Aria memulai hari dengan rutinitas bulanan seperti biasa. Membeli spare part baru dari bengkel milik kawannya, Sastra. Karena itu hari libur, Aria memutuskan untuk mengajak Rena lagi. Sesampainya di bengkel, seperti biasa Ia disambut oleh Sastra, si mekanik sehandal Aria.
"Kesini lagi lu, bro! Bagus, sering-seringlah, bawa cewe juga sekarang," kata Sastra.
"Oh iya, kenalin, ini Rena, temen SMA gue, sekarang kami satu kosan," kata Aria. Rena lalu menjabat tangan Sastra.
"Wah satu kosan? Kebetulan banget ya? Hahahah," kata Sastra.
"Iya, Kak, dia baru masuk berapa bulan ini," kata Rena. Rena lalu melihat sekeliling bengkel milik Sastra itu, sementara Aria langsung melakukan transaksi bersama Sastra. Rena cuma menunggu di kursi yang biasa diduduki Aria waktu berkunjung ke bengkel ini.
"Wah, bengkel ini besar sekali," kata Rena. Aria lalu keluar dengan beberapa spare part motor dan spare part mobil yang besar-besar.
"Eh, Aria, biar kubantu sini," kata Rena.
"Nggak usah, Rena. Kalo mau bantu, tolong catetin aja ya, nanti ku dikte" kata Aria sembari memberikan buku catatan kecil pada Rena. Rena lalu menyanggupi permintaan Aria. Rena mulai melihat catatan Aria tentang sparepart yang harus dibelinya. Ia mulai mencentang apa saja yang sudah Aria masukkan ke dalam mobil box nya.
"Karburator cek... ECU cek... velg ring 17 cek, ring 16 cek, apa lagi Aria?" kata Rena.
"Oli, shockbreaker, aki, kit rem," kata Aria.
"Oke, ini ada kit injeksi, lampu sama kruk as belum ya?" kata Rena.
"Oh iya, lupa. Oke, makasih ya Rena! Untung ada kamu hehe," kata Aria, yang kemudian mengambil spare part yang belum masuk ke dalam mobilnya.
"Sudah semua, bos?" kata Sastra.
"Sudah cuy! Komplit! Makasih loh sudah dibantu banyak gini," kata Aria.
"Sama-sama bro! Biar lu sering kesini juga," kata Sastra. Rena dan Aria lalu meninggalkan bengkel milik Sastra di siang hari.
"Ngomong-ngomong, kamu sama Sastra teman karib?" kata Rena.
"Iya, begitulah. Dia salah satu orang yang menolongku pasca kematian Rosa. Kami sempat satu bengkel dalam waktu yang lama, makanya kami jadi akrab satu sama lain, sering nongkrong juga," kata Aria. Rena lalu mengangguk.
"Syukurlah, kamu jadi punya banyak teman, ya?" kata Rena.
"Ya begitulah. Banyak orang yang menolongku untuk bangkit dari kegelapan itu. Karena bagiku, saat itu semuanya berubah," kata Aria. Rena pun mengangguk.
"Kau pun sama, kan? Semuanya mendadak berubah, setelah Bu Ningsih meninggal, dan setelah mengetahui identitas aslimu?" kata Aria. Rena lalu menunduk, mengangguk pelan. Aria yang tahu Rena sedang memikirkan sesuatu, mengelus kepala Rena.
"Sudah tidak usah berpikir sedalam itu. Jalani saja, siapa tahu setelah ini akan ada titik terang," ujarnya. Rena melihat ke arah Aria, lalu tersenyum.
"Iya, ya. Pasti ada maksud dibalik semua ini, kan?" kata Rena.
"Itu dia," kata Aria. Mereka akhirnya sampai ke kosan. Aria langsung turun dan mengangkut semua yang dibelinya dan disusun ke dalam rak yang ada didalam bengkelnya itu. Setelah itu, terlihat Romi setengah lari menghampiri Aria.
"Halo, Aria. Aku mau ngajak kamu ke rumah sakit, untuk memeriksa gejalamu. Kamu mau kan periksa hari ini?" kata Romi. Tanpa pikir panjang, Aria langsung menyanggupi ajakan Romi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Number Eleven
Fiksi PenggemarThis is a fanfiction from didiwalker's KOSAN 95! Aria, pemuda sebatang kara yang bekerja sebagai montir di sebuah bengkel, bertemu dengan kesempatan untuk menemui wanita yang berharga dalam hidupnya. Tapi sebelum itu, Ia harus memasuki tempat baru...