Chapter 46 - Carla

30 6 15
                                    

"Aduh, kemana ini anak? Semua sudah kumpul ya?" kata salah seorang.

"Sudah, tinggal dia saja yang belum sampai disini. Dia barusan kabarin saya, jalan macet," kata salah seorang yang lain.

"Halo teman-teman!" kata gadis yang baru saja datang.

"Aduh, Carla, sudah jam berapa ini?" kata seorang yang tadi kepada gadis yang baru datang itu.

"Hehe, maaf ya Mas Bryan, tadi telat bangun, abis itu kena macet," kata Carla dengan polos.

"Oke, semuanya, ayo mulai latihan sekarang!" kata Bryan, memulai latihan musik yang Ia rencanakan. Ya, selain kuliah, Carla sangat aktif untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di bidang seni. Selain untuk mengasah bakat yang dia miliki, dia juga ingin memperbanyak relasi dengan orang-orang yang satu minat dengannya. Dengan begitu, jadi semakin mudah untuknya untuk melakukan kerjasama dan kolaborasi dengan relasi-relasinya itu.

"Hadeh, telat lagi. Lama kali nungguin kau ini," kata salah satu temannya.

"Ya habisnya, tadi macet parah banget. Maaf ya, Ferry," kata Carla. Mereka lalu memulai latihan dengan antusias, sebab akan diadakan festival band nasional yang akan mereka ikuti.

Singkat cerita, latihan pun selesai. Carla mendapatkan cukup banyak evaluasi untuk permainan gitarnya.

"Oke Mas Bryan, mungkin nanti akan kucoba beberapa phrasing yang lebih bagus untuk gitar solo lagu ini," kata Carla.

"Bagus, Carla. Belakangan ini, kamu memang menunjukkan peningkatan yang pesat, tetapi aku sering melihatmu melamun dan kurang konsentrasi. Kuharap, tidak ada sesuatu yang mengganggumu ya," kata Bryan. Carla sudah menduga Bryan sadar akan sikapnya akhir-akhir ini. Dia sedang memikirkan sesuatu yang tidak bisa Ia simpulkan.

"Oh, i-iya Mas, maaf ya kalo jadi kelihatan sering murung. Tapi aku pastikan di festival nanti, semua akan lancar!" kata Carla dengan penuh semangat.

Ia lalu beranjak kembali ke rumahnya, masuk kamar, tutup pintu, taruh gitar dan tas, lalu merebahkan tubuhnya di kasurnya. Tatapannya kosong ke arah plafon kamarnya.

"Aneh, kenapa aku jadi memikirkan si Aria itu ya? Padahal sebelumnya, aku belum pernah memikirkan satu orang sebegininya. Perasaan aneh apa ini?" batin Carla. Ia lalu menghela napas panjang.

Tak lama, suara ketukan di pintu kamarnya terdengar.

"Carla? Kamu sudah balik?" kata seorang perempuan.

"Iya, Kak, aku barusan balik. Capek. Aku rebahan dulu, ya?" kata Carla.

"Kakak boleh masuk?" kata kakaknya itu, Brenda.

"Iyah Kak, masuk ajaa," kata Carla. Brenda lalu masuk dan duduk di kasur tempat Carla rebahan.

"Hari ini kamu masih latihan piano, kan?" kata Brenda.

"Masih kok, Kak, kan nanti jam tujuh," kata Carla.

"Iya sih, mumpung masih jam lima bisa rebahan dulu ya?" kata Brenda.

"Yah, begitulah Kak," kata Carla. Brenda lalu menaruh sebungkus keripik kentang kesukaan Carla di tubuh Carla yang rebahan. Melihat itu, Carla langsung bangun dan membuka jajanan itu dan bergegas memakannya.

"Huwee... enaaakk~" kata Carla, menikmati keripik itu. Brenda tersenyum melihat senyuman adiknya itu.

"Syukurlah kalau kamu suka, hehe," kata Brenda.

"Ngomong-ngomong..." kata Brenda lagi, menggantung.

"Hm? Kenapa Kak?" kata Carla.

"Kamu... sebenarnya... tidak terlalu suka musik klasik, seperti latihan ini nanti ya?" kata Brenda. Carla lalu termenung.

The Number ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang