29. Perasaan Gael

172 20 2
                                    

Sejak Zean berubah dan mau terima Gael, Zean semakin lengket dengan kakak sulungnya itu. Bahkan hampir setiap malam Zean selalu tidur di kamar Gael.
Zean sudah kembali seperti dulu.

Seperti saat ini, Zean sedang bersandar di bahu Gael. Mereka menikmati angin malam yang dingin di taman depan rumah mereka.

"Kak, Zean sudah jahat pada Kakak. Kenapa Kakak tetap baik walau Zean jahat pada Kakak?"

"Kamu adik Kakak. Tak tega Kakak memarahimu. Kakak yakin sekali kalau kamu akan berubah seperti dulu. Alhamdulillah, sekarang kamu sudah berubah, Zean."

"Zein selalu bercerita pada teman-teman tentang Kakak. Sampai ada yang mau menjadikan Kak Gael kakaknya. Zean dan Zein beruntung sekali punya kakak seperti Kak Gael."

"Kakak juga beruntung memiliki adik seperti kamu dan Zein."

Sebuah mobil hitam masuk ke perkarangan rumah mereka dan berhenti di pintu utama rumah.

"Om Sean datang bersama keluarga barunya." ucap Zean.

"Zean, ayo kita hampiri mereka!" Zean mengangguk.

Mereka menghampiri keluarga Sean dan kemudian mereka masuk ke dalam rumah.

●●●

Malam harinya keluarga Sean memutuskan untuk menginap semalam di rumah kakaknya. Suasana rumah menjadi lebih ramai dari biasanya.

"Haikal, ayo kita ke dapur! Kakak mau membuat susu hangat." ajak Zein. Haikal menjawab dengan mengangguk.


Haikal kemudian berjalan ke dapur untuk menemani Zein.

"Ternyata ada Kak Gael. Zein kira Kakak sudah tidur."

"Kakak belum mengantuk dan Kakak masih lapar. Jadi membuat omelet keju."

"Haikal kenapa murung, Zein?"

"Kata Kak Gael, kamu kenapa murung?" Zein menerjemahkan ucapan Gael pada Haikal.

"Kak, mama Haikal hamil. Haikal takut Ayah tak menyayangi Haikal dan malah bersikap acuh pada Haikal."

"Tante Rifa hamil? Waahhh ... Kak Zein senang mendengarnya. Kamu akan menjadi kakak, Haikal."

"Haikal, percaya sama Kak Zein! Om Sean takkan mengabaikan Haikal. Om Sean pasti sangat menyayangi Haikal."

Haikal menangis haru mendengar ucapan Zein.

"Kamu mau sereal tidak? Kakak buatkan kalau mau." tawar Zein.

Haikal mengangguk setuju. Kemudian ia menyiapkan mangkuk dan susu untuk sereal.

"Kak Zein, biar Haikal saja yang mengambil sereal di lemari atas." Belum juga Zein menjawab, Haikal berinisiatif mengambil kursi untuk membantunya berdiri lebih tinggi agar sampai lemari atas.

Haikal naik ke atas kursi dan kemudian mengambil sereal yang berada di sana. Kakinya tiba-tiba gemetar dan akhirnya jatuh.

"HAIKAL!"

Gael dan Zein menghampiri Haikal yang terjatuh.

"Astaghfirullah, Haikal. Seharusnya kamu tak usah melakukan itu. Biar Kakak saja." Zein merasa bersalah.

"Haikal tak apa-apa, Kak." ucap Haikal dengan menahan rasa sakitnya.

"Haikal kenapa Zein?" tanya Sean dengan panik.

Aksara Yang Berbicara (Terbit)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang