"Hah? Hilang? Maksudnya?" kata Aria, menanggapi omongan Carla.
"Iya kak! T-tadi, kita bertiga kumpul disini seperti biasa, buat nunggu Kak Rena dijemput oleh Kakak. Mereka kutinggal sebentar beli cemilan, terus waktu balik kesini, mereka sudah nggak ada," kata Carla dengan sedikit putus asa.
"Kamu sudah cari di sekitaran kampus ini?" kata Aria.
"Sudah, tetap saja mereka tidak ketemu, walaupun kampus semakin sepi," kata Carla. Aria lalu berpikir, apa yang bisa dilakukan.
"Di kampus ini ada CCTV, kan?" kata Aria.
"Ada, Kak," ucap Carla.
"Oke, sekarang anterin Kakak ke ruang keamanan, kita cek disana," kata Aria. Mereka lalu bergegas menuju ruang keamanan yang dimaksud.
"Ada perlu apa untuk cek cctv?" kata petugas itu.
"Dua mahasiswa hilang. Kita perlu melihat rekaman untuk mengetahui lebih lanjut," kata Aria.
"Hubungan dengan mahasiswa?" kata petugas itu.
"Keluarga," pungkas Aria. Petugas itu lantas mempersilahkan mereka masuk. Mereka lalu melihat rekaman CCTV yang berada di ruangan itu. Ia dan Carla melihat sosok Rena dan Brenda di tempat itu setelah Carla meninggalkan mereka.
"Tuh, Kak, mereka masih disitu..." kata Carla. Ia lalu melihat ada mobil yang terlihat menjemput mereka berdua, tapi nampak seperti mereka dipaksa masuk ke dalam mobil itu, dengan membuat mereka berdua pingsan terlebih dahulu.
"Eh?!" kata Carla kaget. Aria tetap konsentrasi, walaupun amarahnya tidak dapat Ia bendung lagi.
"Pause rekamannya," kata Aria. Petugas itu lalu menghentikan pemutaran rekaman itu. Ia lalu mencermati video itu dengan jelas. Plat nomor mobil itu terlihat jelas di video itu.
"Tolong sekarang simpan rekamannya dan salin kesini," kata Aria seraya mengeluarkan flash disk dari sakunya.
"M-maaf, tapi kebijakan kami tidak membolehkan siapapun mengambil rekaman tanpa izin pihak berwajib," kata petugas itu.
"Loh? Kami kan keluarga yang bersangkutan, Pak?! Kami berhak menerima itu sebagai barang bukti kejahatan!" kata Carla.
"Mohon maaf, saya tidak bisa-" tiba tiba sebilah pisau sudah tertodong di leher petugas itu.
"Serahkan atau mati," kata Aria. Carla terkejut melihat kakaknya bisa berbuat seperti itu.
"B-baik, tolong jangan bunuh saya-"
"Cepat!!" bentak Aria. Bagi Carla yang baru saja bertemu sosok kakaknya, dia sangat syok dengan kemarahan Aria, yang tentunya baru pertama kali Ia lihat. Terlebih setelah mereka mengobrol santai bersama hari itu.
Petugas itu bergegas untuk menyalin berkas video CCTV yang diminta oleh Aria, lalu segera menyerahkan flash disk itu kepadanya. Aria lantas mengambilnya dan melepaskan todongannya dari leher petugas itu.
"Harusnya saya tidak perlu berbuat sejauh ini," keluhnya. Ia lalu bergegas berjalan keluar ruangan itu.
"Ikut aku, Carla. Aku ada tempat untuk bisa segera menyelesaikan ini," katanya.
"I-iya Kak!" ujar Carla yang bergegas mengikuti kakaknya itu. Aria segera ke parkiran dan menaiki motornya, dan memberikan helm yang biasa dikenakan Rena pada Carla.
"Kita mau kemana, Kak? Kantor polisi?" kata Carla.
"Mustahil untuk melibatkan kepolisian sekarang. Kakak sepertinya sadar siapa pelakunya. Nanti kamu akan tahu," kata Aria sembari menghidupkan dan menggeber motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Number Eleven
FanfictionThis is a fanfiction from didiwalker's KOSAN 95! Aria, pemuda sebatang kara yang bekerja sebagai montir di sebuah bengkel, bertemu dengan kesempatan untuk menemui wanita yang berharga dalam hidupnya. Tapi sebelum itu, Ia harus memasuki tempat baru...