Senja itu, Aria didandani sedemikian rupa oleh Fani di studionya. Fani mencari jas, celana, bahkan sepatu yang bisa cocok dipakai oleh Aria. Karena postur tubuh Aria yang bagus, Fani pun dengan mudah dapat menemukan setelan yang cocok digunakan oleh Aria. Rompi dan celana biru tua, dengan kemeja putih didalamnya dan dasi senada dengan rompi yang Ia pakai. Tak lupa sepatu hitam rapi yang dipasangkan dengan pakaian yang sudah rapi itu.
"Nah, kalau pake begini kan bagus," kata Fani.
"Memang fashion designer satu ini bener-bener jago, ya," gelak Aria, melihat dirinya sendiri di cermin. "Aku belum pernah, lho, pakai setelan seperti ini," lanjutnya.
"Hehehe, bagus dong! Siapa dulu," kata Fani dengan percaya diri. Fani pun meninggalkan Aria untuk berganti busana juga. Aria yang sedang sendiri, nampak mempersiapkan sesuatu, memasukkan sesuatu ke dalam saku rompinya.
"Nah, sudah nih. Sip," katanya sembari membetulkan rompinya, dan mengantongi korek dan rokoknya di kantong celananya. Tak lupa, masker kain hitam Ia bawa di kantong depan rompinya. Tak lama, Fani pun menemuinya setelah berganti busana. Dress dengan warna biru tua juga, dan desain yang elegan. Aria kagum dengan penampilan Fani hari ini.
"Cantik banget bu desainer," godanya. Fani pun tak ragu menjewer telinga Aria.
"Ba, Bu, Ba, Bu, aku belum tua tau!" katanya.
"Adudududuh! Iya iya, galak banget astaga. Kaya ibu-ibu beneran aja," kata Aria. Tatapan tajam Fani padanya membuatnya kicep. Berhenti berkata-kata saat itu juga. Tak lama, hari mulai gelap. Mereka berangkat menuju acara yang dibicarakan Fani. Sepanjang perjalanan, mereka ngobrol panjang lebar tentang apapun yang mereka temui di jalan.
"Ngomong-ngomong, ini acara apa sih? Kayaknya penting banget ya?" kata Aria.
"Ada, deh, nanti kamu aku kasih tahu," kata Fani.
Mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Sebuah bangunan yang sangat besar dan mewah. Kemegahan sudah terlihat dari gerbang luar. Begitu masuk, sudah banyak mobil-mobil mewah yang berjejer parkir disitu.
"Eh, banyak sekali ya orang disini," kata Aria.
"Yap. Inilah acara yang kumaksud. Acara pertemuan keluarga besar Sindari, keluargaku," kata Fani. "Tapi tumben banget nggak ngadain acara dirumah Oma, kenapa disini ya?" lanjutnya.
Aria lantas bingung, apa maksud Fani mengajak Aria ke pertemuan keluarga itu? Mobil pun terparkir, Aria dan Fani keluar dari mobil itu.
"Aria mau ikut masuk?" kata Fani. Aria yang tahu bahwa keluarga ini pasti bukan keluarga sembarangan, langsung mengambil keputusan.
"Aku nunggu diluar saja lah. Aneh kalau tiba-tiba ada orang tak dikenal masuk pertemuan keluarga ini. Anggap saja, aku bodyguard baru yang kau rekrut," kata Aria. Fani pun tertawa. Lalu sejenak, Ia berpikir.
"Benar juga ya. Masuk akal. Oke, kamu tunggu diluar ya, Aria. Aku nggak lama kok disini, cuma mau menyapa orang-orang disini saja," kata Fani. Sampai di pintu rumah itu, Fani langsung masuk duluan, dan Aria menunggu di luar. Disitu, terlihat sosok laki-laki muda yang juga sedang berdiri diluar. Memakai luaran merah, kaus dengan kerah menutupi leher. Nampak ada beberapa tindikan di telinga kanannya.
"Siapa?" tanyanya. Aria yang menganggap dia bagian dari keluarga ini, kemudian bertindak sebagaimana mestinya.
"Bodyguard baru, Mas," katanya, dengan logat jawa yang Ia buat-buat.
"Heheh, nggak usah nipu gitu, napa. Keliatan tahu, logatnya dibuat-buat," kata pemuda itu lagi.
"Hahahaha, iya bang, ngaku deh, betawi asli saya," kata Aria. "Abang sendiri, siapa ya?" kata Aria. Pemuda itu pun tidak menjawab, lalu sejenak mengambil pod vape yang Ia punya, lalu menghisapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Number Eleven
FanfictionThis is a fanfiction from didiwalker's KOSAN 95! Aria, pemuda sebatang kara yang bekerja sebagai montir di sebuah bengkel, bertemu dengan kesempatan untuk menemui wanita yang berharga dalam hidupnya. Tapi sebelum itu, Ia harus memasuki tempat baru...