Kerasukan Makhluk Astral

67 2 0
                                    


Mereka saling menyembunyikan kebenarannya hingga kedua sama-sama lelah dan diam di tempat. Mereka saling buang muka, Ina duduk diam, menghadap ke selatan, sementara Aurora wajahnya terlihat kesal melipat tangan menghadap ke utara.

Tak berapa lama Juli tiba-tiba muncul, laki-laki itu menyapa dan menghampiri mereka. Wajah Ina terlihat kaget, ia hanya diam sambil menyimpan dendam. Namun baru saja tiba, Aurora merasakan sesuatu yang ganjil, tiba-tiba kepalanya pusing dan perutnya merasa mual lagi. Sementara Juli juga merasakan kepalanya berat, ia sedikit kliyengan. Aurora langsung pergi ke kamar mandi, Ia muntah berkali-kali, semua isi perutnya keluar seperti tanda-tanda orang hamil.

Ada apa gerangan?

Bahkan, Juli juga langsung meninggalkan mereka, Juli menenangkan diri di ruang kerja. Baru kali ini ia merasakan sesuatu lebih parah dari pada sebelumnya, kepalanya terasa berat serta seluruh tubuhnya merasa tidak nyaman tiba-tiba. Dari belakang Ina khawatir, ia mendekati lantas menekan leher Aurora, Aurora terus mengeluarkan nasi yang baru masuk tadi pagi.

"Lu kenapa Au?" Ina berbunyi pelan.

"Gak tau, tiba-tiba ketika melihat Juli langsung mual aja," tuturnya.

Di saat itu penjaga pemilik ajian Jaran Goyang itu meronta merasa tidak nyaman, tiba-tiba masuk kedalam tubuh Aurora dan mengucapkan kalimat berikut.

"Dia mencoba mempengaruhi, namun mendapatkan sasaran yang salah, sampai kapan pun tidak akan mendapatkannya."

Kalimat tersebut terucap dari Aurora dengan gelagat aneh. Terlihat Ina menyadari bahwa yang berkata demikian bukan Aurora yang sesungguhnya. Suara dan logat Aurora pun sangat berbeda.

"Au lu kenapa?" Ina menggerakkan tubuh Aurora yang terlihat seperti orang menari. Tak berapa lama Aurora sadar sambil melepaskan nafas panjang.

"Lu ngomong apa barusan?"

Kalimat Ina justru membuat Aurora bingung karena tak merasa mengatakan kalimat apa pun. Karena tak ingin bertengkar lebih jauh. Ina melupakan penasarannya, ia membawa Aurora duduk ke depan. Ina memberikan segelas air, Aurora meminumnya sambil sesekali memegang tengkuk leher. Ina mengambil gelas tersebut lalu meletakkan di meja kembali. Aurora terlihat lemas, kini dua sahabat itu terlihat sama-sama lemas namun bedanya Aurora tidak terlihat pucat.

Tiba-tiba wujud seram muncul di pikiran Juli hingga membuat pria jahat itu makin kacau. Juli alami gangguan di pikiran, sementara otaknya semakin berat. Ia menidurkan badannya di meja sementara kedua tangannya sebagai bantal.

Datang Johar, ia menemui Juli, Johar langsung menyuruh Juli pulang dan beristirahat ketika melihat kondisinya.

"Juli?"

"Kamu kenapa? Jika sakit sebaiknya pulang dan istirahat sampai sembuh," tambah Johar.

"Iya Pak. Kepala saya berat banget."

Saat itu juga Juli pulang dengan kondisi yang masih berat dan pusing. Sekitar lima menit, muncul Aurora dan Ina ke ruang Johar mereka juga meminta izin untuk pulang.

"Maaf Pak, Saya ijin pulang, tiba-tiba perut saya mual," ucap Aurora.

Melihat kedua lemas dan Ina pucat, Johar mengizinkan. Mereka pulang ke rumah Aurora, keduanya rebahan berdampingan di kasur. Seperti ikan asin di panggang, kedua wanita itu tidur telentang, menatap langit-langit, sesekali melontarkan kalimat tak penting.

"Kapan ya punya pacar? Kalo kondisi kaya gini pasti ada yang merhatiin," ucap Aurora.

"Kagak tau, gua juga setiap kali ada cowok yang deketi gak bertahan lama. Lu enak primadona di kantor, harusnya lu gampang dapetin cowok."

Aurora menoleh ke arah Ina yang saat itu menguncir bibir sambil garuk-garuk tangan.

"Maafin gua ya, mungkin gua belum bisa jujur, untuk saat ini gua belum bisa cerita Na," tandas Aurora pelan.

"Ya gak apa-apa kok, nanti kalo udah saatnya gua juga mau cerita kebenaran yang sesungguhnya." Ina menatap.

"Janji?" Aurora tersenyum sambil menyodorkan kelingking.

"Janji!" Ina mengaitkan kelingkingnya ke kelingking Aurora.

Sedangkan sesuatu aneh terjadi pada Juli, laki-laki yang tiap kali tampil keren tersebut. Setibanya di rumah malah muntah darah segar, seperti terkena luka dalam Juli memuntahkan cairan merah bercampuran makanan yang ada di dalam perut.

Hoek!

Juli berkali-kali mengeluarkan darah, tiba-tiba terdengar suara seperti benda retak. Usai membersihkan muntahan dan mencuci wajah, Juli melihat batu cincinnya telah retak terbagi menjadi empat bagian.

Juli merasa aneh, perlahan matanya melototi benda tersebut, ia tak mengerti benda kesayangan tersebut bisa pecah. Ia berjalan sempoyongan menuju tempat tidur. Kemudian Juli menjatuhkan tubuhnya ke kasur, dia pun terlelap.

Jalur PeletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang