Chapter 48 - Studio Fani

29 5 3
                                    

Sesampainya di studio, Fani langsung bergegas masuk, diikuti oleh Aria.

"Buru-buru banget kayaknya, Fan?" kata Aria.

"Iya, banyak yang harus aku kerjain sekarang. Mungkin selesai sore ini," kata Fani.

"Oh gitu? Kalau aku nunggu di warung kemaren aja gimana?" kata Aria.

"Jangan! Kamu disini aja ya," kata Fani.

"Eh? Kenapa?" kata Aria.

"Ya... pokoknya kamu disini aja ya! Plis!" kata Fani. Aria bergeleng heran dibuatnya.

"Oke, oke, aku akan disini. Mungkin aku akan melihat-lihat sekitar sini, jangan marah ya," kata Aria. Fani lalu mengangguk sambil tersenyum, lalu bergegas ke ruangannya. Aria lalu menghela napas, lalu melihat-lihat sekitar.

"Anu... anda siapa?" kata seseorang. Seorang laki-laki muda berkacamata dengan rambut hitam dan gestur yang sedikit kikuk.

"Hm? Oh, aku tamunya Fani. Tadi aku kesini bersamanya," kata Aria.

"Oh, baiklah kalau begitu. Mohon maaf sudah mengganggu," katanya. Ia lalu hendak beranjak pergi, tapi Aria merasakan sesuatu yang spesial pada orang ini.

"Hei, ngomong-ngomong, namamu siapa? Karena kau sudah sedikit menggangguku, gimana kalau kamu disini saja menemaniku ngobrol?" kata ARia.

"Oh? Bolehkah?" katanya. Aria dibuat tertawa olehnya.

"Ya boleh, lah! Kan aku yang minta, kau ini kikuk sekali," kata Aria. Ia lalu duduk disamping Aria.

"Um, anu, saya Agung. Saya karyawan yang menjabat jadi IT Officer disini," katanya.

"Oh, Agung? Hmm, kayak pernah denger namanya," kata Aria. Agung lalu kaget dengan pernyataan Aria.

"Iya, mungkin ada temanku yang pernah bercerita tentangmu. Hmm, apa Rena yang pernah cerita ya?" lanjutnya.

"Eh? Kamu kenal Mbak Rena?" kata Agung.

"Iya, aku dulu satu SMA dengannya. Kamu pernah ditolong dia ya?" kata Aria. Agung lalu mengangguk.

"Syukurlah. Dia memang orang baik, sih," sambungnya. "Ngomong-ngomong, sejak kapan kamu kerja disini?" kata Aria.

"Ehm, sekarang sudah masuk satu tahun, sih," kata Agung.

"Oh begitu, pertahankan ya. Sudah cukup bagus kamu kerja disini dan punya bos seperti Fani. Walaupun dia agak galak, dia tahu apa yang baik buat tempat ini," kata Aria. Agung mengangguk paham, lalu senyuman yang sedikit bersemangat muncul di wajahnya.

Di kampus, Rena yang sedang sibuk dengan laptopnya sembari meminum jus, didatangi oleh kakak beradik yang menjadi temannya di kampus itu, Brenda dan Carla. Seperti biasa, mereka kumpul bertiga di satu meja.

"Widih, sibuk banget kayaknya, Ren. Ada deadline ya?" kata Brenda.

"Aduh, iya nih, buat nanti siang ada jurnal plus presentasinya juga. Hadeh, ribet ya kalo harus dikerjain mepet begini," kata Rena.

"Yaudah sini, aku bantu, siapa tahu kamu bisa lebih gampang ngerjainnya," kata Brenda.

"Makasih loh, Brenda. Jadi ngerepotin," kata Rena.

"Hadeh, kayak sama siapa aja, Ren. Kamu kan juga sering aku repotin," kata Brenda. Rena meringis.

"Selain itu, ada yang harus kita kerjain juga kan? Diluar ini?" kata Brenda. Rena lalu tersadar.

"Huft, karena itulah, aku harus ngerjain ini dengan deadline mepet kayak gini. Semalem abis begadang sama Dadang buat bantu mecahin kasus ini juga," kata Rena. Brenda lalu menepuk pundak Rena.

The Number ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang