38. Tumor Otak

259 18 1
                                    

Jasmine tak henti-hentinya menangis dan terus berdoa di depan ruang operasi untuk keselamatan anak sulungnya. Gael menjalani operasi darurat karena adanya gumpalan darah di otak akibat dari benturan atau pukulan benda tumpul.

Satu jam yang lalu seperti mimpi buruk baginya dan juga suaminya. Pasalnya, entah bagaimana Gael tergeletak tak sadarkan diri di depan rumah dengan kondisi jauh dari kata baik. Bahkan, hampir meregang nyawa karena luka yang dialaminya.

"Coba kau ingat-ingat Fahadh! Siapa tahu kau mempunyai musuh. Sudah dua kali Gael sekarat karena dendam orang itu padamu, Fahadh." ucap Daniyal dengan geram.

"Pi, sumpah demi Allah, Fahadh tak memiliki musuh."

"Lantas, surat di saku Gael apa? Sudah jelas kau memiliki musuh. Mungkin kau tak menyadari hal ini. Lebih tepatnya, orang yang sangat-sangat membencimu sampai ia membalas dendam untuk melampiaskannya."

Apa yang dikatakan ayah mertuanya benar. Mungkin selama ini ia memiliki musuh. Terlebih, surat yang ada di kantong baju Gael bukan sekedar ucapan belaka. Tapi memang sebuah peringatan. Bukan ia saja yang menjadi incaran orang itu, tapi juga ketiga anaknya.

"Ya Allah ... bagaimana ini? Aku pun tak tahu siapa musuhku? Aku tak pernah merasa memiliki musuh."

•••

Fahadh kembali menemui Rangga di kantor polisi tempatnya bekerja. Ia datang dengan membawa surat yang ada di saku Gael untuk dijadikan bukti.

"Mas Rangga ..." Rangga paham apa maksud Fahadh kemudian ia mengajak Fahadh ke ruangannya.

"Bagaimana dengan keadaan Gael?" Rangga membuka pembicaraan dan menyodorkan secangkir teh hangat untuk Fahadh.

"Gael masih di ruang operasi. Ada gumpalan darah di otaknya akibat dari pukulan benda tumpul."

"Kenapa kau lengah? Jasmine tak biasanya dia membiarkan Gael keluar tanpa ditemani." Kemudian Rangga menyeruput kopinya.

"Gael keras kepala. Tak mau ditemani. Entah bagaimana bisa Gael pulang dalam keadaan tak sadarkan diri dan penuh luka."

"Lakukan visum pada Gael jika kondisinya memungkinkan. Dan, sepertinya orang itu selalu mengawasi gerak-gerik kalian. Kalian harus lebih waspada!"

Fahadh menyodorkan sebuah surat dan memberikannya pada Rangga.

"Apa ini?" tanya Rangga dengan bingung.

"Surat yang ada di saku Gael. Mungkin bisa menjadi bukti."

"Dendam ini masih berlanjut. Kau atau salah satu dari anakmu akan mati ditanganku. Dan, dendam ini barulah berakhir." Rangga membacakan isi dari surat tersebut.

"Sial! Licik dan cerdik sekali dia. Aku benar-benar geram. Siapa orang itu sebenarnya? Kesalahan apa yang kau lakukan Fahadh padanya sampai dia benar-benar dendam padamu?"

"Entahlah Mas. Aku tak tahu."

°°°

Fahadh kembali ke rumah sakit untuk melihat kondisi anak sulungnya pasca operasi beberapa jam yang lalu.

Ia kemudian duduk di depan kamar rawat Gael dan membuang nafasnya dengan kasar.

"Gael ... maafkan Ayah Nak. Karena masalah Ayah, kamu menjadi sasaran orang itu."

Aksara Yang Berbicara (Terbit)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang