Mereka telah sampai di salah satu restoran yang letaknya tak jauh dari tempat mereka berekreasi keluarga.
Setelah memarkirkan kendaraan mereka, mereka kemudian memasuki restoran.Mereka duduk di meja makan yang telah mereka booking sebelumnya. Karena restoran yang mereka kunjungi terkenal dengan ramainya pengunjung. Terlebih, sekarang waktunya jam makan siang.
"Jasmine, kamu yang memesan makanan untuk keluarga kita!" ucap Fahadh ketika seorang pelayan wanita menghampiri meja mereka.
Jasmine membuka buku menu, kemudian menyebutkan menu makan siang yang akan mereka makan. Setelah selesai Jasmine menyebut pesanan menu makan, pelayan tersebut kemudian beralih ke keluarga Dhimas untuk mencatat menu makan siang yang mereka pesan. Setelah selesai, pelayan tersebut pamit.
Tak lama kemudian, seorang pelayan pria menghampiri mereka dengan membawakan kudapan atau makanan ringan untuk mereka. Kemudian mempersilakan mereka menyantap kudapan tersebut sembari menunggu makanan utama tiba.
"Yunara, di mana dua anakmu yang lain? Kenapa tak diajak?" tanya Fahadh.
"Di rumah neneknya. Rumah ibu Mas Dhimas. Kami ke sini mendadak, karena dari kemarin Jamal murung seharian."
"Kenapa murung, Bu Yunara?" tanya Jasmine.
"Dia ingin pulang dan ingin bertemu, Jeanandra. Sudah dua hari Jamal tinggal bersama kami, Jasmine. Kakak pertamanya, Junino tak menyukainya. Kemarin lusa, kami berkunjung ke rumah Agung. Di sana kami melihat, Junino sedang menyiksa Jamal di halaman depan rumah. Entah karena apa?" jelas Dhimas.
"Kami memutuskan untuk membawa Jamal tinggal bersama kami hari itu juga. Kami tak mau ada hal yang lebih parah menimpa Jamal." sambung Yunara.
"Umma, kenapa bunda Kak Gael memanggil Umma dengan sebutan, ibu?" tanya Jenovan.
"Karena, Kak Gael murid Umma ketika Umma masih mengajar di SLB."
"Sudah resign Bu?"
"Sudah bunda Gael. Sudah setahun yang lalu saya resign. Sekarang fokus mengurusi anak saja."
Pesanan menu makan siang mereka telah tiba. Dan mereka mulai menyantap menu makanan yang telah tersaji di atas meja makan.
●●●
Gael berdiri di balkon depan kelasnya. Netranya terfokus pada teman-teman sebayanya yang tengah bermain bola basket di lapangan basket sekolah.
Dari samping kanannya, seseorang menyodorkan sekaleng minuman ringan untuknya.
"Mau tidak Tuan Haydar?" tawar Ryota.
Gael tersenyum dan mengangguk. Kemudian mengambil kaleng minuman bersoda tersebut.
"Fokus sekali melihat tim basket bermain. Jika masih ingin bergabung, bergabunglah."
Gael menaruh kaleng tersebut, "Aku tak berminat untuk bergabung lagi. Aku ingin fokus belajar saja."
"Alasan! Aku tahu kau selalu bermain basket di lapangan basket rumahmu."
"Dari mana kau tahu itu?" tanyanya bingung.
"Zein selalu memberikan videomu yang sedang bermain basket sendirian. Terkadang, kau juga bermain bersama ayahmu."
"Zein benar-benar paparazi." batinnya.
"Sabtu, tanggal merah. Bagaimana kalau kita ke Mall? Ajak adikmu, Zein. Aku akan mengajak Ryu. Sebelumnya, kalian ke rumahku. Kita berangkat dari sana. Sebelum ke sana, kita ke rumah Si Kembar. Bagaimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Yang Berbicara (Terbit)✓
Roman pour AdolescentsSemua beranggapan bahwa tidak ada manusia yang terlahir sempurna. Namun bukan berarti hal itu berlaku bagi semua orang. Bahkan hanya karena satu kekurangan - berkata tanpa suara dan melalui aksara adalah bagaimana cara Gael berinteraksi. Seakan semu...