Pada jam kantor Aurora selalu memperhatikan meja Ina yang kosong. Aurora masih terlihat pucat, semangat kerjanya juga telah luntur. Tak ada gairah untuk hidup, Aurora hanya duduk menatap layar monitor yang tak menyala. Aurora terjaga ketika Johar datang lalu mengajaknya bicara.
"Kamu yang sabar ya Aurora. Saya dengar Ina hilang, semoga dia baik-baik saja ya," kata Johar tiba-tiba.
"Ia Pak, loh Bapak tau dari siapa kalo Ina hilang? Saya kan belum cerita ke siapa-siapa." Aurora heran. "Aran barusan cerita, dia cerita sama saya," tandas Johar.
"Ya sudah saya pergi dulu, kamu lanjutkan kerja ya." Johar berlalu.
"Aran cerita sama Pak Johar? Kenapa dia yang justru merasa kehilangan sampe-sampe cerita ke atasan?" Aurora berpikir. Ketika menoleh kiri Aran sudah duduk sambil tersenyum.
"Ya ampun Sayang, kamu kok tiba-tiba muncul?"
"Aku bawain kamu risol." Aran menyodorkan kotak makanan. Aurora mengambil benda itu lalu memangkunya.
"Makasih ya."
"Eh, kamu kok cerita segala sama Pak Johar soal Ina?"
"Lho, Ina itu temanmu, temen aku juga, emang salah kalo aku cerita? Biar bagaimana pun cepat atau lambat berita ini pasti kesebar lho," kata Aran.
"Ya udah kita makan ke kantin yuk, sebentar lagi istirahat kok," ajaknya.
Aurora hanya mengangguk. Kemudian pasangan tersebut pergi. Aurora membuka kotak makan lalu mengambil risol yang tertata rapi. Aran muncul dengan membawa dua minuman es teh.
"Es teh pesanan Aurora telah tiba," ucap Aran sambil meletakkan gelas-gelas yang berisi cairan warna kuning kecoklatan. Aurora melebarkan mulut menatap Aran sedangkan mulutnya terus mengunyah.
"Risol kamu enak, kamu bikin sendiri?"
"Hehe.. bukan. Sebenarnya itu bikinan ayahku, karena dia hobi masak di rumah," ungkap Aran.
"Wah, ayah kamu keren ya." Aurora memasukkan sisa risol ke mulut.
"Iya, asal kamu tau dia itu suka banget masak yang aneh-aneh lho." Aran buka rahasia.
"Oh ya."
"Nih kalo gak percaya. Ayah itu pernah masak pisang goreng pake bumbu rendang. Katanya eksperimen gitu."
"What? Kok bisa ya? Ayah kamu memang aneh tapi keren sih," puji Aurora.
Aurora mengambil satu risol lagi, Sementara mata Aran memperhatikan area yang memang terdapat segelintir orang. Aurora perhatikan gerak-gerik pacarnya itu. "Kamu kenapa, kok aneh gitu liatnya?"
"Gak, kemarin-kemarin kamu selalu jadi pusat perhatian cowok-cowok kantor, sekaran gak ada lagi."
"Kenapa kamu cemburu?"
"Iya..."
"Iya apa?"
"Cemburu itu wajar gak sih?" Aran justru balik tanya. "Ya wajarlah, kalo cemburu bilang aja, susah banget."
"Aku selalu gelisah tau kalo di rumah sebelum ini." Aran ungkap unek-unek.
"Kenapa?"
Aurora berhenti makan. Ia mengaduk minuman lalu meminumnya. Kedua bola mata Aurora tertuju pada kalimat yang akan Aran utarakan. "Kamu itu cantik, seksi, banyak yang naksir, aku gak habis pikir kamu bisa suka sama aku sampe kamu ngelakuin yang seharusnya gak boleh. Sedangkan aku? Aku gak percaya diri."
"Kamu tau, setiap aku menolak ajakan kamu, memangnya aku tenang? Aku selalu gelisah setiap saat," tambah Aran.
Aurora menatap Aran sementara tangannya bergerak merapat ke tangan lelaki itu. Melihat tangan disentuh oleh kekasihnya, Aran menumpuk tangan di atas tangan Aurora dengan senyuman.
"Kamu tau aku udah sering pacaran kan, berapa banyak cowok yang aku kenal, aku baru sadar bahwa cewek itu butuh laki-laki baik," cetus Aurora.
"Cewek itu sebenarnya membidik cowok baik, namun ia selalu terpikat dengan cowok brengsek." Kalimat Aurora membuat Aran heran. Ia belum mengerti ucapan dari wanita yang ada di depannya tersebut. Lantas ia lontarkan kalimat selidik.
"Maksudnya? Aku belum ngerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalur Pelet
Terror"Kamu tidak perlu menggunakan cara ini karena aku sebenarnya juga suka sama kamu Aurora!" Aurora terpaksa menggunakan ajian Jaran Goyang untuk mendapatkan Aran, namun tindakannya justru membawa petaka hingga melukai dirinya sendiri. Selain itu Juli...