Wajah Angku Pucat

23 1 0
                                    


Matahari menyingsing, Aurora telah rapi bersiap akan ke kantor. Aurora turun dengan aroma wangi dan wajah yang bungah. Di bawah Sayuh sudah mempersiapkan roti tawar. Aurora duduk lalu sarapan bersama Darman. Bi Ijah bolak-balik megantar gelas berisi cairan putih di meja. Bi Ijah meletakkan gelas di depan Aurora. 

"Makasih Bi." Aurora tebarkan senyuman.

"Makan yang banyak Non, biar sehat dan lancar kerjanya."

Bi Ijah terlihat bahagia dengan kain warna putih menempel di pundaknya, kemudian menuju tempat pencucian piring. "Aurora gimana kabar Aran, katanya sempat berantem?"

Aurora tak langsung menjawab, ia mengunyah beberapa kali lalu membalas pertanyaan Darman. Sementara Sayuh memasukan roti ke mulut seraya menatap Aurora.

"Baik kok, udah baik kok Pa," katanya.

"Ternyata Juli itu suka nipu pake aji-aji apa gitu. Apa betul?"

"Aji anaknya pak lurah Pa?" Sayuh ikut bicara.

"Bukan, maksud ilmu-ilmu yang bisa mempengaruhi orang gitu loh Ma," jelas Darman.

"Oalah, hehe Papamu lucu," balas Sayuh.

"Iya Pak, udah banyak korbannya. Dia juga dipastikan orang yang telah mencelakai Ina. Untung ada pekerjanya Juli yang nyelametin dia waktu itu."

"Oh ya, untung dia cepat ketangkep, hebat juga teman kamu yang nama Angku bisa ngalahin Juli. Namanya aneh tapi Papa kagum sama dia," sahut Darman.

"Iya Angku itu temen Aran juga, tapi emang dia pendiam, kita juga gak tau kalo dia punya ilmu bela diri," ucap Aurora.

Aran sudah siap menenteng tas dengan kemilau minyak rambut. "Kamu sarapan dulu ini ada anu," Darwis tak mengerti nama makanan itu.

"Ini Bapak yang masak?" Aran mengambil makanan yang terbuat dari singkong berbentuk potongan persegi.

"Ya pasti!"

"Pasti apa?"

"Pasti bukanlah, itu jajanan pasar, hehe," jawab Darwis.

"Kirain, ya udah Aran berangkat dulu, mau jemput Aurora." Aran mengambil sepotong lagi. Terlihat Aran buru-buru mengeluarkan motor lalu memanasi sebentar. Darwis hanya tersenyum sambil membawa sepiring sisa makanan tadi.

"Pak berangkat!" Aran melambaikan tangan lalu melaju. Darwis meletakkan piring di atas meja. Ia duduk kemudian mengambil makanan itu dan mengunyah dengan nikmat.

Terdengar suara motor Aran. "Aku berangkat dulu ya, tuh Aran udah jemput." Aurora menghabiskan setengah gelas susu lalu ke depan.

"Udah siap?"

"Siap!"

Aurora duduk di belakang, lantas Aran tancap gas. Setelah sampai Aran dan Aurora langsung masuk ke kantor. "Ya udah aku masuk ke ruangan aku." Aran mencium kening Aurora setelah itu Aran menuju ke ruangannya. Baru saja masuk dan duduk, asisten Johar datang lalu membawa pesan agar Aran ke ruangan Johar. Di dalam telah berdiri Ina menghadap ke meja Johar.

"Aran, berdiri di situ!" Johar menunjuk.

"Uss Lu ngapain?" Aran berbisik.

"Lah, gara-gara lu ngajakin bolos kemaren kan?"

"Kan demi teman lu, pacar gua," balas Aran.

"Diaamm!"

Johar berteriak dengan wajah geram. Seperti menggetarkan isi gedung sampai-sampai Ina dan Aran tutup telinga. "Kalian pikir ini perusahan nenek moyang kalian hah?"

"Hah?"

Seketika itu Angku muncul dengan wajah pucat dengan tubuh lemas. Johar mematahkan leher, ia kaget melihat wajah Angku.

"Kamu kenapa kok pucat begitu?"

Ina dan Aran menatap Angku yang terlihat memprihatinkan. "Angku kamu kenapa?" Ina mendekati lalu menyentuh lengan Angku.

"Ina, minggir kamu, kembali ke posisi tadi!" Johar membuat sekat. Ina tak menjawab kemudian bergerak pelan menjauh.

"Pak, saya sudah bilang tenaga saya habis, saya butuh istirahat setidaknya tiga hari. Eh, Bapak maksa saya untuk masuk," kata Angku pelan.

"Ya sudah kamu duduk dulu di kursi." Angku berjalan ke kursi.

"Hadeh, kalian pengen dipecat kaya Juli hah?"

"Gak Pak"

"Saya sudah pusing sama..." Johar melihat ke pintu, Aurora telah berdiri. Wajahnya takut-takut lalu mendekat.

Jalur PeletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang