~Rey telah sampai di rumah dengan selamat. Syukurlah, sebab di jalan tadi pandangannya sudah memburam.
Ia berjalan lunglai kedalam rumah. Rumah terlihat sepi, tidak ada tanda-tanda Raina di sana.
Pembantu dirumahnya sudah pulang jika sudah jam tiga sore.
"Rai.." panggilnya lirih. Ia sudah tidak kuat lagi menopang tubuhnya. Apapun yang ada disekitarnya Ia jadikan tumpuan untuk berjalan.
Area bawah perut, tepatnya bagian pinggangnya terasa sangat sakit. Nafas nya sesak. Pandangannya kembali memburam. Rasa lemas semakin dominan. Badannya perlahan meluruh. Reyhan menyenderkan punggung rapuhnya pada tembok. Bibirnya meringis kesakitan. Matanya terpejam merasakan semua rasa sakitnya.
"Tolong.." bisiknya lemah. Reyhan sudah tidak kuat lagi untuk mempertahankan kesadarannya. Matanya terus tertutup ketika Ia paksa terbuka.
Kesadaran semakin terenggut. Samar-samar Ia melihat seorang gadis berseragam berlari menghampirinya. Saat itu juga, kuping nya berdengung kencang. Kesadarannya sukses terenggut. Suara terakhir yang Ia dengar adalah Raina yang memanggilnya.
"Abang!"
~
"Hai." Sapa Fendi begitu Tasa membukakan pintu. Hari sudah larut, dan Fendi tanpa mengabari sudah berada tepat di depan rumah Tasa. Dengan senyuman khas buayanya Fendi menyapa.
"Fendi, lo ngapain kesini malem-malem?" Tasa mengerut heran. Ia membuka sedikit lebih lebar pintunya, membiarkan Fendi masuk. "Masuk."
Fendi menurut. Rumah Tasa tampak sepi, tak seperti rumahnya yang selalu ramai. Suasananya selalu berbeda saat mengunjungi rumah Tasa. Terlihat sangat mewah namun kesepian.
"Mau minum apa?" Tanya Tasa akan beranjak ke dapur mengambilkan minum.
"Engga usah Sa, mending kita diluar aja. Ngga enak berdua di dalem rumah." Fendi menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Jelas Ia canggung berdua saja dengan Tasa. Apalagi dengan suasana sesepi ini, Ia takut khilaf.
Tasa mengangguk. Kemudian keduanya beranjak keluar lagi. Duduk di teras rumah.
"Gimana? Ada yang mau lo omongin?" Tanya Tasa lagi. Malam ini Tasa menggunakan piama hitam dengan rambut terurai bebas.
"Ngga ada. Cuma mau main aja, suntuk di rumah." Jawab enteng Fendi. Ia melihat malam yang gelap. Tak ada bintang malam ini. "Lagi sibuk?"
Tasa menoleh pada Fendi yang bertanya. Kemudian menggeleng dengan senyum tipis. "Engga."
Fendi tersenyum lega. Ia kira dirinya mengganggu gadis ini.
Tasa malah senang jika ada yang berkunjung kerumahnya. Ia sangat benci dengan suasana rumah yang sepi. Tapi Ia lebih benci lagi jika rumahnya ramai. Iya, ramai suara desahan.
"Senyum lo bagus Fen." Ungkap Tasa jujur. Ia melihat gelapnya langit.
Fendi membeku. Ia menoleh kaku, kupingnya berubah merah. Jantungnya berdetak tak karuan.
Sebenarnya sudah banyak orang yang memuji senyumnya yang indah. Tapi baru kali ini, jantungnya berdetak tak karuan karena dipuji seperti itu.
"Pantes lo jadi playboy." Lanjut Tasa. Kemudian Ia menoleh pada Fendi yang telah melunturkan senyumnya. Tasa kemudian tertawa ringan.
"Makanya lo jadi pacar gue, biar gue berhenti jadi playboy." Balas Fendi penuh percaya diri.
"Ogah!" Balas Tasa remeh.
"Kenapa?" Tanya Fendi heran.
"Lo yang mulai lo juga yang harus mengakhiri. Jangan seret-seret orang lain." Jelas Tasa. Ia berucap tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope Not
أدب المراهقينTidak ada yang mudah didunia ini, semuanya sangat sulit. Jika ingin yang mudah dan menyenangkan, maka kamu harus berjuang dulu. -Sun, Jun 26-22 -6.36 End -Mon, Oct 24-22 -8.10