gak begitu tau Pak, karena kurangnya informasi. Tapi, bisa jadi begitu, meski saya tidak punya bukti apa pun."
"Mudah-mudahan mereka cepet ketemu ya, emang dasar bajingan itu Juli."
"Ya sudah saya tinggal dulu, kamu lanjutin ya." Johar kembali.
"Iya Pak."
Aran menoleh dan lontarkan senyum ramah. Habis itu Angku muncul dan duduk di samping Aran.
"Mas!"
"Hem."
"Saya denger Mbak Rora hilang ya?" Ucapan Angku membuat Aran berhenti dan terlihat bingung karena ia belum cerita kepada siapa pun kecuali dengan Johar.
"Lu tau dari mana?"
"Saya denger barusan," tandas Angku.
"Huh, dasar nguping," ucap Aran berang. "Kenapa sih Mas Juli jahat sama Mbak Ina sama Mbak Rora padahal mereka orang baik. Emang mereka salah apa sih sama Juli sampai segitunya."
"Lu ngomong apa sih kayak penjual permen gopek an?"
"Aurora hilang belum jelas karena apa? Nanti gua mau cari dia." Aran kembali menatap layar komputer. "Saya ikut ya Mas, itung-itung temenin Mas Aran gitu, boleh ya?" Angku menggoyangkan tubuh Aran. Aran tak memperdulikan sosok yang kerap kali jadi teman ngobrol di kantor serta orang paling menyebalkan baginya. "Haduh, Angku! Mending lu diam aja di rumah anteng, jadi lu gak capek," bentak Aran.
"Saya cuma mau bantu lho Mas, emang gak boleh cari orang kita sayang, saya juga pengen Mbak Ina bisa masuk kerja lagi," ucap Angku keceplosan.
"Apa? Ina? Lu suka sama Ina?"
"Huah, bukan, bukan begitu."
Wajah Angku merona, namun Aran terlihat berpikir sesuatu. Ia menatap Angku yang berusaha menjelaskan soal perkataannya barusan. "Oke, lu nanti bantuan nyari Ina dan Aurora. Biar Ina bisa kerja lagi," kata Aran.
"Beneran?"
"Iya."
Terlihat Angku sangat bahagia, ia cengar-cengir seperti orang gila. Ketika itu Aran tersenyum kecil melihat Angku senang. "Gua kasih tau, sebenernya Ina masih hidup, gak tau di ada di mana?"
"Beneran Mas? Berarti masih ada kesempatan," kata Angku lagi.
"Kesempatan apa?"
"Gak Mas, kesempatan buat Mbak Ina masuk kerja." Angku minggat.
"Dasar, gua tau lu suka sama Ina kan?"
Aran senyum kecil kemudian kembali fokus pada layar komputer. Aran melihat cangkir kopinya masih kosong. Ia kemudian berencana membuat kopi ke belakang, Usai menuangkan kopi bubuk dan gula ia menunggu air yang sudah di taruh di kompor. Setelah air panas, Aran menuangkan air ke dalam cangkir. Ketika sedangkan mengaduk, Aran merasa ada seseorang berjalan di belakangnya menuju kamar mandi.
Aran diam sejenak, matanya lihat kanan kiri, kemudian dia ancang-ancang untuk balik badan. Ketika Aran ke belakang, tidak ada satu makluk satu pun yang terdapat di ruangan tersebut. Terdengar kran meyala di kamar mandi. Ia berjalan pelan untuk memastikan apakah ada seseorang atau tidak di ruang sempit itu.
Setelah kepala Aran masuk menengok ke dalam tidak ada orang, hanya kran menyala dengan kucuran air kecil. Aran mengelus dada dan bergerak mematikan kran tersebut. Usai itu Aran hendak melangkah keluar, sambil mengibaskan tangannya yang basah. Angku tiba-tiba muncul seperti malaikat pencabut nyawa.
"Ngapain Mas?"
"Wuahaaa!" Aran mundur menabrak dinding kamar mandi.
"Lu tu ya selalu ngagetin."
Aran berjalan pergi lalu mengambil kopi. Sedangkan Angku hanya berdiri bingung sambil memegang ember dan pengepel. "Salah gua apaan ya?" Angku garuk-garuk sembari lihat ke kamar mandi. Angku meletakkan ember di bawah kemudian duduk termenung di kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalur Pelet
Horror"Kamu tidak perlu menggunakan cara ini karena aku sebenarnya juga suka sama kamu Aurora!" Aurora terpaksa menggunakan ajian Jaran Goyang untuk mendapatkan Aran, namun tindakannya justru membawa petaka hingga melukai dirinya sendiri. Selain itu Juli...