Rumah Hijau

21 1 0
                                    


Setelah melakukan perjalanan sepanjang tiga kilometer, mereka mendapati perkampungan. Namun Aurora dan Aran dibuat melongo melihat penampakan di depan. Pasalnya hampir semua rumah yang mereka temui berwarna hijau, dari hijau muda hingga hijau tua.

"Emang dukun brengsek, rumah hijau, hijau yang mana nih?" Aran kesal memukul helm, sementara Aurora tengah membuka HP bersandar di motor. Tak berapa lama sosok orang datang tiba-tiba dan telah berdiri di belakang Aran.

"Mas cari siapa?"

Orang itu menyentuh punggung Aran, lantas ia balik badan dan malah gelagaban. Mulutnya menganga sambil mengeluarkan suara tak jelas seperti menelan tulang ayam.

"Gua pikir barongan."

Aran ditarik mundur. Sedangkan wanita itu menunjukkan foto Ina pada orang tua tersebut. 

"Bapak tau perempuan ini?"

"Wah kayaknya gak pernah liat tuh Mbak."

"Oh gitu, makasih yang Pak." Aurora menutup ponselnya.

Orang itu pergi tanpa pamit. Aurora mengeluarkan suara keluh. Aurora mengipasi tubuhnya dengan tangan.

"Capek deh!"

"Kalo capek istirahat dulu," sambung Aran.

"Hem.. kita coba masuk kampung, kita tanya satu-satu aja." Aurora justru mengajak.

"Katanya capek?" Aran mengikuti langkah Aurora dari belakang.

"Gak apa-apa capek dikit."

Mereka masuk perkampungan yang tak terlihat ramai. Mula-mula mereka masuk lorong jalan kecil namun sepanjang perjalanan mereka belum berpapasan dengan orang.

"Gila, sepi banget ni kampung, kampung apa kuburan sih?" Aran hampir tak percaya.

Mereka menatap rumah demi rumah yang mereka temui. Aran dan Aurora mengikuti ruas jalan sempit yang belok kiri, berjalan lurus lalu belok kanan. Di ujung mereka dapati seorang nenek-nenek berjalan membungkuk menggunakan tongkat. Terlihat Aran tak berani mendekat ia justru berjalan maju mundur karena merinding melihat wajah si nenek. Aurora memberanikan diri.

"Maaf Nek, apakah nenek pernah liat perempuan ini?" Aurora memperlihatkan ponsel. Nenek itu tak langsung menjawab ia malah menatap tajam. Pandangan nenek itu membuat Aran ciut nyali. Ia bersembunyi di balik badan Aurora. 

Nenek tersebut tidak mengeluar kalimat apa pun, dia hanya menggelengkan kepala. Kemudian melanjutkan langkahnya. Aurora dan Aran berjalan menjauh, mereka kemudian menuju lorong sebelah kiri.

Ketika mereka mengikuti jalan tersebut, nenek itu sempat menoleh ke arah Aurora dan Aran sebentar. Mereka mengikut lorong jalan itu tetapi malah tembus ke jalan dan tidak jauh dari lokasi mereka memarkir motor.

"Kita balik lagi ke jalan," kata Aran celingukan. Aran melangkah menuju motornya, Aurora mengikuti. Mereka berdiri bingung dekat motor. Kemudian melintas seorang pemuda jalan kaki seorang diri.

"Mas-mas, mau tanya mas, pernah liat cewek ini gak mas?" Aran melambaikan tangan ke Aurora. 

"HP," kata Aran pelan. Aurora mengerti maksud Aran lalu mendekat sambil menyodorkan HP. Aran kemudian meraih benda persegi itu dan membuka galeri foto.

"Kayaknya gak pernah liat Mas."

"Emangnya kenapa Mas?" Pria itu memperhatikan Aurora dan Aran aneh.

"Dia teman saya Mas, dia hilang beberapa hari yang lalu dan belum ada kabar," sambut Aran. Lelaki itu hanya lontarkan senyum sekilas kemudian pergi. Aran kembali garuk-garuk, tangannya memberikan ponsel pada Aurora. Kemudian dua orang itu bersandar di motor sambil berdempetan. Aurora sibuk bermain HP sedangkan Aran hanya menikmati hembusan angin sepoi-sepoi.

"Gak ada sinyal di sini mah." Aurora menggoyang-goyang ponsel. Kemudian bergerak beberapa langkah ke depan.

"Udah yuk, pulang aja dulu besok kita cari lagi," saran Aran membelai rambut.

Jalur PeletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang