Chapter 14 - Tugas Rahasia

93 18 8
                                    

Keesokan harinya setelah sarapan bersama warga kosan, aku sibuk setting ECU untuk motor trailku yang baru saja kubuat. Aku pun berpikir untuk  memodifikasinya sedikit untuk dapat digunakan pada segala bidang, agar motor ini dapat berjalan lebih jauh dari sebelumnya. Akhirnya aku lanjutkan memodifikasi motor ini hingga tuntas, sampai siang hari. Lalu aku pun bersantai sejenak di saung sambil minum untuk menghilangkan dahaga dan melepas lelah sejenak. 

"Aku tak sangka kamu punya kemampuan programming seperti itu," kata seseorang yang tiba-tiba duduk di sampingku. Ya, Diki. 

"Ya, mau gimana. Aku harus menguasai itu untuk dapat menjadi mekanik yang handal," kataku. "Kamu juga orang IT yang sangat handal, bukan?" lanjutku bertanya padanya.

"Itu hal biasa. Ini sudah jadi jalanku," kata Diki datar. Aku pun lalu dapat pesan di ponsel.

"Dek Ari, bisakah kamu ke ruangan saya sekarang?" tulis seseorang di pesan tersebut. Ya ampun, siapa lagi kalau bukan laki-laki suram itu. Aku pun langsung beranjak ke ruangannya. 

"Mau kemana kau?" tanya Diki.

"Menemui kolektor boneka," kataku. Diki pun sontak beranjak pergi setelah kukatakan itu. Hmm, memang benar perkiraanku, orang ini benar-benar aneh. Orang seperti Diki saja menghindarinya.

Sesampainya di ruangan Sembilan, aku pun langsung menemuinya dan bicara langsung.

"Jadi, siang ini kamu akan dapat tugas pertama dari saya. Sudah siap, Dek?" katanya. Wah, cepat sekali. Aku sudah diberi tugas saja padahal baru kemarin mengobrol. Aku pun mengangguk tanda siap. Sembilan pun menjelaskan apa saja tugasku untuk hari ini, lalu aku pun segera bergegas dan bersiap-siap untuk berangkat menjalankan tugas itu. 

"Langsung berangkat sekarang?" kata Rena yang melihatku bergegas. 

"Iya, lebih cepat aku berangkat akan lebih baik. Lagipula, ini waktu yang bagus untuk menjalankan tugas itu," kataku. Aku pun bergegas menuju warung kopi langgananku untuk mengatur segala yang akan kubawa dalam perjalanan bertugas nanti.

"Edi, aku pinjam seragam dan motormu, ya? aku ada tugas sebentar," kataku.

"Seragam teknisi AC lamaku ini, bang? Boleh sih, tapi untuk apa?" kata Edi bingung. 

"Ada deh, terima kasih ya," kataku yang langsung bersiap mengenakan seragam itu, memakai topi dan masker, lalu beranjak menaiki motor bebek milik Edi lalu bergegas menuju rumah yang dimaksud Sembilan dalam tugasnya. Sesampainya di rumah itu aku sedikit tercengang. Gila, rumah ini besar juga. Lalu datang petugas keamanan rumah itu menanyakan tujuanku kesini. Aku pun mengatakan perawatan AC, lalu Ia pun memperbolehkanku masuk.

"Nah, tukang AC-nya sudah datang. Mari silahkan masuk," kata seorang ibu-ibu yang mempersilahkanku masuk. Sepertinya Ia pemilik rumah ini. Aku pun masuk mengikuti ibu-ibu itu.

"Ah, sial, kenapa aku harus kembali ke kehidupan lamaku yang seperti ini?" batinku. Ibu itu lalu mengantarku ke kamar pribadinya lalu menunjukkan masalah yang terjadi pada AC miliknya. Lalu aku memeriksa masalah pada AC tersebut.

"Mohon maaf, Ibu, bisa tinggalkan saya di ruangan ini? Biar saya bisa konsentrasi memperbaiki dua air conditioner anda yang sedang bermasalah ini," kataku. Ibu itu pun meninggalkanku sendiri di ruangan itu. Aku pun memasang tangga, mengencangkan sarung tangan, lalu menggumam,

"Saatnya beraksi,".

Aku pun mengingat-ingat yang dikatakan Sembilan tadi. Katanya, aku harus mencuri barang bukti  yang berkaitan dengan kasus penggelapan dana dari JY Group oleh perusahaan rekanan. Sembari membetulkan AC itu, aku pun mencari bukti yang katanya disimpan di ruang pribadi milik pemilik perusahaan rekanan tersebut. Karena sekarang aku berada di kamarnya, aku pun dapat menggali apapun yang ada kamar pribadi orang ini. Aku pun membobol segala kunci lemari yang ada tanpa meninggalkan jejak, lalu mencari dokumen yang dimaksud oleh Sembilan.

"Dokumen dengan map bermotif batik, serta satu buku kas yang berisi laporan keuangan," gumamku sambil mengingat-ingat. Aku pun menggeledah seisi kamar tersebut hingga menemukan sebuah brankas yang akhirnya kubobol juga. Brankas tersebut ternyata berisi dokumen yang aku cari. Dokumen itu pun segera kumasukkan ke dalam tas secara tersembunyi, lalu aku mengembalikan semua yang sudah kubobol seperti keadaan semula. Tak lama terdengar suara seseorang dari pintu, lalu ia melihatku dari luar.

"Hei, sedang apa kamu?!" katanya.

The Number ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang