22. Family Time

179 23 12
                                    

Fahadh tengah duduk di atas tempat tidurnya sembari melihat foto di dalam album keluarganya. Senyuman terukir di bibirnya saat melihat foto pernikahannya dengan Jasmine, istinya tercinta.

"Tak terasa, 20 tahun sudah kita menjalani rumah tangga ini. Semoga kita terus bersama Jasmine, hingga kakek-nenek dan aku ingin bersamamu kelak di surga-Nya." ucapnya. Ia sedikit terkekeh kecil saat mengingat waktu dimana ia menaklukkan hati ayah Jasmine agar menerimanya menjadi menantunya. Dan itu benar-benar penuh perjuangan.

"Jika seandainya kamu tak putus dengan pacarmu, aku takkan bisa menikah denganmu dan memiliki anak-anak yang lucu dan shalih. Pertama kali kulihat wajahmu, aku jatuh cinta pada saat pertama kali melihatmu, Jasmine."

"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri Mas? Melihat foto mantan?" celetuk Jasmine dan kemudian duduk di samping Fahadh.

"Ya, Mas sedang melihat foto mantan Mas." jawabnya dan itu membuat Jasmine sedikit cemburu.

"Mantan pacar yang aku nikahi 20 tahun yang lalu." Mendengar ucapan suaminya itu, Jasmine tersenyum dan kemudian mencubit perut suaminya.

"Gombal kamu Mas!"

"Aku tak gombal. Memang benar 'kan?"

"Aku tak pernah menjadi pacarmu sebelum menikah denganmu, Mas. Kamu yang tiba-tiba datang ke Papi dan mengatakan ingin meminangku di saat itu, aku baru saja putus dengan mantanku beberapa hari sebelum kamu datang ke rumahku."

"Sejujurnya, aku bisa langsung mengatakan ya, saat kamu mengungkapkan itu. Aku butuh waktu dan memantapkan diri memilihmu, Mas menjadi suamiku. Aku yakin kamu bisa menjadi imam yang baik untukku dan anak-anak kelak. Syukurlah semuanya terwujud. Walaupun aku sempat tak suka padamu saat kamu membenci Gael karena terlahir bisu."

"Maafkan aku, Jasmine." lalu Fahadh mencium kening Jasmine.

"Jika keluargamu tak bijak dan tak sabar, mungkin kita sudah berpisah lama karena keegoisanku. Kamu juga jika tak sabar, mungkin kita sudah pisah. Tak ada Zean dan Zein. Kamu benar-benar istri yang penyabar dan setia."

"Aku yakin, kamu tak selamanya seperti ini. Suatu saat nanti akan berubah. Alhamdulillah semuanya sudah berbuah manis."

"Tak terasa kita sudah sejauh ini dan sudah dikaruniai 3 orang anak laki-laki nan tampan. Seandainya, ayah dan ibu Mas masih ada. Pasti mereka sangat bahagia dan senang."

"Tak apa setidaknya ayah dan ibu Mas sempat melihat pernikahan kita. Dua tahun setelah kita menikah, Ayah dipanggil Allah dan dua bulan sebelum kamu hamil, Ibu menyusul Ayah." sambung Fahadh.

●●●

Minggu pagi Fahadh dan keluarganya tengah bersiap-siap untuk pergi berekreasi keluarga.

"Ayah sangat lelet! Zein sudah rapi dan tampan ini." Zein sudah kesal karena ayahnya tak kunjung keluar rumah dan berpakaian rapi.

"Bundaaaa ... seret Ayah agar cepat keluar!" Zein mulai sedikit merengek.

"Kau bisa sabar tidak Zein?!! Jika kau terus merengek seperti anak kecil, aku akan mengurungmu di gudang! tak usah ikut sekalian! Aku pusing mendengar suara rengekanmu yang tak jelas itu."

"Abang jahat sekali. Kak Gael ... Abang Zean jahat pada Zein." adunya. Gael tak terlalu merespon perkataan Zein dan malah membekap mulut adik bungsunya.

"Zean sedang sensitif. Jangan memancingnya, Zein!"

●●●

Aksara Yang Berbicara (Terbit)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang