Menakutkan

21 1 0
                                    


Usai dari rumah Nyi Pingit Aurora dan Aran ingin mencari Ina sesuai petunjuk. Kedua manusia itu menelusuri jalan menuju rumah terakhir Aurora menemukan Ina. Mereka berhenti di rumah tersebut yang telah dipagari oleh garis polisi. Gadis itu berjalan melewati garis polisi kemudian masuk ke dalam rumah tersebut. 

"Sayang, kata Nyi Pingit rumah warna hijau kenapa kamu ke sini?" Aran menyusul.

"Aku ngerasa ada yang aneh di tempat ini, siapa tau di sini ada petunjuk lain."

Aurora berjalan membuka pintu, tampak rumah itu tanpa penghuni. Ia melihat bercak darah telah berubah menjadi hitam. Aran kaget melihat bekas darah di lantai.

"Ini darah siapa?"

"Husstt."

Aran tak berucap lagi. Ia mengikuti Aurora yang berjalan mengikuti jejak darah itu. Hingga mereka sampai di gudang. Bekas darah itu berhenti di sebuah kursi yang juga terdapat darah.

"Kayaknya Juli mau nyekap Ina di kursi deh." Aurora memperhatikan kursi di depan. Aran maju kemudian dia melihat bekas darah yang menetes di bawah kursi tersebut. 

"Banyak banget darah yang keluar," ucap komentar Aran.

Sementara Aurora berjalan memperhatikan lemari bekas yang telah berdebu dan penuh sarang serangga. Aran justru memperhatikan tumbukan buku bekas. Aran mengambil buku di depan lalu membukanya. Ia perhatikan lembaran-demi lembaran dan tak sengajak Aran duduk di kursi yang telah penuh darah kering itu.

"Novel karangan Zainal Aripin judulnya..." Aran melirik sampul buku yang telah usang. 

"Judulnya Al-Kautsar keren juga ya?" 

Justru Aurora tak memperdulikan pacarnya. Mata Aurora teliti membuka lemari itu. Terdengar suara batuk dari Aurora, debu telah mengganggunya. Aran hanya menoleh kemudian kembali fokus. Tak sengaja Aran melihat sosok yang mengintip. Matanya teralihkan oleh penampakan tersebut.

"Hei, siapa itu?"

Aran berteriak dan membuang benda yang dipegang. Sosok itu berlari, Aran mengejarnya. Aurora yang tidak tau apa-apa ikut mengikuti pergerakan pacarnya.

Glodak!

Terdengar orang yang berlari itu menabrak pintu. Aran terus memburu orang tak dikenal itu. Orang tersebut berlari menuju ruang belakang. Orang tersebut berlari sangat cepat hingga Aran tak bisa menyusul. Aran berhenti di halaman belakang, ia membungkuk sambil mengatur nafas. Wajahnya terlihat kelelahan dengan berlumuran keringat.

"Dia kabur."

Aran menunjuk ke pintu yang menuju ke hutan. Aurora muncul lalu mendekati Aran. Ia belum paham kenapa Aran berlari-lari tak jelas.

"Kamu ngejar apa?"

"Ada seseorang tadi, bapak-bapak pake kaos putih lusuh, dia lari ke hutan kayaknya."

Aurora kemudian berjalan dan menengok pintu yang terbuka, di luar terdapat semak belukar. Ia memperhatikan sebentar kemudian kembali mendekati Aran yang tengah kelelahan.

"Sayang!"

"Apa?"

Aurora melihat bercak darah kering di bawah. Ia perhatikan arah itu mengarah ke belakang dan menuju pintu keluar menuju hutan. Aurora mengikut jejak darah tersebut hingga membawanya jauh dari rumah.

Aran mengikuti Aurora, namun semakin mereka melangkah, semakin jauh dan semakin menakutkan. Aurora berhenti melihat jalan setapak yang tak putus di depannya. Ia berhenti, Aurora istirahat karena langkahnya sudah terlalu jauh.

"Kita terlalu jauh Sayang, kita balik aja yuk. Mending cari sesuai petunjuk Nyi Pingit aja." Aran meringis menahan nafas yang tak teratur.

"Aku masih penasaran sama bercak darah itu."

"Lihat bercaknya udah ilang lho," ucap Aran berjalan mendekat.

Aurora melihat ke bawah, benar saja tidak ada jejak darah lagi. Aurora mengeluarkan nafas panjang sambil menyeka keringat. Aran menarik Aurora kembali. Namun ketika itu terdengar suara seperti ada sosok yang berlari di semak-semak.

Krosek-krosek!

Mata mereka tertuju pada sumber suara itu. Aurora dan Aran berlari mencari sumber suara yang ada di ujung jalan setapak. Namun setelah berlari 20 meter, mereka tidak menemukan apa pun.

"Gak ada siapa-siapa."

Mata Aurora memperhatikan area tersebut, hanya semak-semak dan rumput-rumput tinggi terbentang luas. Bahkan terdapat beberapa pohon besar dengan daun yang rindang.

"Mungkin cuma musang," ucap Aran. Baru saja mau melangkah terdengar suara mencurigakan dari arah pohon besar di samping mereka.

Grusak!

Bug!

Mereka saling pandang, Aran meraih tangan Aurora. Mereka berpegangan erat dan menatap ke sumber suara.

"Suara apa itu?"

"Gak tau, ayo kita cek sama-sama," ajak Aran terlihat telah berkeringat sambil sesekali mengeluarkan lidah.

Pelan-pelan kedua manusia itu melangkah membuka semak-semak yang sulit dilalui oleh manusia. Setelah berjalan lima meter, mereka dikagetkan oleh makhluk yang dengan tatapan tajam dan menjulurkan lidah panjang. Mereka berteriak mengganggu semua makhluk. Jeritan keras dari kedua orang itu mengusik burung-burung dan hewan-hewan lain. Mereka dikejutkan oleh seekor biawak tepat di depan mereka menatap mereka dengan menjulurkan lidah beberapa kali. Mereka lari pontang-panting menuju rumah kosong kembali.

Seketika biawak itu juga kaget dan melarikan diri ke dalam hutan. Mereka melewati rumah dan langsung berlari ke menuju halaman depan. Setelah sampai di motor, mereka berhenti kemudian berdiri dengan nafas seperti baru saja dikejar setan.

"Hewan apa barusan?" Aurora menyentuh dada.

"Trenggiling kayaknya."

"Aku pikir kambing jantan."

"Kambing? Kambing mah diternak bukan dihutan Sayang," tutur Aran. 

"Ya orang gak tau," kata Aurora enteng, seenteng kapas.

"Kambing jantan? Kayak judul novel," ucap Aran sambil mengambil helm.

"Novel terus pikiranmu."

Tak lama mereka tancap gas. Mereka mencari Ina sesuai petunjuk yang telah mereka kantongi. Kedua pasangan itu melewati semak-semak dan hutan di sekitar rumah itu. Sejauh mata memandang, sosok yang diuber oleh mereka akhirnya muncul. Suara gesekan kaki dengan rumput terdengar jelas di telinga.

Sosok pria itu muncul lalu berdiri di tengah jalan, ia menatap kepergian Aran dan Aurora yang semakin jauh dari pelupuk mata. Saking fokusnya tak disadari mobil truk besar tengah menuju ke arahnya dari belakang.

Tiin!

Suara klakson itu membuat orang itu kaget bukan main, Ia balik badan, mata melotot ketika tubuh mobil besar hendak membunuhnya. Terdengar suara lengkingan keras mengudara, pria itu lantas banting badan ke kanan dan nyungsep ke semak-semak.

"Woo dasar, kalo mau mati gantung diri sono jangan bawa-bawa orang," pekik sang sopir sambil memperlihatkan wajah kasar.

"Aduh, sialan!"

Orang itu bangkit dan berjalan meninggalkan tempat tersebut sambil menyentuh pinggul. Sementara Aran dan Aurora sempat berhenti ketika mendengar suara jeritan barusan.

"Ada suara jeritan, kamu denger gak?" Aran dengan seksama mendengarkan suara barusan.

"He eh, aku denger."

Mereka tolah-toleh, tak lama muncul truk besar warna hijau melintas. Aran dan Aurora hanya memperhatikan sejak suara mobil itu muncul hingga jauh.

Jalur PeletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang