---------WARNING!! THIS CHAPTER CONTAINS OFFENSIVE LANGUAGES, BE CAREFUL-------------
"Ternyata itu kau selama ini... Aria!" kata Siska yang hendak memukul Aria, yang baru saja membuka topeng yang selama ini Ia kenakan. Namun, Aria dapat menangkap pukulan Siska dengan sangat mudah.
"Jangan pasang wajah seperti itu, Siska. Kami kesini tidak untuk mencari masalah denganmu," kata Aria.
"Lalu apa tujuanmu kesini?! Terlebih lagi, kenapa kamu baru membuka identitasmu sekarang?! Itu berarti kamu sudah tahu siapa aku dari awal, kan?!" kata Siska.
"Benar. Begitu masuk ke kosan itu dan melihatmu, pikiranku penuh tanda tanya. Kenapa orang seliar kamu bisa ada disini, dibawah kendali Indra. Kini aku mengerti kenapa. Karena itulah, aku sengaja menggiringmu untuk bertemu dengan rekanku, Roy dan Sastra, untuk mengenal kami dan motivasi kami. Kini, karena kau telah berteman dengan kami, maka inilah rencana pamungkasku," jelas Aria.
"Sebenarnya apa rencanamu?! Apa tujuanmu?!" tanya Doni yang masih tidak percaya.
"Semuanya!! Teriakkan misi kita hari ini!!" seru Aria.
"SOKONG!! TUDUNG MERAH!!" teriak semua anggota kelompok Aria. Ia lalu menatap Siska, meyakinkan Siska agak percaya dengan kelompoknya.
"Kita akan menang. Aku akan kerahkan semua tenagaku," kata Aria. Ia lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Siska yang awalnya ragu, kemudian menyambut tangan Aria dengan kuat.
"Jangan sampai kita kalah, Aria," kata Siska.
"Heh, serahkan padaku," balas Aria.
"Lalu, itu siapa? Kok dia sendiri yang belum buka helm?" kata Doni. Aria lalu memerintahkan orang itu untuk membuka helmnya.
"Perkenalkan dirimu, anggota sementara Geng Gagak...
...Rizal!" kata Aria. Rizal lalu maju menghadap ke depan Siska dan Doni.
"Aku disini atas keinginanku sendiri. Aku berjalan dibelakang Aria karena aku menghormatinya. Salam kenal, semuanya," tegas Rizal. Doni, Siska, sekalipun Diki, kaget dengan kemunculannya bersama dengan Aria. Brenda dan Rena juga terkejut mengetahui semua ini.
"Heh? Kak Rizal ikut tawuran begini?" kata Rena.
"Terlebih lagi, selama ini kakakku berada dalam geng itu? Aku tidak pernah menyangka ini," kata Brenda. Lalu, Alexander pun menampakkan dirinya dari atas rooftop.
"Nampaknya kamu bukan sekedar omong kosong, Aria. Kamu hebat karena sudah berani menginjakkan kakimu di medan perang ini. Tapi, apa kamu yakin, dengan jumlah itu kamu mampu mengalahkan pasukanku? Jangan bercanda, Aria!" teriaknya dari atas dengan menggunakan megaphone. Aria hanya diam melihatnya sesumbar.
"Kalian tunggu disini, Siska. Jangan bergerak sampai aku perintahkan," kata Aria.
"Hah?! Mereka kelompokku, Aria. Jangan seenak jidat," keluh Siska. Aria hanya tersenyum, mengetahui Siska sudah berani mengambil sikap atas kelompoknya sendiri.
"Semuanya! Jangan ada yang bergerak sampai aku perintahkan kalian! Mengerti?!" teriak Aria pada anggotanya.
"Yes! Boss!!" sahut mereka.
"Apa yang mau kau lakukan, Aria?" kata Roy.
"Jumlah mereka memang tidak terlalu banyak, tapi mereka tampak terlatih," kata Rizal.
"Yah, kalian lihat saja lah," kata Aria sembari membunyikan lehernya.
"Aku mau kasih mereka salam pembuka," kata Aria yang kemudian maju sendirian. Tindakan Aria itu menimbulkan pertanyaan bagi semua orang. Tapi, nampaknya Roy dan Sastra mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Number Eleven
FanfictionThis is a fanfiction from didiwalker's KOSAN 95! Aria, pemuda sebatang kara yang bekerja sebagai montir di sebuah bengkel, bertemu dengan kesempatan untuk menemui wanita yang berharga dalam hidupnya. Tapi sebelum itu, Ia harus memasuki tempat baru...