Semua beranggapan bahwa tidak ada manusia yang terlahir sempurna. Namun bukan berarti hal itu berlaku bagi semua orang. Bahkan hanya karena satu kekurangan - berkata tanpa suara dan melalui aksara adalah bagaimana cara Gael berinteraksi. Seakan semu...
"Gael, dia lama sekali." Sultan mulai tampak kesal karena lumayan lama menunggu Gael.
"Apa kita kembali ke sana?" ucap Ryota. Sultan mengangguk setuju.
Mereka akhirnya kembali ke kelas untuk menyusul Gael agar bergegas pulang karena hari mulai semakin sore.
"Ryota," Sultan menghentikan langkah kakinya.
"Ada apa?" tanya Ryota, bingung.
"Siapa yang tengkurap di depan tangga?" Sultan sedikit kelu berucap setelah melihat seseorang tengkurap di depan tangga menuju kelas mereka.
"Astaghfirullah! Gael!" Ryota melesat menghampiri tubuh Gael.
"El bangun El!" Ryota membalikan tubuh Gael.
Gael benar-benar tak sadarkan diri. Darah yang ada di kepalanya menetes mengotori baju Ryota. Wajah Gael juga lebam dan pelipisnya juga berdarah.
"Ryota sepertinya tangan Gael patah." Sultan melihat tangan kiri Gael yang memar dan bengkak.
Ryota meneteskan air matanya. Ia benar-benar tak tega melihat temannya penuh luka dan tak sadarkan diri.
"Sultan! Kau jangan diam saja! Kepala Gael berdarah! Aku takut dia kehabisan darah!" Ryota benar-benar emosi. Apa yang harus ia lakukan? Temannya jauh dari kata baik. Sekolah juga tak ada siapa pun selain mereka dan satpam sekolah.
"Ryota, batu itu terdapat bercak darah." Sultan menunjuk batu yang terdapat bercak darah.
"Peduli setan dengan batu itu! Cari cara agar Gael selamat cepat!"
Sultan memberikan pertolongan pertama pada Gael dengan peralatan yang seadanya yang ia ambil dari UKS. Syukurlah ruang UKS belum terkunci. Setelah selesai, Sultan pergi ke pos satpam untuk meminta tolong pada satpam yang sedang berjaga untuk menelepon ambulans.
Setelah ambulans datang, barulah Gael dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lanjut. Ryota ikut ke dalam ambulans sedangkan Sultan, memilih menyusul.
"Bagaimana bisa temanmu terjatuh dari tangga?" tanya satpam tersebut.
"Kami kurang tahu Pak. Semoga teman kami baik-baik saja." jawabnya.
Sultan kembali ke tangga tempat Gael terjatuh. Ia memasukan batu yang terdapat becak darah ke dalam plastik. Ia juga memasukan batu tersebut dengan bantuan sarung tangan lateks yang dibawanya.
"Semoga batu ini bisa menjadi bukti. Syukurlah sarung tangan lateks ini selalu ada di tasku."
Tak cukup dari situ, ia mengecek secara detail tangga tersebut.
Sultan berjongkok kemudian menyentuh keramik anak tangga dengan jari telunjuknya, "Minyak?"
"Apa jangan-jangan ada yang sengaja membuat Gael celaka?" dugaannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.