Chapter 29 - Semur Jengkol Kenikmatan

46 15 21
                                    

Setelah kejadian itu, penghuni kosan bingung dengan apa yang terjadi dan berkumpul di ruang makan.

"Heh? Aria sama Kak Rizal berantem?" kata Rena kaget.

"Iya! Sampe adu gebug gitu loh!" kata Siska. Fani pun mengangguk mengiyakan omongan Siska. "Kenapa mereka sampe bersitegang begitu ya?" kata Siska, melirik Fani.

"Waduh, aku juga nggak seberapa denger yang mereka omongin, sih. Mereka teriak-teriak mulu," kata Fani bingung.

"Syukurnya ada Pak Agus yang berhasil melerai mereka," kata Budi.

"Iya sih, Bud. Tapi sekarang mereka malah..." kata Romi, sembari memandang saung dari kejauhan.

"Aku juga bingung..." kata Doni, tidak mengerti sama sekali apa yang sedang terjadi sekarang. Sementara orang-orang membicarakan Aria, Aria malah asik makan semur jengkol itu bersama Pak Agus di saung. Semur jengkol yang enak, nasi hangat, dan teman bicara. Mereka terlihat sangat akrab di saung. Semua orang dibuat bingung oleh keakraban itu.

Mereka lalu melihat Diki yang baru pulang dari kantor. Mereka melihat Diki yang hendak menghampiri Pak Agus, lalu tiba-tiba berlari ke ruang makan.

"Seseorang jelaskan padaku! Apa yang terjadi di saung?!" kata Diki kebingungan.

"Kok kamu panik gitu sih, Dang?" kata Rena.

"Temanmu itu! Dia makan semur jengkol mematikan itu! Bareng yang masak! Mukanya santai banget lagi!" kata Diki. Doni lalu berdiri, menepuk pundak Diki, dan menatap mata Diki.

"Kamu pikir kita nggak bingung?" katanya singkat. Diki lalu melihat semua orang, dan semua orang mengangguk. Diki pun memegang kepalanya.

"Aduh, pusing. Sudahlah, aku mau tidur saja. Capek," kata Diki yang berlalu meninggalkan mereka.

Tak lama setelah itu, Indra mengumpulkan Rena, Rizal, Romi, Aria, dan Pak Agus di lingkar dalam.

"Seseorang tolong jelaskan pada saya apa yang sudah terjadi di kosan ini?" kata Indra.

"Tadi Nak Aria dan Nak Rizal adu pukul di halaman kosan," jelas Pak Agus.

"Aria, kenapa kamu-" belum selesai Indra bertanya, Indra salah fokus dengan ekspresi senang Aria. "Kamu kenapa senang sekali?" tanyanya lagi.

"Hadeh, enak banget, kenyang saya," kata Aria. "Oh kamu tadi nanya apa Indra?" lanjutnya, kembali fokus ke pembicaraan.

"Kenapa kamu bisa bertengkar dengan Rizal?" kata Indra.

"Abisnya, dia datang-datang nyolot," kata Aria singkat. Indra lalu berpindah fokus ke Rizal.

"Maafkan saya, Tuan. Saya hanya ingin memperingatkan Aria perihal kecelakaan yang tadi menimpanya dan Nona," kata Rizal.

"Tunggu dulu, kalian pulang kecelakaan?" kata Romi.

"Begitulah, Dok. Tiba-tiba ada mobil berhenti mendadak di tengah jalan, jadinya ketabrak. Mana orangnya cari ribut lagi," kata Aria.

"Kamu juga sih, Aria. Malah ditanggepin, untung ributnya nggak gede dan orangnya mau minta maaf," kata Rena. Indra pun mengerti situasi yang sedang terjadi.

"Kalian berdua, cepat minta maaf. Saya mau masalah ini selesai hari ini juga," kata Indra. Rizal lalu menatap Aria dengan tajam. Aria pun juga. Menyadari hal yang dia lakukan, dan hal yang Rizal lakukan juga, Aria berdiri dan mendatangi Rizal.

"Waduh berantemnya pindah disini?!" kata Romi. Rena pun dibuat panik dengan ucapan Romi. Tak lama, Aria mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Rizal.

The Number ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang